Eks Dirut PT Timah Enggan Menjawab saat Dicecar Suburnya Tambang Liar

Eks Dirut PT Timah Enggan Menjawab saat Dicecar Suburnya Tambang Liar
Direktur Primer PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani(MI/Susanto)

Direktur Primer PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani kerap mengelak saat Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mencecar berbagai pertanyaan tentang penyebab banyaknya kegiatan pertambangan liar di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini, pada mulanya Hakim Personil Suparman Nyompa bertanya alasan para penambang liar di wilayah IUP PT Timah tak bisa dikendalikan.

Tetapi, Mochtar kerap memberikan jawaban yang berbelit-belit dan justru menjelaskan adanya program Instruksi 030 pengamanan aset dan sisa hasil produksi (SHP), yang merupakan upaya agar bijih timah yang ditambang seluruh pihak masuk ke PT Timah.

Baca juga : Saksi Beberkan Kerja Sama PT Timah dengan Smelter hingga Pertemuan dengan Harvey Moeis

“Buat menanggulangi penambang ilegal yang selama ini tidak bisa dikendalikan, kami mengeluarkan instruksi pengamanan aset,” kata Mochtar saat menjadi saksi dalam sidang tersebut.

Tak puas dengan jawaban Mochtar, hakim pun terus bertanya alasan mengapa dengan adanya instruksi pengamanan tersebut, penambang liar di wilayah IUP PT Timah tetap tak bisa dikendalikan hingga saat ini.

Cek Artikel:  Pansel Jamin Tak Eksis Kecurangan dalam Seleksi Capim KPK

Bahkan, hakim juga sempat melontarkan pertanyaan mengenai kemungkinan adanya kekuatan pihak lain yang dihadapi di wilayah IUP PT Timah sehingga tidak bisa membersihkan para penambang ilegal, padahal PT Timah sering membawa aparat keamanan untuk mengatasi para penambang liar itu.

Baca juga : Saksi Korupsi Timah Ungkap Fakta Biaya CSR Rp1,6 Miliar

Mochtar pun tak menanggapi pertanyaan itu dan hanya menjelaskan pada tahun 2019 produksi ekspor PT Timah mencapai 68 ribu ton, menjadi yang tertinggi dalam sejarah dan nomor satu di dunia.

“Instruksi pengamanan aset dan program SHP kami keluarkan pada 2017 dan terbukti pada 2019 logam yang diekspor PT Timah menjadi yang tertinggi dalam sejarah,” ungkapnya.

Lantaran kesal dengan berbagai jawaban Mochtar, hakim pun secara langsung menanyakan keterlibatan Mochtar dalam kegiatan pertambangan ilegal tersebut. Kendati demikian, Mochtar langsung menegaskan tidak ada keterlibatan dirinya.

Cek Artikel:  Istana Jernihkan Argumen Fahri Hamzah Ikut Kunjungan Presiden ke NTB

Baca juga : Saksi Beberkan Kasus Korupsi Timah Pengaruhi Ekonomi Kaum Babel

Setelah itu, Hakim Ketua Eko Aryanto langsung mengintervensi dan bertanya kepada Mochtar apakah ada informasi yang ia tutupi di dalam persidangan. Mochtar mengaku tidak ada yang ditutupi dalam kesaksiannya.

Mochtar bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Primer PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT

Eksispun dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015-2022, Mochtar turut menjadi terdakwa yang disidangkan dalam waktu yang berlainan.

Baca juga : Safiri Kerugian Rp300 Triliun Kasus Korupsi Timah Uzuri Kontorversi

Dalam kasus tersebut, Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sementara Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun itu.

Cek Artikel:  Pilkada Ulang akan Digelar Setelah Sengketa Hasil di MK Rampung

Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana yang diterima. Dengan demikian, Harvey dan Suparta terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Pahamn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Pahamn 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Pahamn 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Dana.

Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Tetapi karena terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu, Reza didakwakan pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Pahamn 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Pahamn 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ant/P-2)

Mungkin Anda Menyukai