Perlu Komitmen Dari Dunia untuk Mengeliminasi Penyebaran Malaria

Perlu Komitmen Dari Dunia untuk Mengeliminasi Penyebaran Malaria
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin(Dok Kemenkes)

MALARIA menjadi penyakit menular paling banyak di dunia bersama dengan tuberkulosis dan HIV. Definisi malaria menurut WHO adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk malaria Anopheles betina. 

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan dalam sejarah bangsa di dunia, kasus kematian yang paling buruk adalah 50 juta orang kehilangan nyawa pada saat perang dunia kedua. Tetapi demikian kasus lain yang juga tidak kalah penting adalah perang antara manusia dengan patogen yang membuat sebanyak 1 miliar orang di dunia kehilangan nyawa. 

“Patogen ini bisa bakteri, virus, parasit atau fungus. Bakteri contohnya TB, virus contohnya covid-19, dan parasit contohnya malaria. TB membunuh lebih dari 1 miliar orang dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun. Black death yang merupakan pandemi yang terjadi di Eropa membunuh 200 juta orang,” ungkapnya dalam Peluncuran Peta Jalan Eliminasi Malaria & Pencegahan Penularan Kembali di Indonesia Mengertin 2025-2045, Kamis (10/10).

Baca juga : Sorong Selatan Kabupaten Pertama di Papua yang Berhasil Eliminasi Malaria

Lebih lanjut, menurut Budi penyakit menular paling banyak di dunia sekarang yang tersisa adalah TB, HIV dan malaria. Menurutnya banyak sekali global funding mechanism yang dapat dimanfaatkan dalam menangani hal ini.

“Terdapat institusi namanya Mendunia Fund yang size-nya USD 16 miliar. Mereka membagi-bagikan uang kepada banyak negara untuk mengatasi TB, HIV dan malaria. Terdapat juga Gavi yang punya dana hibah sekitar USD 13 miliar sampai USD 14 miliar yang setiap 3 tahun selalu direncanakan ulang. Itu isinya membagikan vaksin untuk mencegah penyakit menular ini. Jadi huge funding itu sebetulnya available untuk menangani penyakit menular ini,” ucap Budi.

Karena itu tadi, kasus TB secara global mencapai kurang lebih 10 juta kasus baru per tahun, HIV itu 1,3 juta, malaria sekitar 2-3 juta kasus per tahun. Di Indonesia estimasi dari WHO itu TB mencapai 1 juta orang per tahun, malaria 1,2 juta orang per tahun, dan HIV yang relatif lebih rendah sekitar 30 ribu orang per tahun,” lanjutnya.

Cek Artikel:  Dukung Ketahanan Pangan, Hidroponik dengan Teknologi Solar dan Kontrol Nutrisi Dikembangkan

Baca juga : 5 Provinsi Ini Berhasil Eliminasi Malaria

Budi mengatakan bahwa untuk angka yang meninggal disebabkan oleh TB di Indonesia mencapai 134 ribu orang per tahun, HIV 26 ribu, dan malaria 100 orang. 

“Jadi penularan malaria kena tinggi, tapi dari sisi kematian dia rendah. Kalau HIV penularan relatif rendah, tapi kematian very high. TB penularan tinggi dan kematian juga karena angka 134 ribu per tahun ini sama dengan 1 orang meninggal per menit,” tegas Budi.

Dia menekankan bahwa penyakit menular ini penanganan secara global kurang cepat. Apabila dibandingkan covid-19 yang cepat diatasinya, malaria dan TB hanya dianggap sebagai permasalahan bagi negara miskin.

Baca juga : Pemerintah Perlu Kerjar Sasaran Eliminasi Malaria di Kabupaten/Kota

“TB disebut poor country syndrome dari waktu 100 tahun kita masih belum mampu mengatasinya. Sama juga dengan malaria. Makanya kita membutuhkan banyak komitmen dari pemimpin negara khususnya negara berkembang untuk bisa bersuara bahwa kita harus mengatasi hal ini karena hal ini dapat menyebabkan dampak pada manusia layaknya perang normal,” tuturnya.

Pengendalian malaria di Indonesia sendiri saat ini dikatakan sudah mulai baik dengan cara surveilans melalui rapid test untuk melihat apakah masyarakat terkena malaria atau tidak. 

Rapid test ini dikatakan sudah tersebar di seluruh Puskesmas di Indonesia. Selain itu, Kemenkes juga sudah menyebar 10 ribu mikroskop di Puskesmas dan melatih semua orang Puskesmas di 10 ribu Puskesmas untuk memeriksa itu. 

Baca juga : Pemerintah Diminta Serius Eliminasi Malaria untuk Lelah Sasaran di 2030

“Di tataran lebih tinggi, kita pasang di 514 kabupaten/kota yaitu laboratorium PCR. Kita beruntung pascacovid-19 kita dapat membangun laboratorium ini karena lebih canggih untuk mengetahui tipe malaria. Karena di Indonesia ini cukup banyak variannya. Dengan demikian kemampuan kita untuk mendeteksi ada. Hal ini penting karena kalau tidak terdeteksi, orang bisa menularkan ke mana-mana,” kata Budi.

