Polusi Udara, Ancaman Terbesar Lingkungan bagi Kesehatan

Polusi Udara, Ancaman Terbesar Lingkungan bagi Kesehatan
Ilustrasi MI(MI/Seno)

E-PAPER Media Indonesia 15 Juni 2023 menyajikan berita tentang ‘Polusi Jakarta kian Jelek’. Disebutkan di berita itu bahwa bulan Juni sampai September, Jakarta memasuki musim panas (kemarau), cuaca terik, tidak ada hujan, angin juga sangat sedikit, jumlah kendaraan juga tidak berkurang, pun debu dari jalan dan dari pembangunan fisik konstruksi di Jakarta dan cerobong asap kawasan industri akan menambah buruk kualitas udara di Jakarta.

Selain itu, kita ketahui bahwa curah hujan dan kecepatan angin rendah mengakibatkan partikel polutan PM 2.5 akan terakumulasi dan melayang di udara dalam waktu yang lama.

Polusi udara memang kini diberitakan sebagai masalah di Jakarta, tetapi polusi udara juga terjadi di berbagai belahan negara lain di dunia. Bahkan disebutkan bahwa polusi udara adalah ancaman kesehatan lingkungan terbesar di dunia. Dari sekitar 6,7 juta orang yang meninggal di dunia akibat polusi udara ini, sebanyak 4,2 juta akibat polusi ambien luar ruangan dan 3,2 juta sehubungan polusi dalam ruangan. Episode #66 WHO’s science in 5 pada Februari 2022 bahkan menyebutkan ‘episode #66 – Air pollution, a public health emergency’.

Dalam hal ini, akan baik kalau kita juga punya data yang akurat tentang kesakitan dan meninggal akibat polusi udara di negara kita.

Secara umum WHO menyebutkan bahwa polusi udara adalah kontaminasi udara di luar dan dalam ruangan oleh bahan-bahan kimia, fisik, atau biologis yang mengubah karakteristik alamiah dari atmosfer.

Di tahun 2019, ada lebih dari 90% penduduk dunia yang hidup di daerah yang tidak sesuai dengan kriteria ketat kualitas udara sehat yang ditetapkan WHO. Disebutkan juga bahwa walaupun polusi udara merupakan masalah dunia, memang masalah lebih banyak terjadi di negara berkembang, dan lebih berdampak pada kelompok rentan, yaitu wanita, anak-anak, dan para lanjut usia.

Cek Artikel:  Penyelenggara Pemilu Harus Independen

Data WHO memang menyebutkan lebih dari 80% kematian yang berhubungan dengan polusi udara terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (low- and middle-income countries), utamanya di daerah WHO kawasan Pasifik barat dan juga WHO Asia Tenggara di mana Indonesia adalah salah satu anggotanya.

Tentang kadar partikel ini perlu pula diketahui bahwa pada 2021 WHO telah mengubah nilai batas PM 2.5 menjadi 5µg/m3, dari ketentuan sebelumnya di 2005 yang masih menggunakan angka 10µg/m3. Perubahan ini tentu berdasarkan bukti ilmiah terbaru tentang dampak kualitatif dan kuantitatif polusi udara bagi kesehatan manusia. Selain partikel, beberapa bahan polutan udara lain yang merugikan kesehatan ialah karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida.

Kalau terjadi polusi udara, dalam setiap tarikan napas kita akan ikut masuk berbagai bahan yang mungkin berbahaya, baik bagi paru dan saluran napas maupun ke organ tubuh lain seperti jantung dan permbuluh darah serta otak. Karena itulah, pada Desember 2022 WHO menyebutkan bahwa dengan mengendalikan kadar polusi udara maka kita dapat mengurangi beban penyakit (burden of disease) dari stroke, penyakit jantung, serta penyakit paru akut dan kronik, baik dalam bentuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru, maupun asma bronkial.

Perlu pula kita ketahui bahwa kualitas udara jelas berhubungan dengan perubahan cuaca dunia serta ekosistem global. Banyak pemicu polusi udara juga merupakan sumber terjadinya emisi gas rumah kaca (greenhouse gas emissions). Karena itu, kebijakan dan program untuk mengendalikan polusi udara bukan saja akan berdampak pada penanggulangan beban penyakit akibat polusi udara, tapi juga memberi sumbangsih kepada mitigasi jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan cuaca (climate change). Tegasnya, memperbaiki kualitas udara akan memberi manfaat pada kesehatan, lingkungan, dan pembangunan secara keseluruhan.

