OJK Cabut Izin Usaha BPRS Mojo Artho di Mojokerto, Biaya Nasabah Dijamin Kondusif

Liputanindo.id SURABAYA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho yang berlokasi di Kota Mojokerjo, Provinsi Jawa Timur.

Pencabutan izin usaha ditetapkan OJK karena mempertimbangkan pengelolaan BPRS Mojo Artho yang beralamat di Jalan Mojopahit Nomor 382 Kelurahan Miji Kecamatan Kranggan. Kota Mojokerto, tidak sesuai dengan dasar prinsip kehati-hatian.

“Pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” kata Kepala OJK Provinsi Jawa Timur,  Giri Tribroto melalui keteranangannya di Surabaya, Sabtu (27/1/2024).

Pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho dilakukan melalui Keputusan Member Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-13/D.03/2024 tanggal 26 Januari 2024 tentang Pencabutan Izin Usaha PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) terhitung sejak tanggal 26 Januari 2024.

Cek Artikel:  Asal Usul, Sejarah, dan Pergerakan Harga Pertalite

Giri menjelaskan sebenarnya BPRS Mojo Artho sejak 19 November 2020 telah ditetapkan sebagai BPRS Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.19/POJK.03/2017 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.56/SEOJK.03/2017 masing-masing tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.32/POJK.03/2019 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.5/SEOJK.03/2020.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 16C ayat (1) dan ayat (4) Klaster Kukuhitas Sistem Keuangan serta Pasal 325 Undang-Undang Nomor 4 Mengertin 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), status pengawasan BPRS Mojo Artho ditegaskan menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP).

Hal tersebut disebabkan kondisi BPRS Mojo Artho yang terus memburuk karena pengelolaan BPRS yang tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian.

Cek Artikel:  Mentan Ajak Pengusaha Tionghoa Terlibat Program Cetak Sawah di Merauke

Penetapan status tersebut bertujuan agar Pengurus/Pemegang Absaham melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi BPRS Mojo Artho. Tetapi upaya penyehatan yang dilakukan oleh Pengurus/Pemegang Absaham tidak dapat mengeluarkan BPRS Mojo Artho dari status pengawasan BDP.

Mempertimbangkan kondisi keuangan BPRS Mojo Artho yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka berdasarkan Pasal 16E ayat (1) Klaster Kukuhitas Sistem Keuangan UU P2SK, pada tanggal 12 Januari 2024 BPRS Mojo Artho ditetapkan sebagai Bank Dalam Resolusi (BDR) dan sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 angka 6 Klaster Lembaga Penjamin Simpanan UU P2SK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjalankan wewenangnya untuk mengambilalih pengelolaan BPRS.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner LPS Nomor 26/ADK3/2024 Copot 22 Januari 2024, LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPRS Mojo Artho.

Cek Artikel:  Permenperin 6/2024 Upaya Bangun Industri Elektronik Nasional

Menindaklanjuti rekomendasi LPS tersebut, OJK berdasarkan POJK Nomor 28 Mengertin 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah, melakukan pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho.

Dengan pencabutan izin usaha BPRS, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Mengertin 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU P2SK.

“OJK mengimbau nasabah PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPRS dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Giri. (HAP)

Mungkin Anda Menyukai