INDONESIA tengah menghadapi berbagai ancaman serius terhadap keberlangsungan demokrasinya, salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang secara arogan menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2025. Bukan hanya ketidaksepakatan, hal ini juga memunculkan pertanyaan komitmen DPR terhadap prinsip-prinsip dasar hukum dan demokrasi.
Ahli Komunikasi Politik Benny Susetyo yang akrab disapa Romo Benny menjelaskan gelombang protes besar-besaran di berbagai daerah merupakan reaksi dari dalamnya jurang ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi penjaga keadilan dan penegak demokrasi.
Baca juga : KPU Konsultasi dengan DPR terkait Putusan MK soal Pencalonan Kepala Daerah
Dalam konteks yang semakin memanas ini, KPU dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan kemandiriannya di tengah tekanan politik yang semakin intens.
Menurut Benny, sebagai lembaga independen, KPU seharusnya menjadi benteng terakhir yang melindungi demokrasi dari intervensi dan manipulasi politik.
“Tetapi, pertanyaan yang mendesak adalah apakah KPU mampu berdiri tegak, menjelaskan integritasnya, dan mengambil keputusan yang benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat, bukan sekadar kepentingan politik sempit yang berpotensi merusak fondasi demokrasi bangsa ini.
Realitas politik tak bisa dipisahkan dari permainan kekuasaan, yang sejatinya adalah inti dari setiap proses politik,” katanya.
Baca juga : Pelantikan Serentak Pilkada 2024 Harusnya Tunggu Sengketa di MK
Benny menuturkan kekuasaan tidak seharusnya menjadi milik segelintir elit yang memanipulasi sistem demi kepentingan sempit. Kekuasaan politik seharusnya menjadi instrumen yang dikelola secara adil, melibatkan berbagai pihak dengan beragam kepentingan.
“Rekanan kuasa ini, yang melibatkan individu, kelompok, dan lembaga, selalu berada dalam fluktuasi, mencerminkan dinamika politik yang kerap berubah,” ujarnya.
Dalam konteks ini, KPU berada di garis depan dengan mandat untuk mengawal demokrasi. KPU harus menyadari bahwa kekuasaan yang dipegangnya bukanlah alat bagi kepentingan kelompok tertentu, melainkan amanah yang harus digunakan untuk memperkuat dan memperbaiki demokrasi, tanpa kompromi terhadap intervensi eksternal yang mengancam integritasnya.
Baca juga : Jelang Pilkada, KPU Laksanakan Rekapitulasi Nasional PSU pada 25 Juli
“KPU harus menyadari bahwa penolakan DPR terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang final dan mengikat adalah manifestasi dari relasi kuasa yang timpang dan berbahaya. DPR, dengan kekuasaan yang dimilikinya, secara terang-terangan berupaya mengintervensi keputusan yang seharusnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh politik,” sambungnya.
“Dalam situasi ini, KPU harus berdiri tegak dan menunjukkan bahwa mereka memiliki otoritas serta integritas untuk menolak segala bentuk intervensi semacam itu. Dengan mematuhi keputusan MK sebagai hukum tertinggi yang harus dijunjung, KPU dapat memulihkan kepercayaan publik yang telah terkikis akibat berbagai bentuk intervensi politik yang merusak legitimasi demokrasi di Indonesia,” imbuhnya. (Z-8)
tidak Mau Ceroboh Bahas RUU Sisdiknas