Cek Artikel:  Maksud Strategis Debat Capres

 

Yang perlu kita lakukan

Setidaknya ada lima hal yang perlu dilakukan masyarakat sehubungan dengan sedang tingginya kadar polutan di udara. Pertama, sedapat mungkin membatasi aktivitas fisik berat di daerah di mana polusi udara memang sedang tinggi, misalnya di jalan macet dan lain-lain. Tentu, hal ini tidak mudah dilakukan, tetapi setidaknya perlu jadi perhatian kalau dimungkinkan. Terdapat juga pertanyaan tentang masker. Memang masker tidak sepenuhnya dapat mencegah polutan udara masuk ke paru, tetapi setidaknya dapat membantu, selain juga mencegah penularan penyakit lain.

Dalam hal ini, artikel Media Indonesia 15 Juni di atas mengutip pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang memperingatkan agar warga mengurangi aktivitas di luar rumah. Hal ini ditujukan utamanya pada kelompok rentan, “Kami mengimbau seluruh masyarakat agar mengurangi aktivitas di luar rumah terutama bagi balita, usia lanjut, dan yang memiliki riwayat kesehatan kurang baik.” Selain itu, kelompok rentan yang masih harus bepergian ke luar rumah dianjurkan menggunakan masker.

Hal kedua, bagi warga masyarakat yang memang sudah punya penyakit kronis baik di sistem pernapasan maupun yang lain, maka ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, kalau memang selama ini ada obat yang harus rutin dikonsumsi maka ingatlah untuk mengonsumsinya sesuai aturan yang ada. Kedua, kalau ada perburukan dan keluhan tambahan (serangan asma, misalnya) maka segera gunakan obat yang memang sudah dianjurkan untuk mengatasi perburukan keluhan. Dan, bila keluhan tidak teratasi, berkonsultasilah ke petugas kesehatan.

Hal ketiga yang perlu kita semua lakukan ialah selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, apalagi di situasi sedang tinggi polusi udara sekarang ini. Lakukanlah kebiasaan CERDIK (Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap rokok dan polusi lainnya; Giat beraktivitas fisik dan olahraga; Diet makanan yang bergizi dan seimbang; Istirahat yang cukup; dan Kelola stres).

Cek Artikel:  Panggilan Padjadjaran Penyelenggara Negara Harus Junjung Kejujuran

Lewat, hal keempat, dengan sedang adanya polutan di udara, maka jangan dengan sengaja menambah polusi lain masuk ke paru dan saluran napas kita. Tegasnya, janganlah merokok. Kebetulan beberapa hari yang lalu, 31 Mei, adalah Hari tanpa Tembakau Sedunia atau World No Tobacco Day. Maka, akan baik kalau sedang terjadinya polusi udara di Jakarta sekarang ini menjadi momentum para perokok untuk berhenti merokok.

Kita tahu semua bahwa merokok memang membahayakan kesehatan, apalagi kalau ditambah dengan mengisap polusi udara pula. WHO juga mengatakan bahwa polusi udara bukan hanya terjadi di udara bebas, tetapi juga di dalam ruangan, yang antara lain karena merokok, baik dampak pada perokok aktif maupun orang di sekitarnya, termasuk anak-anak yang kita cintai bersama.

Hal kelima yang perlu kita lakukan dengan terjadinya polusi udara ini ialah masyarakat perlu terus bersuara dan menyerukan supaya pemerintah segera melakukan kebijakan-kebijakan penting untuk mengendalikan polusi udara di Jakarta, juga di Indonesia. Buat perkotaan, maka polusi umumnya dapat terjadi karena dampak asap kendaraan bermotor, polusi industri, dampak dari daerah sekitar, dll.

Pemerintah perlu terus menyediakan dan menyosialisasikan transportasi umum yang nyaman, juga harus ada upaya keras untuk mengatasi kemacetan karena tentu kemacetan juga berdampak pada polusi udara. Secara umum, diharapkan agar pemerintah di berbagai tingkatan dapat membuat program pengendalian udara dengan target yang jelas, serta ada target antaranya (interim targets), semuanya dengan target waktu yang jelas untuk setiap tahapan pencapaiannya.

Mungkin Anda Menyukai