POLITISI Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menilai narasi untuk mencoblos semua pasangan calon kepala daerah, terutama dalam Pilkada Jakarta 2024, masih di taraf wajar. Narasi itu berkembang atas ketidakpuasan sebagian warga terhadap kandidat yang dicalonkan partai politik maupun calon dari jalur independen.
“Segala bisa bersuara dan semua masih pada taraf wajar,” kata Mardani kepada Media Indonesia, Minggu (22/9).
Menurutnya, narasi tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi para calon kepala daerah untuk meyakinkan pemilih, terutama saat masa kampanye yang akan dimulai pada 25 September mendatang. Dalam Pilkada 2024, PKS mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono. Suswono sendiri merupakan kader PKS.
Baca juga : Cak Lontong Soal Gerakan Coblos Segala Paslon: Kami Rangkul
Mardani menilai, masih ada waktu untuk mengubah pandangan pemilih, termasuk yang saat ini akan mencoblos semua pasangan calon. PKS, sambungnya, akan memperlakukan pemilih dengan dewasa untuk menarik suara ke Ridwan Kamil-Suswono.
“Kalau simpatik dan diperlakukan dengan dewasa, semua justru bisa jadi pendukung,” tandasnya.
Terpisah, politisi PDIP Aryo Seno Bagaskoro menyebut bahwa gerakan mencoblos semua pasangan calon adalah bentuk ekspresi demokrasi yang biasa saja. Tetapi, pihaknya menyadari butuh upaya konsolidasi di internal partai guna menyusun strategi komunikasi yang pas ke publik.
Baca juga : Pramono-Rano Incar Basis Pendukung RK-Siswono
Seperti halnya Mardani, Aryo berpendapat masih cukup waktu untuk meyakinkan pemilih menggunakan hak pilihnya dengan benar. Pada Pilkada Jakarta 2024, PDI Perjuangan telah memilih Lies Hartono alias Cak Lontong sebagai Ketua Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno “Si Doel”.
“Tetap ada cukup waktu bagi paslon dan parpol untuk bisa meyakinkan para pemilih dengan menyampaikan pandangan berbasis programatik di daerah, termasuk Jakarta,” terangnya.
Terdapatpun pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menjelaskan, gerakan mencoblos semua pasangan calon masuk dalam kategori golongan putih alias golput. Ia sepakat bahwa gerakan itu adalah bentuk ekspresi politik yang tidak boleh dikriminalisasi.
Baca juga : Respons RK Soal Balihonya Jadi Sasaran Perusakan
Menurut Titi, golput menjadi tantangan bagi partai politik, pasangan calon, dan penyelenggara pemilu untuk direspon secara substantif melalui diskursus gagasan dan program secara kritis.
Munculnya gerakan golput juga menjadi alaram bagi demokrasi di Tanah Air untuk memastikan hadirnya kontestasi pemilihan yang bukan hanya periodik, tapi juga murni yang diselenggarakan berdasarkan asas prinsip pemilu yang bebas dan adil.
“Pemidanaan gerakan golput hanya bisa dilakukan apabila gerakan tersebut disertai politik uang atau dengan menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih,” pungkas Titi. (P-5)