Cek Artikel:  Cyber University Gandeng Universiti Teknologi Malaysia Perkuat Riset

“Saya laporkan TB kita punya 1 juta kasus baru per tahun tapi dua tahun lalu kita hanya bisa mendeteksi sebanyak 600 ribu. 400 ribu kasus lainnya kita tidak tahu di mana mereka dan siapa mereka. Padahal mereka bisa menularkan itu ke mana mana. Itu sebabnya tinggi karena surveilans lemah,” sambungnya.

Budi juga menggarisbawahi bahwa penanganan malaria saat ini baru sebatas obat, belum sampai pada vaksinnya. Apabila dibandingkan dengan covid-19 yang sangat cepat terkendali, vaksin menjadi hal yang sangat penting.

“Jadi kalau boleh usulan saya harus didorong vaksin malaria diluncurkan. Selama ini kan dianggap sebagai poor country problem. Jadi penanganannya tidak seperti covid-19. Ketersediaan obat juga harus dipastikan untuk selalu ada. Karena kalau enggak diobati, biasanya panas dan menggigil, itu menyerang ke otak dia meninggal. Obat itu diminumnya ada aturannya dan harus sampai selesai,” ucap Budi.

Inisiatif

Dalam kesempatan yang sama, Special Adviser of Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA), Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa perannya di gerakan pemberantasan malaria di Asia Pasifik semata-mata untuk dapat membantu menghentikan kasus malaria yang bukan hanya persoalan kesehatan, tapi kemanusiaan dan keadilan. 

“Di hari tua saya mau melakukan ibadah termasuk ikut dalam upaya global menghentikan malaria. Lebih cepat lebih bagus,” ujar SBY.

Dia juga bercerita bahwa saat masih di militer, tepatnya pada 1977, dirinya pernah terkena malaria saat bertugas di Timor Timur. Selama dua tahun dia mengatakan hidupnya sangat tidak mudah. Kemudian pada 1979 dirinya juga kembali terkena malaria.

“Saya mendapatkan treatment luar biasa keras dan setelah itu saya mengucapkan selamat tinggal pada malaria dan tidak pernah kambuh lagi. Definisinya malaria bisa dilakukan tindakan preventif dan juga diatasi serta disembuhkan. Jadi mari bersama untuk mengakhiri malaria,” tuturnya.

SBY juga menilai peluncuran Peta Jalan Eliminasi Malaria & Pencegahan Penularan Kembali di Indonesia Mengertin 2025-2045 ini adalah inisiatif yang baik dari Indonesia. Dia meyakini bahwa Indonesia dapat menjadi model di kawasan Asia Pasifik dalam upaya eliminasi malaria. 

Cek Artikel:  Ini 5 Kado Natal yang Bikin Kekasih Makin Asmara

“Saya yakin Indonesia bisa. Ingat kita pernah berhasil memerangi flu burung padahal kita habis kena tsunami. Lampau juga kita bisa mengatasi krisis ekonomi global. Negara dan pemerintah kita itu tahu apa yang harus dilakukan. Road map itu sebetulnya bagian dari plan atau rencana. Dengan rencana merupakan kemungkinan 50% dari kesuksesan kita. Ini harus kita yakini. Tanpa perencanaan yang baik tidak mungkin pelaksanaannya baik,” jelas SBY.

“Tapi ingat tujuan kita 2030 dihentikan penularan malaria secara lokal. Ini sepertinya berat dan target yang sangat ambisius. Tapi ingat di mana ada kemauan di situ ada jalan. Jadi kita harus percaya dengan adanya peta jalan ini,” urainya.

Sementara itu, CEO of Asia Pacific Leaders Malaria Alliance, Sarthak Das mengatakan nyamuk telah membawa malapetaka bagi umat manusia sejak dahulu kala. Dengan peluncuran peta jalan ini, merupakan salah satu hal yang penting bagi Asia Pasifik untuk terbebas dari malaria pada 2030.

“Pengetahuan yang diimplementasikan di sini dapat dimanfaatkan. Apabila Srilangka dan Tiongkok dapat mencapai hal ini maka Indonesia juga dapat melakukannya,” ujar Sarthak.

Dia juga menilai bahwa perubahan iklim telah menjadi salah satu alasan malaria masih merebak sampai saat ini. Pasalnya dengan perubahan pola cuaca baik itu hujan dan panas akan mempengaruhi penularan malaria.

“Berita baiknya kita memiliki pengetahuan tentang intervensi apa yang dibutuhkan, pembiayaan yang berkelanjutan dan komitmen politik akan sangat penting,” jelasnya.

Tujuan eliminasi malaria di Asia Pasifik pada 2030 diketahui juga dapat mencegah lebih dari 400.000 kasus dan 60.000 kematian akibat malaria setiap tahunnya. 

Kita dapat menghemat keuangan dari pencegahan kasus ini bersama dengan pengurangan jangka panjang dalam biaya sistem kesehatan. Kepada eliminasi maria dapat mengembalikan investasi dengan skala 6:1 atau setiap USD 1 yang diinvestasikan akan menghasilkan sekitar USD 20 sampai USD 40. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai