Ini Tips untuk Mengatasi Doom Spending

Ini Tips untuk Mengatasi Doom Spending
Ilustrasi(Freepik)

PSIKOLOG Novi Poespita Candra mengingatkan perilaku doom spending atau belanja berlebihan bisa membahayakan kalau segera tidak disadari dan diatasi.

Menurut psikolog dari Universitas Gadjah Mada itu, orang yang melakukan doom spending biasanya sedang stres, cemas, bosan, atau kesepian.

“Doom spending jika tidak disadari maka akan sangat berbahaya. Orang yang melakukan doom spending biasanya sedang mengalami stres, kecemasan, kebosanan, atau bahkan kesepian,” katanya, dikutip Sabtu (12/10).

Baca juga : Burnout di Tempat Kerja? Ini Solusinya Menurut Sang Spesialis

Orang yang berbelanja secara impulsif dan berlebihan, menurut dia, biasanya ingin mendapatkan kebahagiaan dengan mencari kesenangan atau kepuasan sementara.

Orang yang demikian mungkin menjadikan kesenangan dari perilaku yang demikian sebagai penutup rasa sakit atau masalah yang sedang dihadapi.

Cek Artikel:  Berapa Ukuran Gula Yang Pas Demi Dikonsumsi Anak Dalam Sehari

Tetapi, kondisi ini juga bisa membuat orang ingin terus melakukan tindakan-tindakan yang membuat mereka sedang dan merasakan kepuasan.

Baca juga : Sering Dianggap Sama, Apa Sih Perbedaan Antara Psikolog dan Psikiater?

Oleh karena itu,Novi menyarankan orang yang terindikasi melakukan doom spending untuk melatih diri agar menemukan kebahagiaan dan ketenangan dengan cara yang sehat.

“Insan yang bahagia bukan yang selalu senang, tapi yang punya kecerdasan memaknai dengan positif setiap peristiwa, baik senang ataupun
sedih,” katanya.

Novi menyampaikan kebahagiaan bisa hadir saat melakukan hal baru atau mempelajari hal baru. Pencapaian dalam melakukan aktivitas dan kegiatan pembelajaran baru bisa menghadirkan kebahagiaan.

Baca juga : Psikolog: Sulitnya Situasi Ekonomi Pengaruhi Bilangan Kekerasan pada Anak

Menurut dia, interaksi dan hubungan baik dengan keluarga dan teman serta kegiatan sosial juga bisa mendatangkan kebahagiaan.

Cek Artikel:  Housekeeper Indonesia Bisa Bertanding secara Dunia

Kesenangan dan kepuasan yang hadir secara alami melalui kegiatan-kegiatan semacam itu akan lebih bermakna.

“Apabila manusia bisa menemukan kebahagiaan sejati dengan kesadaran diri maka ia tidak akan mencari kesenangan dengan cara mengejar kehedonan dengan dopamine hit,” kata Novi.

Baca juga : Ini Tips Agar Anda Dapat Membatasi Diri dalam Mengikuti Tren Hiburan

Dopamine adalah neurotransmitter, yang mengirimkan pesan dari satu sel syaraf ke sel syaraf yang lain. Peran senyawa kimia ini dalam fungsi otak mencakup kontrol gerakan, emosi, pembelajaran, memori, dan penyelesaian masalah.

Kadar dopamine yang tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam mengendalikan impuls. Akibatnya, seseorang mungkin mengambil tindakan yang kemudian disesali atau melakukan tindakan agresif. 

Cek Artikel:  Server Partisipasi Sehat Kemenkes Down Akibat Penolakan Kebijakan Kemasan Rokok Tanpa Merek

Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia A Kasandra Putranto menyampaikan bahwa tampilan iklan dan konten di platform media sosial dapat memicu perilaku konsumtif.

“Platform e-commerce dan iklan digital dapat mendorong konsumerisme digital,” kata Kasandra.

Dia mengemukakan perlunya mengenali pemicu emosional yang membuat orang berbelanja secara impulsif dan berlebihan, termasuk membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak diperlukan.

Guna mencegah perilaku belanja yang impulsif dan berlebihan, dia melanjutkan, orang juga perlu menetapkan batasan dan prioritas pengeluaran serta mencari cara untuk mengelola stres dan emosi.

“Tetapkan batasan pengeluaran berdasarkan prioritas dan pastikan memiliki dana darurat untuk menghadapi situasi yang tidak terduga,”
katanya.

“Cari bantuan profesional jika merasa tidak bisa mengelola stres dan emosi diri sendiri,” pungkasnya. (Ant/Z-1)

Mungkin Anda Menyukai