Liputanindo.id JAKARTA – “Saya suka Anies. Saya suruh beberapa santri riyadhoh agar Anies menang. Bilang sama Anies untuk selalu bersabar. Jangan melawan,” Mbah Moen
Oleh Tonny Rosyid
Baca Juga:
Mengenal JAKI, Super Apps yang Disebut Anies Baswedan dalam Debat Pilpres 2024
SUATU ketika, Kang Muhlisin, anggota DPR PPP saat itu telepon saya. Bilang: Mbah Moen (panggilan akrab K.H. Maemoen Zubair) suka Anies. Beliau minta sejumlah santri Al-Anwar untuk riyadhoh agar Anies menang di Pilgub DKI Jakarta 2017. Nggak gratis. Mbah Moen kasih uang untuk para santri yang riyadhoh itu. Begitulah Mbah Moen, juga umumnya para ulama Sarang, selalu menghargai keringat dan tenaga orang lain. Meskipun mereka adalah santri sendiri.
Cerita yang sama diulang Kang Muhlisin saat jumpa saya. Beliau bahkan bersumpah “wallah”, bahwa cerita itu benar. Tanpa sumpah pun saya sudah percaya. Alasan, Kang Muhlisin ini santri yang boleh dibilang paling dekat dengan Mbah Moen. Itu lantaran khidmat beliau ke Mbah Moen dan keluarga ulama Sarang luar biasa. Dekat nggak bisa dicari tandingannya. Kalau ini, saya menyaksikannya sendiri. Total waktu, tenaga, dan segalanya. Saya jauh dari mampu melakukan seperti yang beliau lakukan.
Beliau persis satu kelas di atas saya ketika kami sama-sama sekolah di Madrasah Ghazaliyah Sarang. Madrasah untuk para santri Sarang. Dimanapun pesantrennya, sekolahnya di Madrasah Ghazaliyah.
Gus Baha’, mubalig Youtube yang lagi viral dan terkenal alimnya itu, beberapa kelas di atas kami. Gus Baha’ lebih senior. Kata lain dari “lebih tua” dari kami.
Cerita Kang Muhlisin ini sampai ke saya beberapa pekan setelah Pilgub DKI 2017 selesai. Dugaan saya, Anies dan timsesnya nggak tahu cerita ini. Saya juga baru tahu ketika Kang Muhlisin cerita. Antusias lagi.
Beberapa bulan setelah itu, Mbah Moen telepon saya. Cukup lama. Durasi waktunya kurang lebih 20-30 menit. Di telepon, Mbah Moen menegaskan kesukaannya kepada Anies. Beliau bilang: “Saya suka Anies. Santri-santri, riyadhoh buat Anies. Ente bilang sama Anies: suruh sabar”. Itu diantara petikan dari nasehat Mbah Maemoen Zubair melalui saya.
Hingga suatu ketika, ada acara di Hotel Borobudur Jakarta. Mbah Moen adalah satu dari beberapa pembicara. Saya ditunjuk panitia jadi moderator. Kalau tidak keliru, tema seminarnya tentang menangkal bahaya terorisme.
Mbah Moen posisi duduknya persis di sebelah kiri saya. Sembari tangan kanan beliau pegang paha kiri saya, beliau bilang: “Saya suka Anies. Saya suruh beberapa santri riyadhoh agar Anies menang. Bilang sama Anies untuk selalu bersabar. Jangan melawan.”
Itu tentu hanya cuplikan. Yang beliau ungkap dan nasehatkan lebih dari itu. Tapi, intinya itu. Kalimat lain hanya penguat saja.
Kenapa cerita ini perlu saya ungkap? Pertama, agar para santri Sarang tidak ada yang benci kepada para politisi, termasuk kepada Anies. Kalau berbeda dalan politik, itu hal wajar. Nggak boleh ada kebencian. Mbah Moen tidak hanya positif thinking kepada Anies, bahkan beliau respek dan mendukung Anies. Kalau ada santri Sarang tidak mendukung Anies, itu hak demokrasi yang harus dihargai. Tapi, setidaknya tidak ikut-ikutan membenci dan termakan fitnah. “Jangan membenci orang yang dicintai guru dan kiaimu”. Itu pesan yang barangkali bisa kita ambil.
Kedua, berpolitik itu penting. Karena pemimpin itu lahir dari proses politik. Dan pemimpin itu menentukan nasib bangsa, dan juga nasib umat. Berpolitik bisa dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya zikir dan doa. Itu yang Mbah Moen lakukan ketika memberi dukungan kepada Anies di Pilgub DKI, yaitu dengan riyadhoh. Ini cara dan jalan yang positif. Allah penentu takdir, minta takdir yang terbaik dari Allah. Mbah Moen minta sama Allah agar Anies menang di Pilgub DKI saat itu. Doa Mbah Moen dikabulkan.
Ketiga, sabar. Ini nasehat Mbah Moen kepada Anies. Pandai menjadi nasehat Mbah Moen kepada kita semua, khusunya kepada para santri Sarang. Sabar, karena Allah suka hamba yang bersabar. Hidup memang penuh liku dan tantangan, terutama bagi pemimpin seperti Anies. Taatp perjuangan butuh kesabaran.
Mbah Moen juga bilang: “jangan ketemukan aku dengan Anies sekarang. Nanti saja”, kata Mbah Moen.
Mbah Moen sudah menghadap Allah SWT dengan tenang. Hari Selasa, di Makkah, dan musim haji. Ini sesuai dengan doa Mbah Moen sendiri. Kebetulan saya saat beliau wafat, juga ada di Makkah. Diberi mesempatan untuk menjenguk di rumah sakit, ke tempat disemayamkan, mensalatkan beliau di Masjid Haram, hingga dimakamkan di Ma’la. Kang Muhlisinlah yang mengazani saat di pemakaman di Ma’la. Suatu anugerah sendiri bisa mengantar hadratus Syeikh di akhir hayat beliau. Allahu Yarham. Semoga beliau bahagia di surga.
Saya tidak tahu, apakah Mbah Moen sebelum wafat, sudah sempat berjumpa langsung dengan Anies. Allahu A’lam. Semoga Anies, di sela-sela kesibukannya yang luar biasa saat ini, sempat membaca tulisan ini. (DID)
(Penulis adalah santri Pesantren Sarang)
Baca Juga:
Elektabilitas Kian Jeblok Usai Usung Cak Imin, Anies Ungkit Pilkada DKI