KITA hidup di era cepat berubah dengan teknologi berkembang pesat yang membuat dunia lebih terhubung daripada sebelumnya (Iyengar, Caman, xx). Sementara itu, krisis lingkungan semakin memburuk, menambah tingkat ketidakpastian untuk masa depan, yang secara mendalam memengaruhi pendidikan. Karena itu, kita harus mendidik siswa agar siap dan mampu beradaptasi dengan situasi ini.
Keberlanjutan tidak hanya dicapai melalui teknologi, kebijakan, atau keuangan, tapi juga perubahan pandangan, gaya hidup, dan tindakan individu. Inilah sebabnya pendidikan bermutu mengenai pembangunan berkelanjutan (PB) penting untuk semua lapisan masyarakat. Pendidik memiliki peran kunci dalam menerapkan pendidikan pembangunan berkelanjutan (PPB) sehingga perlu menguasai konsep-konsep terkait PPB dan mengintegrasikannya dengan praktik pendidikan PB (Rieckmann, Barth, 2022:19).
Tetapi, persiapan pendidik untuk melaksanakan PPB belum memadai dan harus difokuskan pada bantuan pendidik dalam hal materi dan metode pembelajaran. Itulah mengapa prioritas aksi di area tiga program UNESCO ESD for 2030 berfokus pada pengembangan kompetensi pendidik sebagai agen perubahan untuk mempromosikan PPB dan mengintegrasikannya dalam pendidikan dan pelatihan untuk anak-anak, guru, dan pelatih di pendidikan dasar, menengah, dan kejuruan (UNESCO 2020; Rieckmann, Barth, 2022: 20).
Sustainabilitas dan pembangunan berkelanjutan
Sustainabilitas berasal dari bahasa Latin sustinae, yang artinya memegang, bertahan, atau mempertahankan. Istilah ini mengacu pada kemampuan suatu sistem untuk bertahan dan mempertahankan eksistensinya serta reproduksi jangka panjang (Govindarajan, 2015; Borowy, 2014). Sustainabilitas sering diartikan sebagai upaya memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang (Brundtland, 1987).
Pengertian ini menjadi landasan bagi berbagai upaya dalam bidang sustainabilitas di seluruh dunia (Change, Kidman, Wi, 2020). Sustainabilitas juga berhubungan dengan kesiapan dan kemampuan masyarakat untuk mempertahankan vitalitas, integritas, dan kelayakan jangka panjang (Brinia & Davim, 2020: 20).
Ide PB bukan hal baru. Tetapi, cara pemahaman, refleksi, penanaman, dan implementasinya mungkin merupakan pendekatan yang baru. PB mewakili pemahaman bahwa dunia alam dan dunia sosial manusia saling terkait. Ini ialah proses untuk melihat kehidupan kita sebagai entitas yang luas. Menyaksikan dunia dan kehidupan manusia membutuhkan pandangan yang holistik, pemahaman bahwa orang dapat memiliki perspektif, nilai, filsafat, tujuan, dan ambisi yang berbeda. Dunia ini kompleks, dan terfragmentasi (Blewitt, 2018).
Konsep dasar PB adalah komitmen untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan generasi mendatang, yang diakui dan dikembangkan oleh Komisi Brundtland melalui laporan Our Common Future (Brundtland, Khalid, Agnelli, Al-Athel, & Chidzero, 1987; Sætra, 2022). Dalam mencapai PB, perlu mempertimbangkan tiga dimensi utama: lingkungan, sosial, dan ekonomi (Sætra, 2022).
Sustainabilitas personal
Reiner Manstetten menjelaskan bahwa aspek personal ialah salah satu kondisi eksternal dari PB (Parodi, Wendack, Tamm, 2018: 191). Aspek ini mencakup pandangan kualitatif terhadap situasi internal dan kondisi internal yang membentuk pengalaman, persepsi, dan jangkauan tindakan manusia (Parodi, Tamm, 2018: 5).
