Nahdlatul Ulama, Hari Santri dan Ciptaan Teknologi

Nahdlatul Ulama, Hari Santri dan Inovasi Teknologi
Munawir Aziz Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom; Penerima Beasiswa Australian Awards untuk Bidang Diplomasi Publik(Dok. Pribadi)

LEBIH dari satu abad sejak didirikan, Nahdlatul Ulama mempresentasikan pergulatan ide-ide untuk membela kemanusiaan dan membangun peradaban. Ide-ide yang melintas batas ruang dan waktu ini dipungut dari gerak panjang kiai-kiai berjihad di bumi Nusantara untuk menghadirkan kemerdekaan berpikir dan bertindak atas nama manusia. Nahdlatul Ulama sejatinya ialah perjuangan panjang mengeksekusi ide dan gagasan melalui perdebatan, semahal apa pun perjuangan untuk menghadirkan kemaslahatan di bumi Tuhan.

Maka, kita saksikan pada lipatan waktu lebih dari seratus tahun lamanya, Nahdlatul Ulama ialah perjuangan untuk kemanusiaan yang tidak ada habis semangat dan gairahnya. Para kiai yang mengasuh santri di penjuru Nusantara, mengelola pengajian di musala-musala, dan membasuh jiwa pada pembelajar, senantiasa juga menanam kecintaan pada Indonesia serta jiwa besar untuk membela negaranya.

Inilah kenapa, Resolusi Jihad yang digemakan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari pada 1945 lalu menemukan pijakan konteks yang sangat kuat: bahwa ratusan tahun ide kemerdekaan dan perjuangan menjemputnya, terus berdenyar-denyar di sanubari para santri, pada wirid-wirid malam para kiai dan Bu Nyai. Perjuangan kemerdekaan itu mengalir di urat nadi para kiai, berdetak di jantungnya, dan menyebar menjadi api semangat yang menyala-nyala sebagai perjuangan.

Resolusi Jihad tidak sekadar teks tanpa makna ini merupakan kalimat-kalimat yang diuntai dengan doa. Resolusi Jihad menjadi kalimat yang ditiup dari tasbih, tahmid, takbir, dan shalawatnya para kiai, yang kemudian mampu menggerakkan ribuan orang, untuk bersatu padu, bersama-sama mengusir penjajah dari bumi tercinta Indonesia. Inilah sumbangsih Nahdlatul Ulama, yang sudah sejak awal berdirinya tertanam benih kecintaan Tanah Air yang luar biasa.

Kita bisa menyaksikan Resolusi Jihad sebagai inovasi besar dari Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dan para kiai Nahdlatul Ulama. Begitu juga, konsep Komite Hijaz pada awal abad XX, yang dikomando Kiai Wahab Chasbullah. Komite Hijaz menjadi ide penting tentang diplomasi internasional Nahdlatul Ulama, yang jejak sejarah dan dampaknya sangat terasa hingga sekarang.

Cek Artikel:  Waktunya Memilih dengan Hati Nurani

Komite Hijaz membuktikan bahwa kiai-kiai Nahdlatul Ulama merupakan diplomat ulung, yang berani mengerjakan negosiasi untuk membela kepentingan umat di atas kekuasan dan politik. Selain itu, Komite Hijaz juga menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang berdiri dengan cakupan skala global, membentang dalam lanskap kontestasi internasional. Para santri seharusnya percaya diri untuk membuktikan bahwa di dalam darah kita sudah tertanam warisan sejarah sebagai negawaran, diplomat ulung, negosiator tingkat tinggi: untuk kepentingan agama dan kemanusiaan.

Ciptaan satu abad Nahdlatul Ulama

Para kiai dan pemimpin Nahdlatul Ulama, sejak masa awal hingga sekarang sejatinya sudah mengisi puzzle-puzzle gagasan organisasi, untuk menjadikan warga Nahdliyyin berdaya dan digdaya. Dengan segala situasi sosial kebangsaan dan kondisi politik internasional yang melingkupi, Nahdlatul Ulama tetap menjulang hingga sekarang. Bahkan, keberadaan Nahdlatul Ulama semakin membesar dengan jumlah populasi dan pengaruhnya. Ini semua karena khidmah terbaik dari santri dan warga Nahdliyyin adalah mengabdikan diri.

Para pemimpin Nahdlatul Ulama mengajarkan untuk mengabdikan diri, membela Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsepsi Hubbul Wathan minal Iman (cinta Tanah Air sebagian dari iman), menjadi refleksi penting untuk menegaskan kecintaan dan pengabdian Nahdlatul Ulama untuk Indonesia. Kalimat ini ampuh untuk menegaskan posisi Nahdlatul Ulama di tengah konstelasi politik dan pasang surut kekuasaan yang melingkupi Bumi Pertiwi. Nahdlatul Ulama tetap kukuh menjadi benteng untuk menguatkan nasionalisme, dengan dilingkupi keberkahan doa dan ketulusan untuk mengabdi.

Nahdlatul Ulama menjadi kawah candradimuka bagi para kadernya yang secara ikhlas mengabdi, mendermakan diri untuk mewujudkan kemaslahatan bersama. Saya selalu menemukan kenikmatan ketika berbincang dengan KH Yahya Cholil Staquf, bahkan jauh sebelum beliau menjadi Ketua Lazim PBNU. Gus Yahya merupakan di antara pemikir yang mampu mengeksekusi ide-ide, dan membangun tapak demi tapak gagasan secara orisinal.

