20 Kelurahan di Makassar Diduga Selewengkan Anggaran Penanganan Stunting

20 Kelurahan di Makassar Diduga Selewengkan Anggaran Penanganan Stunting
Ilustrasi, program pemeriksaan dan pencegahan stunting.(Dok. Antara)

SEBANYAK 30 orang telah dipanggil sebagai saksi untuk mendalami kasus dugaan korupsi anggaran dana program percepatan penanganan stunting, yang ditengarai terjadi di 20 kelurahan dari tiga kecamatan di Makassar, Sulawesi Selatan.

Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Makassar di Pelabuhan Makassar, Ady Hariadi Annas mengungkapkan, jima penyidik tengah mendalami kasus tersebut.

“Penyidik, bakal memanggil 20 lurah dan 3 camat yang terkait untuk diperiksa. Sementara kami jadwalkan, cuman mereka itu sudah kita libatkan dalam pemeriksaan selama penyelidikan mencari alat bukti,” ungkap Ady Hariadi.

Baca juga : Desa dan Kelurahan Berperan Besar dalam Penurun Stunting

Mereka diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi. Sekaliannya dari anggota FKKM (Perhimpunan Kemanusiaan Kota Makassar). Keterangan dari para camat dan lurah itu untuk mengetahui bagaimana proses pencarian maupun proses administrasi anggaran dana program itu.

Cek Artikel:  Pelajar Disabilitas Hengkang dari SMP 4 Makassar Usai Kepalanya Ditendang Kolega Sekolah

“Kan dalam proses pencairan, dalam proses administrasinya, camat dan lurah bertandatangan. Tapi secara formil dia bisa ikut bertanggung jawab,” ungkal Ady Hariadi.

Tiga kecamatan yang dimaksud yaitu Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Sangkarrang dan Kecamatan Wajo. “Tiap kelurahan itu anggarannya Rp50 juta per tahun, jadi kalau dihitung bisa sampai Rp1 miliar,” kata Ady Hariadi

Baca juga : Bilangan Stunting Naik, Sulsel Lakukan 4 Hal

Tiba saat ini, Ady Hariadi mengatakan pihaknya terus melakukan pendalaman akan kasus ini. Dia juga tak menampik akan adanya tersangka jika alat bukti sudah mencukupi.

“Tapi nanti kita lihat, apakah ini kesalahan administrasi atau kesalahan pidana. Tetapi kalau ini kesalahan pidana, tentunya nanti akan ada tersangkanya,” jelasnya.

Cek Artikel:  Eks Kadis Kesehatan Sumut Divonis 10 Mengertin Penjara, Korupsi APD Covid-19

Dia membeberkan, kaitan FKKM dalam kasus ini lantaran lembaga masyarakat itu bertindak sebagai fasilitator. Padahal aturan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis kegiatan, mereka seharusnya tidak terlibat.

“Sebenarnya di dalam juknis satu ataupun juklak atau undangan-undangan itu tidak diatur (keterlibatan FKKM). Tapi seolah-olah dia yang menjadi pengatur, dia yang memfasilitasi semuanya,” jelas Ady Hariadi.

Belum lagi, lanjut dia beberapa fakta ditemukan timnya di lapangan, program nasional yang seharusnya ditujukan kepada ibu hamil, calon pengantin dan bayi. “Tapi faktanya, sasarannya malah dilaksanakan diatas umur 50-an. Usia non produktif,” ungkap Ady Hariadi. (Z-9)

Mungkin Anda Menyukai