Cerminan Kunjungan Paus Fransiskus

Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus
Iman Brotoseno.(Dokpri)

SEBELUM kedatangan Paus Fransiskus ke Jakarta, dalam rapat lintas kementerian dan lembaga di Hotel Borobudur untuk menyambut kedatangan pemimpin Gereja Katolik Roma itu disebutkan bahwa Vatikan meminta Toyota Innova dan menolak Mercedes yang disediakan pemerintah Indonesia. Sopir Paus akan dilatih oleh Paspampres selama satu pekan untuk membiasakan mengemudikan Toyota Innova, dan sekaligus mengenal jalan-jalan di Jakarta. 

Ini memang bukan hal luar biasa, karena setelah ditahbiskan menjadi pemimpin umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus menolak memakai mobil dinas jenis BMW dan Mercedes yang digunakan pendahulunya. Ia justru memilih menggunakan mobil bekas jenis Renault keluaran tahun 1984.

Kardinal Bergoglio yang berasal dari Argentina itu kemudian memilih Fransiskus sebagai nama regnalnya. Nama kepausan itu diambil dari Fransiskus dari Asisi. Santo Fransiskus adalah salah satu tokoh yang paling dihormati dalam Katolik karena kerendahan hatinya serta semangat pengabdian kepada kaum papa.

Baca juga : 608 Polisi Siaga di Perbatasan RI-Timor Leste Jelang Kunjungan Paus ke Dili

Selama berabad-abad, Paus hanya membasuh kaki pria sebelum Jumat Akbar. Tetapi, Paus mendobrak tradisi itu. Ia membasuh dan mencium kaki salah satu narapidana perempuan di penjara di Casal del Marmo, Roma, Italia, Kamis, 28 Maret 2013 silam. Tahanan itu seorang muslim Serbia yang tengah menjalani proses hukuman di Italia.

Cek Artikel:  Menghirup Kecubung Pemberantasan Korupsi

Paus Fransiskus kembali membuat pernyataan yang kontroversial bagi umat Katolik. Dalam wawancara dengan harian terbitan Italia, La Repubblica, 9 Oktober 2013, Paus asal Argentina itu meyakini akan adanya Tuhan, tapi bukan Tuhan Katolik. “Tuhan bukan Katolik. Tuhan adalah universal, dan kita adalah umat Katolik karena cara kita memuja Dia,” ujar Paus. Barangkali ini seperti Konsili Vatikan II Pahamn 1965 yang membongkar prinsip Extra Ecclesiam Nulla Salus–Bukan ada keselamatan di luar Gereja.

Ia aktif dalam mempromosikan dialog antaragama, mengunjungi tempat-tempat suci dan berdialog dengan pemimpin agama lain. Paus merasa marah dan muak terhadap pembakaran Al-Qur’an di Swedia. Ia mengutuk dan menolak mengizinkan tindakan tersebut sebagai bentuk kebebasan berbicara. Bahkan Paus Fransiskus bertemu dengan keluarga-keluarga Palestina pada Rabu, 22 November 2023, di kediamannya di Vatikan, dan dia menggambarkan situasi di Gaza sebagai tindakan genosida.

Baca juga : Belajar dari Paus, Negara Harus Hadir bagi Kaum Lemah dan Tertindas

Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus mengatakan bahwa menjadi homoseksual bukanlah kejahatan. Ia menyerukan untuk diakhirinya undang-undang yang melarang homoseksualitas. Ia mengundang sekelompok perempuan transgender, banyak di antaranya pekerja seks atau migran dari Amerika Latin, pada jamuan makan siang di Vatikan untuk memperingati ‘Hari Orang Miskin Sedunia’ pada November 2023 lalu. Meski demikian, Paus mengatakan bahwa homoseksual adalah dosa. Tetapi, ketika Paus harus memberi pernyataan terkait pilihan seks tertentu, “Ketika seorang gay mencari Tuhan, siapakah saya berani menghakimi?”

Cek Artikel:  Potret Suram Perwasitan Asia

Paus Fransiskus pernah ditanya anak kecil bernama Emanuelle: Orang tuanya atheis meninggal dunia. Tapi sebelumnya dia menyuruh anak-anaknya dibaptis. Apakah ayahnya akan masuk surga? Jawaban Paus ini sangat menyentuh hati. “Its God who decides. Apakah Tuhan akan meninggalkan lelaki yang baik itu? Tuhan tentu akan senang dengan tindakan ayahmu. Berdoalah untuk ayahmu.”

Kardinal Justinus Darmoyuwono dalam wawancara dengan majalah Tempo mengatakan orang atheis bisa masuk surga jika dia berbuat baik. Apakah kita mesti terkurung dalam pagar agama untuk semangat kemanusiaan? Apakah kardinal ini juga mempertanyakan mengapa diciptakan manusia berbeda etnis, golongan, dan juga agama kalau pada akhirnya juga menuju sebuah jalan yang sama kepada-Nya? 

Baca juga : Kepedulian Paus Kepada Kaum Marginal dan Terpinggirkan

Cek Artikel:  Kesalahan Strategi Israel dan AS di Timur Tengah

Saya percaya Paus adalah orang baik. Ketika ia melewati seorang suster yang menunggu di pinggir jalan, yang menyambut kedatangannya pada Rabu (3/9), Paus membuka jendela dan melambaikan tangannya dengan senyum tulus. Suster itu menangis terharu seolah tak percaya.

Tiba-tiba saya teringat catatan harian Ahmad Wahib di bulan September 1969 tentang persahabatan dengan teman-teman asramanya yang beragama Katolik. Ia memang tinggal di Asrama Katolik Realino di Yogyakarta. Dia bisa bergaul akrab dengan pastor-pastor. Ahmad Wahib juga tak ragu memboncengkan seorang suster ke gerejanya. Pemuda kelahiran Sampang, Madura, ini seperti menggugat, “Haruskah aku memusuhi mereka yang bukan Islam dan sampai hatikah Tuhan memasukkan mereka ke dalam api neraka?” 

Ini penggalan dari catatan harian yang menggetarkan dari seorang pluralis. Tentu Paus Fransiskus akan menganggap Ahmad Wahib masuk surga juga. Saya mengutipnya karena catatan harian saat itu berisi pergulatan pemikirannya tentang pluralisme dan masih relevan ketika persoalan keragaman masih menjadi isu bangsa ini. Mempersaingkan religi, memaksakan kesamaan, keinginan untuk menjadi dominan dan menarik garis mungkin menjadi suplemen kebencian.

Selamat datang, Bapa Bersih, di Bumi Pancasila.

 

Mungkin Anda Menyukai