Sering sekali, Kiai Yahya Staquf mengajak saya dan teman-teman dalam sebuah perbincangan untuk berpikir dengan mengolah perspektif, bukan hanya melihat kenyataan yang semu. Beliau mendorong kader-kader Nahdliyin untuk bekerja dengan gagasan dan menghasilkan karya secara terukur, dengan kontribusi yang konkret.

Cek Artikel:  Organisasi Profesi di Era UU Kesehatan Omnibus Law

“Maka salah satu urusan terbesar kita adalah bagaimana menemukan cara berpikir yang lebih tepat untuk menghadapi dunia yang berubah. Metode berpikir masa lalu yang telah mewariskan kepada kita sejumlah masalah dan barangkali kepahitan, jelas tidak mungkin dipertahankan lagi, kecuali jika kita ingin terus mendapatkan masalah. Kita memerlukan cara berpikir baru yang lebih bersandar pada masa depan,” tulis Gus Yahya C Staquf, dalam bukunya ‘Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (2020).

Maka, Nahdlatul Ulama menghadirkan inovasi-inovasi segar sepanjang sejarahnya. Gagasan-gagasan besar yang dilahirkan sejak masa Kiai Wachab Hasbullah, Kiai Wahid Hasyim, Kiai Abdurrahman Wahid, Kiai Hasyim Muzadi, Kiai Said Aqil Siroj hingga sekarang di bawah kepemimpinan Gus Yahya, juga terus menemukan titik temu inovasi terbaiknya.

Ide-ide besar dalam rangkaian agenda Religion 20 (R-20, November 2022), Konferensi Fiqh Peradaban (Februari 2023), ASEAN IIDC (Agustus 2023) serta beberapa agenda internasional lain, yang diselenggarakan oleh Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan Gus Yahya, menjadi penanda bahwa organisasi ini terus berinovasi dan berdialog dengan zamannya.

Dalam rangkaian agenda Satu Abad Nahdlatul Ulama pada 2022 lalu, diselenggarakan NU Tech yang menjadi titik temu ide-ide besar di bidang inovasi dan digital. Agenda NU Tech diusung oleh beberapa pemimpin muda NU, di antaranya Mbak Yenni Wahid, yang menjadi Ketua Badan Ciptaan Strategis Nahdlatul Ulama dan juga mengomando Wahid Foundation.

Pada waktu itu, ada 130 ide inovasi yang terbaik dari berbagai sektor, dan kemudian dinyatakan tiga pemenang terbaik. Di antara ide-ide inovatif, yakni NU Bike yang merupakan karya digital bidang logistik berbasis jasa antar-jemput dan rental kendaraan listik. Selain itu, inovasi sosial-preneur bernama Saqinah, yakni platform pendidikan pranikah dengan berbagai macam pembelajaran online.

Ciptaan lain yakni Kepul, dengan kategori sosial-preneur yang merupakan aplikasi penjualan sampah. Juga ada Water Coin, mesin penyedia air yang memenuhi kebutuhan air minum yang lebih murah dari harga pasaran, dan menjangkau warga yang kesulitan air. Ternak Craft juga menjadi inovasi menarik yang dipresentasikan santri, dengan mengusung bisnis model pengiriman ikan hias yang terintegrasi dengan teknologi. Pada rangkaian Hari Santri tahun ini, juga diselenggarakan Santri Innofest, yang mengundang ribuan santri untuk mempresentasikan ide-ide inovasi teknologi.

Cek Artikel:  Melawan Kegamangan Milenial

Diaspora Nahdliyin

Nahdlatul Ulama juga mulai memanen kader-kader diaspora Nahdliyin yang tersebar di berbagai negara. Terdapat ribuan santri yang saat ini sedang kuliah di luar negeri, dengan bidang-bidang riset yang cukup beragam: nano-technology, robotic, data sains, biotechnology dan beragam kepakaran lain yang relevan dengan saat ini. Mereka para santri yang sejak kecil mengaji di pesantren, belajar alfiyyah dan shalawatan, dan kemudian menembus gerbang Pendidikan tinggi dengan kuliah di berbagai negara, dari Amerika Perkumpulan, UK, Eropa, China, Rusia, hingga Australia.

Di samping itu, kader-kader ulama Nahdlatul Ulama juga tersebar di pesantren-pesantren penting di Indonesia, serta mengaji dengan Masyayikh di Arab Saudi, Mesir, Maroko, Yaman, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya. Inilah keseimbangan sumber daya Nahdlatul Ulama pada abad keduanya.

Dengan pola kaderisasi yang solid, jejaring pakar yang semakin menyebar dan tumbuhnya generasi muda inovatif di jantung Nahdlatul Ulama. Kita menemukan wajah baru organisasi ‘kaum sarungan’ yang lebih segar. Kagak ada lagi batas antara organisasi tradisionalis dan modernis, karena Nahdlatul Ulama menjadi organisasi yang menjadi rumah khidmah bagi kader-kader yang menjaga tradisi intelektual dan khazanah budaya Islam, sekaligus juga menekuni keilmuan sains terbaru dengan jejaring global.

Di tengah kontestasi politik global nasional, Nahdlatul Ulama punya tugas penting untuk menjadi penengah dan penyeimbang. Kerja besar untuk membangun peradaban ini menjadi tanggung jawab kita bersama, kader-kader muda Nahdlatul Ulama di berbagai kawasan di Indonesia dan penjuru dunia. Khidmah kita untuk bangsa dan peradaban dunia.

Mungkin Anda Menyukai