Aliansi Masyarakat Jawa Barat Kecam Tindak Kekerasan Aparat saat Unjuk Rasa di DPRD

Aliansi Masyarakat Jawa Barat Kecam Tindak Kekerasan Aparat saat Unjuk Rasa di DPRD
Mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan kantor DPRD Jawa Barat(MI/SUGENG )

ALIANSI Masyarakat Jawa Barat mengecam kekerasan yang dilakukan aparat pada saat unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, beberapa waktu lalu.

Aksi itu digelar untuk memprotes upaya Badan Legislasi DPR yang  menganulir putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.

“Demonstrasi masyarakat sipil di Bandung, sejatinya bagian dari puncak kemuakan atas rentetan praktik penghancuran demokrasi,” ujar Ketua BEM Universitas Islam Bandung, Ramdan.

Baca juga : Penuhi Tuntutan Apdesi, DPR RI akan Perjuangkan Revisi UU Desa

Menurut dia, banyak sekali kekerasan oleh pihak kepolisian yang menyebabkan pembungkaman  masyarakat sipil. Demokrasi sebenarnya adalah sebuah sikap, yang dirindukan dalam konteks demokrasi  memperoleh pandangan dari pemimipin.

“Kami ke DPRD ingin ngobrol dengan seluruh pimpinan DPRD Jabar, namun sampai malam tidak ada yang menemui massa aksi,” ungkapnya.

Cek Artikel:  Tingkatkan Elektabilitas, Farhan Harus segera Menemukan Kekasih di Pilkada Kota Bandung

Menurut Ramdan, dalam laporan sementara Aliansi Masyarakat Sipil Jabar
hingga Jumat malam, diduga korban kekerasan mencapai ratusan orang. Begitu demonstrasi hari Kamis (22/8) misalnya, korban yang sempat dievakuasi ke kampus Unisba mencapai 16 orang.

Baca juga : Personil Komisi VI DPR RI: Investasi Jangan Tamat Korbankan Rakyat

Dalam laporan lainnya, sebanyak 7 orang dilarikan ke rumah sakit. Sekira 25 orang ditangkap polisi dan sebanyak 2 orang, diduga jadi korban penyanderaan kendaraan.

“Jumlah korban di hari Jumat (23/8) justru semakin bertambah. Sekeliling
100 orang diduga jadi korban kekerasan. Sebanyak 88 orang diketahui
mengalami luka-laku dan 1 orang harus dilarikan ke rumah sakit. Eksis 12
orang lainnya yang ditangkap polisi,” tandasnya.

Cek Artikel:  TMII dan PosIND Sepakati MoU Pengembangan Museum Prangko

Ramdan menambahkan, penyiksaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ketika aksi demonstrasi di Kota Bandung adalah tindakan pelanggaran hukum dan melanggar peraturan internal Kapolri sendiri.
 
Dalam peraturan Kapolri Nomor 1 Mengertin 2009, jelas disebutkan bahwa pihak kepolisian tidak boleh terpancing, tidak boleh arogan, tidak boleh melakukan kekerasan, bahkan di saat situasi kerumunan massa tidak
terkendali.

Baca juga : Ratusan Mahasiswa Unjuk Rasa Kenang Tragedi Urumqi 2009 di Jakarta

Pihaknya mengutuk tindakan brutal polisi terhadap masyarakat sipil di
Kota Bandung. Buat itu, Aliansi Masyarakat Jabar mengecam segala bentuk represivitas aparat, mendesak Kapolri mengevaluasi perilaku dan tindakan brutal anak buahnya dalam menghadapi aksi massa, serta mendesak semua pihak terutama kepolisianmenghormati kerja-kerja
jurnalis termasuk persmasesuai UU Pers.

Cek Artikel:  Kejutan, Pegawai Alih Daya Pemkot Tasikmalaya Terima Biaya Pensiun Rp7,8 Miliar

Sementara itu Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Iqbal T
Lazuardi, menyayangkan apa yang dilakukan oleh polisi kepada
wartawan Pikiran Rakyat (PR), usai meliput unjuk rasa. “Kami sayangkan. Dalam UU Pers secara jelas dilarang jurnalis dihalangi
apalagi ini sampai mendapat kekerasan. AJI mendapatkan 6 laporan dari media, ketika mereka sedang melakukan peliputan diintimidasi dengan kata-kata mengancam.”

 

Mungkin Anda Menyukai