Mengulik Pencitraan Kandidat Pemimpin Bangsa

 Mengulik Pencitraan Kandidat Pemimpin Bangsa
Syafril Tahar(Dok pribadi)

MENJELANG kampanye pilpres 2024 di Indonesia, para calon presiden (capres) mulai melakukan orasi di beberapa tempat, salah satunya melalui kuliah kebangsaan di perguruan tinggi. Mereka tentulah berharap menjadi pemimpin hebat, mampu membangun negeri dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia.

Pemimpin yang baik itu ketika berbicara- performa komunikasi politiknya- tidak bohong, tak berkhianat, dan menjalankan amanah yang sudah disampaikan kepada rakyat. Pemimpin yang baik ketika berbicara, cara penyampaian dan  substansinya (aspek crity sistemnya) harus baik. Dengan begitu dia harus berbicara pada tataran moral dan etika (strong why untuk birru walidun).

Tetapi disadari atau tidak, ketika menyampaikan ide/gagasan terkadang justru blunder. Eksis kandidat yang menyampaikan dan merendahkan profesi dosen dan jurnalis. Melecehkan mahasiswa yang membeli gas melon (sebagai indikasi orang miskin).

Eksis juga kandidat yang bicara tentang pendidikan politik dengan menyatakan boleh saja menerima (bila ada bagi-bagi uang), politik uang, asal jangan diikuti karena ikuti saja hati nurani. Selain itu  memberikan pernyataan yang kurang tepat dalam berdialog seperti karena mahasiswa semua sudah pintar berarti tidak perlu ada pertanyaan.

Di sisi lain ada kandidat yang menyampaikan gagasan di depan para mahasiswa memberikan pernyataan motivasi (revolusi akhlak). Isinya kurang lebih mahasiswa harus menggunakan kesempatan pembelajaran yang ada untuk menjadi bekal hari ini atau besok. Mahasiswa harus kritis dan jangan lupa untuk tetap menghormati orang tua.

Cek Artikel:  Kesaksian Penyintas Kanker Bau Kencur

Tinjauan kritis

Dari fenomena-fenomena tersebut, menurut konsepsi Aristoteles tentang retorika dapat dianalisis dari tiga elemen, yaitu ethos, pathos, dan logos (Colin Higgins & Robyn Walker). Ketiga elemen ini dapat menghindari proses pembentukan pencitraan yang dibuat-buat.

Ethos (kredibiltas dan etika). Krebilitas atau kepercayaan penting dimiliki setiap calon pemimpin ketika menyampaikan ide-ide di depan khalayak, baik secara komunikasi langsung maupun tidak langsung. Di situ ada otoritas pembicara karena di dalam ini kategori .yang mengidentifikasi daya tarik terhadap etos termasuk kesamaan, penghormatan, keahlian, kritik diri, dan daya tarik terhadap kecenderungan untuk berhasil.

Bila dikaitkan dengan para kandidat yang ada, mereka punya karakter berbeda. Watak yang dimiliki dalam berkampanye sejatinya dapat menciptakan citra diri. Gambaran diri yang apa adanya inilah yang dapat memberikan gambaran dari para calon sebagai pemimpin RI ke depannya. Keahlian merupakan salah indikator dari kredibilitas yang sangat menentukan peran sebagai calon pemimpin.

Dari para kandidat tersebut terlihat ada karakter khas keahlian yang mereka miliki. Tetapi dalam melakukan sosialisai rencana program kerja, ada yang terkesan menyepelekan pihak lain, memandang sebelah mata profesi orang, hingga menyisipkan pesan moral.

Cek Artikel:  Pendidikan Dokter Spesialis dalam UU Kesehatan, Apa yang Diharapkan

Pathos (perasaan). Konsep ini terkait pemakaian kata atau kelompok kata, pemakaian kata yang memberikan harapan, aspirasi, persahabatan, simpati punya cara yang berbeda oleh ketiga kandidat Presiden.

Eksis kandidat yang menggunakan kata ‘Anda, kamu, bro, teman-teman sekalian’ pada kuliah kebangsaan. Dipertegas lagi ada kandidat yang terkesan melecehkan profesi, meniadakan prinsip dialog,  hingga mengajak mengubah pola pikir sekaligus memberikan semangat dan menghargai peran anak muda Indonesia.

Dari situ kita bisa melihat keragaman dan perbedaan mereka dalam menyampakan gagasan dalam konsep pathos menurut Aristoteles.

Logos (alasan/penampilan rasionalitas). Dalam aktivitas ini, merupakan argumentasi atau logika dalam memberikan penjelasan pada pesan yang disampaikan. Dalam kegiatan sosialisasi mereka juga punya cara yang berbeda.

Eksis kandidat yang memberikan argumentasi menyoroti  tenaga kerja Indonesia masih diragukan hasil kerjanya dibanding tenaga asing. Eksis juga yang mengungkapkan ketidaksukaan terhadap pertanyaan/cara bertanya moderator ketika berdialog. Selain itu ada yang menyampaikan ide atau gagasan, namun kalau dicermati malah seperti janji-janji belaka.

Tentu hal tersebut ini mencerminkan kandidat tidak memahami makna secara utuh apa yang ditanya. Di sisi lain, ada juga kandidat yang menegaskan peran mahasiswa sebagai  anak bangsa perlu menggunakan kesempatan pembelajaran.

Mahasiswa harus kritis guna mengasah kepekaan terhadap permasalahan di masyarakat. Jadi ada nilai konsep empati yang harus ada dalam diri generasi muda.

Cek Artikel:  Mengulik Tiga Pesan Buat Gibran

Argumentatif

Dari beberapa contoh pernyataan tersebut terlihat mereka punya cara dan sudut pandang berbeda ketika menyampaikan gagasan secara logika. Eksis yang berbicara menyampaikan pernyataan tanpa bukti data, tidak menjawab inti pertanyaan yang diminta moderator. Selain itu ada yang memberikan argumentasi logis melalui alur berpikir sistematis dan didasari sifat moralitas tinggi.

Dari kacamata Schramm dalam Adial, para kandidat tersebut dalam memberikan gagasan punya strategi penerapan berbeda. Berkualitas secara konsep materi yang disampaikan, struktur atau gaya bahasa logika (tanda-tanda pesan yang caranya mudah diterima) penyampaiannya yang berbeda, format presentasi penampilan yang berbeda dalam membangkitkan kebutuhan audiensnya.

Kenapa hal tersebut dilakukan berbeda? Itu karena mereka mempunyai peran sebagai sumber pembicara (komunikator) yang berbeda. Perbedaan-perbedaan sebagai komunikator atau pembicara di hadapan khalayaknya, tentu dipengaruhi latar belakang pengalaman mereka , baik secara aspek demografis, geografis, dan psikografis dalam pengalaman hidup sebagai pemimpin yang sebelumnya mereka jalani (historis kepemimpinan).

Waktu masih panjang hingga saat pencoblosan di bilik suara pada 14 Februari 2024. Para kandidat tersebut sudah pasti punya beragam strategi untuk merebut simpati rakyat. Kini, tinggal bagaimana mereka memperbaiki pola komunikasi politik masing-masing agar dipercaya rakyat menjadi orang nomor satu di Republik ini.

Mungkin Anda Menyukai