Duta Bangsa

ALIRAN ribuan jemaah haji Indonesia terus mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah. Berdasarkan data dari Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu), kemarin, jemaah yang sudah terbang ke tanah suci sebanyak 33.171 orang, atau 87 kelompok terbang. Alhasil, suasana Masjid Nabawi, Madinah Al Munawwarah, Arab Saudi, didominasi jemaah haji Indonesia yang memiliki seragam khas batik nasional.

Mereka menjalani arbain, salat berjemaah selama 40 waktu secara berturut-turut di masjid yang kedua yang didirikan Rasululah SAW setelah Masjid Quba itu. Selain beribadah, jemaah haji Indonesia tampak hilir mudik di sejumlah sudut kota di Madinah untuk berziarah dan berbelanja, seperti kurma, parfum, baju, pashmina, dan sajadah. Jemaah Indonesia yang berada di Madinah akan mulai bergerak menuju Mekah pada 1 Juni.

Pada tahun ini Indonesia mendapatkan kuota jemaah haji sebanyak 221 ribu jemaah yang terdiri dari 203.320 jemaah haji regular dan 17.680 jemaah haji khusus. Jemaah haji Indonesia ialah yang terbanyak di Tanah Kudus. Setelah itu, yang terbanyak ialah Pakistan, India, dan Bangladesh. Pemerintah menyiapkan layanan haji yang ramah bagi manula. Data Kementerian Keyakinan menunjukkan sebanyak 33% jemaah membutuhkan pelayanan ekstra karena mereka berusia lebih dari 65 tahun, bahkan jemaah haji 1444 Hijriah ada yang berusia 103 tahun.

Cek Artikel:  Kebijakan Konyol Melarang Jilbab

Jemaah haji Indonesia dikenal paling tertib di antara jemaah haji negara lain. Pengalaman saya menjadi peliput haji pada 2018 merasakan ketertiban tamu Allah (duyufurrahman) dari Indonesia. Sejumlah petugas keamanan di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram tak segan mengapresiasi dengan kata-kata, “Indonesia bagus,” sambil mengacungkan jempol. Ketertiban jemaah haji Indonesia tak lepas dari keberadaan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Sebanyak 1.200 petugas haji atau PPIH Arab Saudi dibantu petugas haji daerah, petugas mukimin di Arab Saudi dan mahasiswa Indonesia di Timur Tengah.

Ketertiban jemaah haji Indonesia harus dijaga sampai kapan pun. Gambaran yang baik dari mereka sama dengan menjaga citra Indonesia di mata dunia. Mereka ialah duta Indonesia di Tanah Kudus ketika sekitar 3 juta jemaah haji dari seluruh dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Tak hanya tertib, jemaah haji Indonesia pun dikenal santun. Bahkan, mereka tidak sungkan untuk menolong jemaah haji dari negara lain yang menghadapi masalah atau musibah di Tanah Kudus.

Cek Artikel:  Despotisme Baru

Sikap yang baik dari jemaah haji selama memenuhi panggilan ke Baitullah sejatinya harus terbawa hingga ke Tanah Air. Pasalnya, haji ialah ibadah yang istimewa. Haji merangkum tiga unsur ibadah, yakni keyakinan, harta, dan perbuatan anggota badan (aktivitas fisik). Bandingkan dengan ibadah lain, seperti salat, hanya keyakinan dan perbuatan anggota badan. Ibadah zakat menghimpun dua unsur, yakni keyakinan dan harta. Ibadah haji, selain membutuhkan kekuatan finansial, memerlukan mental dan fisik. Banyak larangan dalam berhaji yang terkait dengan sikap mental, seperti saat ihram dilarang bergunjing, berdebat, atau bertengkar.

Haji ialah ibadah yang memiliki keunikan, berbeda dengan ibadah yang lain. Haji diwajibkan bagi umat Islam yang mampu. “Man istatho’a ilahi sabilaa,” artinya ‘bagi orang yang mampu melaksanakan perjalanan ke sana’. Kalimat tersebut termaktub dalam QS Ali Imran: 97. Definisinya, ibadah haji tak bisa dipaksakan untuk dilaksanakan apabila secara finansial tidak memiliki kemampuan. Jangan pula berpikir untuk berutang atau jual aset seperti sawah, ternak, atau ladang, tetapi keluarga bisa sengsara karena semua aset berharga dijual. Apabilapun mampu, kewajibannya hanya sekali seumur hidup. Haji bukan pula untuk menaikkan gengsi sosial.

Cek Artikel:  Kelas Menengah masih Resah

Keunikan lain dari ibadah haji ialah dilakukan dalam waktu tertentu, yakni sekitar Syawal, Zulkaidah, sampai 13 Zulhijah. Selain waktu, pelaksanaan ibadah haji pun di tempat-tempat tertentu di Mekah yang dikenal dengan sebutan masyair, yakni Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Kabah di Masjidil Haram.

Proses ibadah haji yang melelahkan jangan menjadi sia-sia setiba di Tanah Air. Perilaku yang baik selama berhaji tecermin dalam kehidupan sehari-sehari sepulang dari Tanah Kudus. Apabila terjadi perubahan, yang tadinya berperilaku buruk menjadi sepulang berhaji perilakunya lebih baik, perubahan akan menjadi modal sosial yang baik dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, banyaknya orang berhaji bisa meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Menarik pesan dari penyair Kahlil Gibran, ”Kehidupan sehari-hari adalah tempat ibadah dan agamamu. Ketika kamu memasukinya, masuklah dengan seluruh hati dan jiwamu.” Tabik!

Mungkin Anda Menyukai