Sustainabilitas personal (SP) berkaitan dengan manusia, pola perilaku pribadi, keadaan internal, serta persepsi, pemikiran, emosi, kebiasaan, dan konsep diri yang erat hubungannya dengan pembangunan berkelanjutan atau sebaliknya. SP ialah kemampuan menjalani hidup dengan cara yang mendukung kelangsungan hidup diri sendiri dan lingkungan sekitar (Parodi, Tamm, 2018: 4, 5).
Interaksi antara SP dan PB dapat dipahami melalui tiga aspek: pertama, SP adalah bagian integral dari PB. Kedua, SP merupakan prasyarat untuk PB. Mengabaikan aspek personal dapat memperlambat kemajuan transformasi menuju keberlanjutan (Parodi, Tamm, 2018). Ketiga, SP juga merupakan tujuan dalam diri PB. SP adalah nilai yang bukan instrumen. Karena itu, penting untuk memastikan bahwa manusia tidak dijadikan sebagai instrumen; jika manusia diperlakukan sebagai instrumen, otonomi dan kebebasan manusia akan terganggu demi keberlanjutan (Parodi, Tamm, 2018). Pemikiran filosofis dari zaman dahulu menggambarkan bahwa kemampuan untuk memahami diri sendiri, panduan diri, dan pengetahuan diri ialah fondasi bagi kehidupan yang baik yang membawa SP.
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan
Pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk kesadaran, nilai, sikap, keterampilan, dan perilaku sejalan dengan PB serta memungkinkan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan. Pendidikan, baik formal maupun nonformal, berperan penting dalam mengubah sikap individu untuk mengatasi isu-isu PB (Agenda 21 – Rio, Change, Kidman, Wi, 2020).
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (PPB) ialah proses belajar untuk membuat keputusan yang mempertimbangkan masa depan jangka panjang terkait ekonomi, ekologi, pembangunan yang adil, dan pengembangan budaya. PPB memungkinkan individu untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan kompetensi yang mendukung tindakan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup saat ini tanpa merusak lingkungan bagi generasi mendatang (Besong, Holland, 2015).
PPB juga membekali individu dengan kompetensi untuk membuat keputusan dan pilihan perilaku yang lebih berkelanjutan, mempertimbangkan efek jangka panjang dari tindakan manusia terhadap lingkungan, dan mendorong keragaman budaya, pertumbuhan ekonomi yang adil, ramah lingkungan, serta keadilan sosial (Scoullos, 2010).
PPB mendorong perjuangan etis untuk mengubah pengetahuan menjadi kekuatan bagi misi kemanusiaan (Nikolopoulou, Mirbagheri, Abraham: 2010). Lebih lanjut, PPB secara mendasar terkait dengan nilai dan sikap hormat terhadap generasi mendatang dan masa lalu, menghargai perbedaan dan keragaman, serta menghormati lingkungan dan sumber daya alam. Pendidikan harus mendorong individu untuk memahami diri sendiri dan orang lain serta hubungan mereka dengan lingkungan alam dan sosial.
PPB harus mendorong dan membangkitkan sikap dan perilaku yang didasarkan pada prinsip keadilan, tanggung jawab, dan dialog (Scoullos, 2010). PPB akan membekali individu dengan pengetahuan dan keterampilan terkait PB, meningkatkan kompetensi mereka, dan memberikan kesempatan untuk menciptakan kehidupan yang sehat dan produktif yang ramah lingkungan serta memperhatikan nilai-nilai sosial, keadilan gender, dan keragaman budaya (Scoullos, 2010).
PPB mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan sebagai agen perubahan dan mengatasi tantangan dunia nyata melalui penyelidikan mendalam dengan cara yang melebihi sekadar fakta sebagai bentuk sentral pengetahuan (Redman, 2013). Terdapat tiga pendekatan yang diterapkan dalam PPB, yaitu belajar dari dunia nyata, pemecahan masalah secara kritis, dan belajar aktif dan belajar dari pengalaman (Redman, 2013). Walallahu ‘alam