Banjir Baja Impor dari Tiongkok Ancam Industri Baja Dalam Negeri

Banjir Baja Impor dari Tiongkok Ancam Industri Baja Dalam Negeri
Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten.(Antara)

PENELITI dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan kekhawatirannya banjir baja impor dari Tiongkok saat ini dapat menghancurkan industri baja dalam negeri.

“Jangan sampai industri baja kita pada akhirnya bernasib seperti industri tekstil pada hari ini. Di mana memang sangat sulit untuk memproduksi, karena sudah terkena gempuran impor yang cukup besar,” kata Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi di Indef Andry Satrio Nugroho, di Jakarta, Senin (7/10).

Kepada itu, katanya lagi, pemerintah diharapkan melindungi industri baja dalam negeri agar tidak bernasib seperti industri tekstil, yang hancur karena serbuan produk impor.

Baca juga : 11 Ribu Ton Baja tidak Ber-SNI Dimusnahkan Kemendag

Dia mengatakan menurunnya industri baja Tiongkok di dalam negeri akibat anjloknya permintaan domestik, membuka peluang negara tersebut untuk memperluas ekspor ke berbagai negara, termasuk Indonesia dengan harga sangat murah (dumping).

Cek Artikel:  PLN Niscayakan Enggak Terdapat Kenaikan Tarif Listrik April-Juni 2024

“Karena over supply tentu mereka akan mengarahkan atau mengekspor produksinya ke luar negara. Salah satu market yang cukup potensial untuk dipenetrasi adalah Indonesia,” katanya pula.

Oleh karena itu, menurut dia, perlindungan pemerintah terhadap baja dalam negeri sangat dibutuhkan, kalau tidak, industri baja di negeri ini bisa gulung tikar akibat gempuran baja impor.

Baca juga : Produsen Baja Dikucuri Investasi US$60 Juta dari International Finance Corporation

Negara-negara lain, katanya pula, sudah mengambil langkah-langkah protektif untuk melindungi industri baja dalam negeri seperti Amerika Perkumpulan, Uni Eropa, dan Kanada yang telah menerapkan Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan tarif tinggi terhadap produk baja Tiongkok.

“Banyak sekali instrumen-instrumen trade remedies yang diberikan di berbagai negara. Sedangkan Indonesia masih sangat sedikit perlindungannya,” katanya lagi.

Cek Artikel:  ADB Sebut Tiga Tantangan RI jadi Negara Berpenghasilan Tinggi pada 2045

Menurut dia, Pemerintah Indonesia perlu melakukan hal yang sama, seperti dalam bentuk safeguard atau dalam bentuk pengenaan Bea Masuk Antidumping (BMAD). “Dan juga, kita bisa dorong terkait dengan sertifikasi lainnya,” ujar Andry melalui sambungan telepon.

Baca juga : Pabrik Pipa Seamless Diproyeksikan Bisa Tekan Impor Baja

Andry mengingatkan, jika banjir baja impor dibiarkan, tidak hanya membuat industri baja dalam negeri gulung tikar sekaligus ancaman PHK massal, namun sektor usaha lain juga akan terimbas seperti para distributor baja serta industri lain yang terkait.

Perlindungan pemerintah terhadap industri baja, katanya lagi, akan berdampak positif pada iklim investasi. Apabila industri bisa tumbuh diharapkan pertumbuhan ekonomi ke depan juga bisa meningkat.

Cek Artikel:  Komitmen Kurangi Emisi, PLN Batalkan Kontrak 13,3 Gigawatt PLTU Batu Bara

“Dengan perlindungan pasar di dalam negeri, utilisasi produksi bisa meningkat. Ini bisa memberikan gairah kepada investor untuk masuk. Investor akan merasa bahwa selain pasar dalam negeri cukup besar, juga dari sisi kompetisi cukup baik. Jadi itu yang kita harapkan di Pemerintahan yang baru,” kata dia.

Baca juga : Industri Baja Nasional Serius Terapkan Prinsip Keberlanjutan

Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi (GRP) Fedaus menambahkan, industri baja tanah air berharap perlindungan dari pemerintah, apalagi industri ini merupakan tulang punggung pembangunan. “Pemerintah harus benar-benar serius melindungi dengan beberapa penerapan trade remidies,” katanya.

Dia menilai proses sunset review/perpanjangan untuk antidumping sangat lama, sehingga dikhawatirkan industri baja akan mengalami kehancuran sama seperti industri tekstil. (Ant/N-2)

 

 

Mungkin Anda Menyukai