Mendobrak Mahal dan Lambannya Pembayaran Lintas Negara melalui DLT

Mendobrak Mahal dan Lambannya Pembayaran Lintas Negara melalui DLT
Annisa Muzdalifa dan Dian Nofitri(Dok pribadi)

EKONOMI digital dan ekosistem keuangan Indonesia maupun ASEAN, dikutip dari siaran pers Bank Indonesia,  menunjukkan tren positif dengan prospek ekonomi yang optimis. Selama beberapa tahun terakhir, nilai pembayaran lintas negara di seluruh dunia meningkat dari $US127,8 triliun pada 2018 menjadi $US156 triliun pada 2022. Volume transaksi lintas negara diperkirakan akan tumbuh di tahun-tahun mendatang.

Kondisi pembayaran lintas negara saat ini masih memiliki beberapa hambatan utama seperti biaya transaksi yang terbilang mahal, waktu pemrosesan perpindahan dana hingga sampai di tangan penerima (settlement) yang sangat lama, serta tidak adanya kejelasan posisi dan status transaksi.

Seiring berkembangnya teknologi, transformasi di bidang sistem pembayaran tak dapat dielakkan. Salah satu solusi yang marak diperbincangkan adalah teknologi ledger terdistribusi atau distributed ledger technology (DLT).

Berbeda dengan sistem terpusat yang ada saat ini, DLT membawa gagasan jaringan yang terdistribusi sehingga setiap peserta dapat terhubung langsung dan menghilangkan peran pihak intermediari yang menjadi salah satu penyebab mahalnya biaya transaksi. DLT juga dapat menjadi fondasi untuk memfasilitasi pembayaran lintas negara dengan menggunakan mata uang lokal guna mengurangi tingginya ketergantungan terhadap dolar AS yang berpotensi berdampak pada peningkatkan kerentanan perekonomian Indonesia terhadap ketidakpastian global.
 
Kondisi terkini dan masalah
 
Selama 2020, pembayaran lintas negara yang dilakukan perusahaan multinasional mencapai $US23,5 triliun yang mana $US120 miliar atau sebesar Rp1.840 triliun (asumsi nilai tukar Rp15.334) dihabiskan hanya untuk biaya transaksi. Tingginya biaya pembayaran lintas negara salah satunya dipengaruhi dari banyaknya pihak intermediari yang terlibat dalam setiap kali transaksi.

Cek Artikel:  Oase dari MK bagi Kemarau Demokrasi

Dibutuhkan setidaknya enam lembaga perbankan ketika perusahaan ABC di India melakukan pembayaran ke perusahaan XYZ di Indonesia. Enam bank tersebut meliputi dua bank tempat perusahaan ABC dan XYZ melakukan transaksi, dua bank sebagai penyedia jasa penukaran di masing-masing negara, dan dua bank koresponden di negara ketiga yaitu Amerika Perkumpulan.

Bank koresponden dibutuhkan karena keterbatasan jasa penukaran mata uang antara rupee dan rupiah yang harus melalui penukaran ke dolar AS terlebih dahulu. Loyalp bank memiliki biaya jasanya tersendiri yang mengakibatkan melambungnya biaya di setiap pembayaran lintas negara.

Di sisi lain, banyaknya bank intermediari membuat settlement transaksi membutuhkan waktu 2-3 hari. Hal itu dipengaruhi juga oleh perbedaan waktu operasional dari masing-masing bank, terutama bank yang terletak di zona waktu yang berbeda.

Sebagai pelaku bisnis, waktu transaksi yang lama dapat menghambat arus kas, menggoyangkan stabilitas keuangan, ataupun menurunkan reputasi dan hubungan dengan mitra bisnis. Selain itu, baik penerima maupun pengirim tidak bisa menelusuri progres berjalannya transaksi, sehingga makin ada faktor ketidakpastian dari waktu pembayaran lintas negara.

Cek Artikel:  Kiai Ahmad Dahlan dan Gayung Rusak

Potensi DLT

Meninjau permasalahan tersebut, banyak industri yang tertarik memanfaatkan teknologi ledger terdistribusi (DLT) untuk mentransformasi pembayaran lintas negara. Berbeda halnya dengan kondisi saat ini yang dapat dikatakan sebagai sistem terpusat, sistem DLT memungkinkan bank di dua negara berbeda bertransaksi dengan mata uang masing-masing tanpa melalui perantara pihak ketiga atau bank koresponden.

Buat mewujudkan hal itu, tentu dibutuhkan pertimbangan yaitu bagaimana menggantikan pihak intermediari yang berperan sebagai sarana penghubung dan penyedia likuiditas untuk penukaran mata uang.

Ketersediaan likuiditas menjadi faktor utama pada proses pembayaran lintas negara terutama untuk memfasilitasi transaksi menggunakan mata uang lokal. Mirip dengan fungsi money changer, penyedia likuiditas harus memiliki simpanan dalam berbagai mata uang untuk mengakomodasi pembayaran global.

Dalam kerangka DLT yang bersifat terdistribusi, penyediaan likuiditas dapat dilakukan layaknya crowd sourcing yang dikenal dengan istilah liquidity pool. Dalam skema tersebut, peserta yang merupakan penyedia jasa pembayaran (PJP) dapat menjadi liquidity provider yang ‘meminjamkan’ likuiditasnya untuk digunakan dalam bertransaksi.

Penggunaan DLT dan CBDC oleh CLEVER  

Salah satu solusi yang memanfaatkan liquidity pool dalam pembayaran lintas negara adalah CLEVER, karya dari tim asal Indonesia yang mendapatkan honorable mention di ajang G20 Techsprint 2023. Ajang tersebut adalah kompetisi internasional yang diadakan oleh keketuaan G20 dengan Bank for International Settlement (BIS), yang mana peserta dari berbagai negara menyampaikan ide inovasi digital untuk menyelesaikan isu terkini di bidang sistem pembayaran.
 
CLEVER memotong rantai pihak intermediari yang panjang sehingga pembayaran lintas negara terjadi dalam hitungan detik serta memakan biaya yang lebih sedikit. Selain proses transaksi yang dapat dilacak oleh pihak yang bersangkutan, CLEVER juga menyediakan perhitungan jumlah yang sampai di tangan penerima berdasarkan nilai tukar dan biaya layanan liquidity pool sehingga transaksi menjadi transparan.

Cek Artikel:  Audit Bisnis dan HAM, Upaya Memutus Tragedi Kecelakaan Kerja

Solusi tersebut muncul dari hasil eksplorasi CBDC Indonesia yang dinaungi dalam Proyek Garuda. CBDC dapat digunakan sebagai likuiditas yang menjadi dasar pembayaran lintas negara dengan DLT terutama karena sifatnya yang sah sebagai alat tukar.

Tentunya masih banyak hal yang perlu dikaji khususnya di sisi regulasi untuk mengimplementasi pembayaran lintas negara dengan memanfaatkan CBDC. Tetapi, dengan diakuinya solusi CLEVER pada kompetisi G20 Techsprint 2023, membuktikan bahwa anak bangsa dapat bersaing mengembangkan inovasi digital di tingkat global.

Tulisan ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili lembaga tempat bekerja

Mungkin Anda Menyukai