PERAYAAN 100 tahun kemerdekaan Indonesia tinggal 20 tahun lagi. Pandaikah Indonesia mencapai kemajuan saat itu? Berdasarkan pendapat Menteri Bappenas, sembilan dari sepuluh target pembangunan jangka menengah di sektor kesehatan berisiko tidak tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dalam rapat dengan Komisi XI DPR pada 5 Juni 2023. Situasi ini dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan dan berpotensi menimbulkan “bencana demografi.”
Kita perlu belajar dari Tiongkok. Meski merdeka hampir bersamaan dengan Indonesia, dengan populasi yang lebih besar dan kondisi ekonomi yang sama-sama miskin saat itu, kini Tiongkok berhasil menjadi lebih maju dan kaya, sementara Indonesia justru terbebani utang yang terus menumpuk. Kondisi ini tentu menimbulkan pertanyaan yang perlu kita renungkan.
Menurut laporan OECD pada tahun 2023, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan persentase lulusan SMP terbanyak, yaitu 62,1% dari total populasi. Data pendidikan di Indonesia pada Juni 2022 menunjukkan hanya 0,02% penduduk yang memiliki gelar S3 (61.271 orang), 0,31% yang memiliki gelar S2 (855.757 orang), dan 4,39% adalah lulusan S1 (12.081.571 orang). Presiden Joko Widodo juga terkejut saat mengetahui rendahnya rasio penduduk berpendidikan tinggi di Indonesia. Ketika membuka Konvensi XXIX dan Temu Mengertinan XXV Perhimpunan Rektor Indonesia di Surabaya pada 15 Januari 2024, beliau menyampaikan komitmennya untuk mencari solusi terkait masalah ini. “Rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif kita sangat rendah. Saya kaget saat menerima angka ini,” kata Presiden Jokowi.
Baca juga : Bapanas Luncurkan Genius 2024 sebagai Bekal Menuju Indonesia Emas
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kecerdasan atau IQ. Indonesia tidak masuk dalam daftar negara dengan skor IQ tertinggi atau terendah. Menurut World Population Review, Indonesia menempati peringkat ke-129 dengan skor IQ rata-rata 78, lebih rendah dari rata-rata global yaitu 82. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebagai perbandingan, Jepang menempati peringkat pertama dengan rata-rata IQ 106,48, dan Tiongkok di peringkat kelima dengan rata-rata IQ 104,10.
Dengan kondisi demografi ini, jenis bisnis apa yang dapat dilakukan oleh para orang kaya di Indonesia untuk menjaga keberlanjutan kekayaannya? Jepang bisa menjadi contoh; meskipun tidak memiliki sumber daya alam, negara ini tetap kaya pasca Perang Dunia II berkat kualitas SDM-nya yang unggul. Indonesia dapat meniru Jepang atau Tiongkok karena modal utama sebuah negara adalah SDM, bukan sumber daya alam.
Penelitian oleh Reynaldo Martorell yang dipublikasikan di American Journal of Biology pada 24 Januari 2017 menunjukkan bahwa intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan dengan nutrisi yang baik akan meningkatkan tingkat kecerdasan di masa depan. Penelitian ini menekankan pentingnya intervensi nutrisi pada ibu hamil dan anak-anak usia dini, khususnya di komunitas miskin.
Sebagai perbandingan lain, Nauru, negara kaya penghasil bauksit di Pasifik Selatan, kini menjadi negara miskin setelah sumber daya alamnya habis dan SDM-nya tidak terjaga. Kalau Indonesia tidak memiliki program pembentukan SDM yang baik, dalam dua puluh tahun ke depan Indonesia bisa menghadapi kebangkrutan dan kemiskinan. Oleh karena itu, pengembangan SDM harus menjadi prioritas utama, dimulai dari aspek kesehatan.
Kepada meningkatkan kualitas SDM, implementasi mandatory spending harus difokuskan pada kelompok rentan, yaitu ibu hamil dan anak-anak usia dini di komunitas miskin. Keberhasilan dalam menciptakan dan mempertahankan program ini secara konsisten akan memberikan harapan bagi Indonesia untuk bersaing di kancah internasional dan memastikan para pebisnis di Indonesia memiliki SDM unggul yang dapat mendukung keberlanjutan bisnis mereka. (H-2)