Hidup Seimbang, Tips Mengatasi Stres, untuk Kesehatan Mental yang Lebih Bagus

Hidup Seimbang, Tips Mengatasi Stres, untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik
Dr. Hesty Novitasari, SpKJ. Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, RSUD dr. Mohammad Soewandi, Surabaya(Dok Pribadi)

ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) mengonseptualisasikan kesehatan mental sebagai kondisi kesejahteraan di mana individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya. Elemen-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental yaitu genetik, pengalaman traumatis, isolasi sosial, ketidaksetaraan sosial ekonomi, stres dan tekanan hidup. 

Stres merupakan masalah umum yang kerap terjadi di kehidupan masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga usia lanjut. Pada usia dewasa, terbanyak usia 35 tahun, dan perempuan lebih banyak mengalami stres daripada laki-laki, karena perempuan menekan kebutuhan biologisnya secara lebih ketat, apalagi tidak didukung oleh coping mechanism yang baik. 

Coping mechanism adalah strategi yang membantu orang mengatasi stres dan emosi tidak nyaman. Mekanisme koping ini dapat berupa reaksi emosional, perilaku, atau pola pikir yang digunakan individu. Tujuannya untuk mengurangi ketegangan dan mengatasi masalah yang dihadapi. 

Cek Artikel:  Nutrisi Seimbang, Kunci Sehat Puasa Ramadan

Baca juga : Akibat Judi Online terhadap Kesehatan Mental Menjadi Bahaya Laten

Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai gangguan, baik pada kesehatan fisik maupun mental, seperti cemas, depresi dan mania, yang mengganggu aspek kehidupan. Gejala-gejala cemas antara lain ketegangan motorik (gemetar, gelisah, nyeri kepala, bahu sakit), hiperaktivitas otonomik (sesak nafas, jantung berdebar, keringat sangat banyak, mual muntah), dan kewaspadaan berlebihan (mudah terkejut, irritable, sulit tidur). 

Gejala-gejala depresi yaitu mood depresi, kehilangan minat dan rasa senang, merasa tidak bertenaga, perubahan pola tidur dan makan, merasa bersalah dan tidak percaya diri. Gejala klinis Mania yaitu mood yang elevasi (euphoric), ekspansif dan irritable. 

Mania pada remaja, tanda-tanda yang bisa menyertai yaitu psychosis, penyalahgunaan alkohol atau zat lain, percobaan bunuh diri, masalah di sekolah, OCD (Obsessive Compulsive Disorder), keluhan somatik yang banyak, bertengkar, dan tingkah laku antisosial. Demi penyakit-penyakitnya bisa didiagnosis banding sebagai Bipolar, gangguan kepribadian antisosial, dan skizofrenia.

Cek Artikel:  Sistem Pemilu Separuh Hati

Baca juga : Yuk Nikmati Mindfulness, Menikmati Loyalp Momen Hidup

Gangguan mental, seperti depresi dan cemas (neurosis), sangat lazim di seluruh dunia dan merupakan kontributor utama terhadap morbiditas, disabilitas, dan kematian dini. Neurosis berat bisa menyebabkan tentamen suicide dan kecelakaan, bahkan efek jangka panjang bisa menimbulkan gangguan-gangguan kardiovaskuler, saluran nafas dan saraf yang meningkat, serta adanya kesulitan terapi yang disebabkan karena takut kecanduan dan ketidakteraturan minum obat.

Penyakit-penyakit gangguan mental antara lain Reaksi Stress Sayat, Gangguan Penyesuaian, Gangguan Stres Paska Trauma (PTSD), Disosiatif/ konversi, Trans/ kesurupan, Gangguan Somatoform (keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang berulang, permintaan pemeriksaan medik dengan hasil negatif, menyangkal keterkaitan faktor psikis terhadap keluhan), Fobia, Panic Attack, Gangguan Cemas Menyeluruh, Gangguan OCD. 

Cek Artikel:  Memampukan Desa Bertransformasi untuk Indonesia Maju 2045

Upaya untuk meningkatkan kesehatan mental yaitu mengatur pola hidup sehat, menjaga hubungan sosial, menghargai diri sendiri, menurunkan stres, menetapkan tujuan yang realistis, positif thingking, membatasi gadget dan medsos, meminta bantuan terutama profesional, membantu orang lain dan tertawa. 

Terapi-terapi yang diberikan yaitu psikoterapi suportif (katarsis, persuasif, negosiasi, dan jaminan keamanan untuk pasien), dimana terapis akan memberikan dorongan untuk memperkuat coping mechanism dan mengurangi kecemasan; sleep hygiene, evaluasi diagnosis yang lengkap; rencana terapi yang juga memperbaiki kualitas hidup pasien; rawat inap; terapi psikososial; serta farmakoterapi. 

Konklusi yang bisa diambil bahwa peran dukungan sosial, dengan memiliki support system yang kuat dapat memberikan dorongan, harapan, dan rasa pemberdayaan, bahkan dapat membantu mencegah atau mengurangi efek penyakit mental. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai