Duka Paskibraka

KESEDIHAN mendalam dialami tiga calon Laskar Pengibar Bendera Pusaka Nasional (Capasnas) 2023, yaitu Doni Terjaminsyah asal SMAN I Unaaha, Sulawesi Tenggara; Nanda Maulidiya asal SMAN 8 Kota Ternate, Maluku Utara; dan Muhammad Fabian Alvaro asal SMA Al Azhar 14 Semarang, Jawa Tengah. Mereka diganti mendadak menjelang keberangkatan untuk mengikuti karantina pendidikan dan latihan tingkat nasional bersama para siswa dari berbagai daerah lain pada 15-23 Juli 2023 di Jakarta.

Perjuangan para siswa terbaik ini tidak mudah. Mereka harus mengikuti berbagai seleksi dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, hingga tingkat provinsi. Anehnya, begitu nama mereka ditetapkan di tingkat provinsi, tiba-tiba berubah. Berbagai macam alasan disampaikan pihak panitia sehingga mereka harus gigit jari menjadi Paskibraka tingkat nasional. Mereka harus mengubur impian bisa mengibarkan duplikat bendera pusaka merah putih dalam upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini di Istana Merdeka, Jakarta, pada 17 Agustus 2023.

Aksi Paskibraka akan disaksikan oleh Presiden, Wakil Presiden, anggota Kabinet Indonesia Maju, dan para tamu undangan, juga oleh jutaan rakyat Indonesia yang menonton via siaran langsung televisi nasional. Pencapaian untuk menjadi Paskibraka adalah impian anak muda Indonesia, para siswa berprestasi di sekolah. Tak hanya prestasi akademik, calon anggota Paskibraka harus memiliki kondisi jasmani dan rohani yang sehat, kepribadian (akhlak) yang baik alias tidak tercela, kemampuan baris berbaris, dan memiliki wawasan kebangsaan yang paripurna.

Cek Artikel:  Makan Bergizi tanpa Korupsi

Paskibraka memiliki berbagai payung hukum, yakni Peraturan Presiden No 5 Mengertin 2022 tentang Program Paskibraka, Peraturan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila No 3 Mengertin 2022 tentang Peraturan Penyelenggaraan Perpres No 51 Mengertin 2022 tentang Program Paskibraka, dan Peraturan Menteri Olahraga (Permenpora) No 14 Mengertin 2017 tentang Perubahan atas Permenpora No 0065 Mengertin 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Paskibraka.

Program Paskibraka tidak sekadar menaikkan bendera merah putih. Berdasarkan Perpres No 5/2022, program tersebut merupakan bagian dari upaya pengarusutamaan Pancasila, pembinaan ideologi Pancasila secara terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan. Seusai menjadi Paskibraka, baik tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional, mereka mendapat gelar Duta Pancasila.

Duta Pancasila berkewajiban memegang teguh konsensus berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, serta menjadi teladan dalam pengarusutamaan Pancasila di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, mereka harus rela berkorban untuk kepentingan bangsa, di lingkungan organisasi, komunitas, dan masyarakat di berbagai bidang. Pada saat pengukuhan, calon Paskibraka wajib mengucapkan Ikrar Putra Indonesia untuk setia kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal lka.

Meski program Paskibraka memiliki tujuan sangat mulia untuk generasi muda, sang penerus bangsa, dalam pelaksanaannya acapkali ditemukan dugaan praktik lancung, seperti penggantian calon Paskibraka secara mendadak. Padahal, sang calon sudah mengikuti seleksi dari awal secara saksama dan berjenjang.

Cek Artikel:  Merinding JIS

Selain penggantian secara mendadak, kasus lain yang pernah mencuat ialah dugaan kekerasan dalam pelatihan, seperti yang dialami anggota Paskibraka asal Tangerang Selatan, Aurellia Quratu Aini. Siswi kelas XI MIP 3, SMA Al Azhar BSD itu diduga mengalami kekerasan oleh seniornya hingga mengembuskan napas terakhir. Eksis juga kasus kekerasan atau pelecehan seksual yang dialami Paskibraka.

Praktik patgulipat dalam proses seleksi Paskibraka hingga kekerasan dalam pelatihannya harus ditinggalkan. Program Paskibraka harus memiliki perspektif perlindungan anak. Buat mencetak Paskibraka yang tangguh tidak mesti dengan kekerasan. Budaya kekerasan dalam pelatihan hanya akan menciptakan budaya kekerasan selanjutnya dari senior ke junior. Penyelenggara Paskibraka harus menyadari bahwa mereka akan mencetak Duta Pancasila. Mereka adalah para pengawal Pancasila. Mereka diharapkan menjadi teladan yang mampu mengomunikasikan nilai-nilai falsafah bangsa kepada rekan seusia khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Cek Artikel:  Korupsi yang tak Tewas-Tewas

Paskibraka bisa menjadi program menciptakan generasi emas menuju usia seratus tahun atau Indonesia Emas pada 2045. Generasi yang tangguh, inovatif, adaptif, berkepribadian bangsa, dan memegang prinsip-prinsip kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI). Karena itu, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) selaku penyelenggara program Paskibraka harus membuat terang lorong gelap program yang menjadi impian anak-anak muda Indonesia itu. Penyelenggaraan program tersebut harus berbasiskan prinsip good governance, yakni transparan, akuntabel, dan partisipatif. Jangan ada lagi duka-duka Paskibraka yang terpilih.

Membangun generasi emas hari ini adalah investasi untuk masa depan bangsa. Idealisme anak muda Indonesia harus dibangkitkan. Imajinasi mereka tentang Indonesia masa depan pun harus ditumbuhkan. “Makin redup idealisme dan heroisme pemuda, makin banyak korupsi,” kata Soe Hok Gie, aktivis keturunan Tionghoa-Indonesia di era Orde Lamban. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai