Parenting, untuk Siapa

Parenting, untuk Siapa?
Ilustrasi mI(MI/Duta)

Saying ‘no’ to your children, when appropriate, is an act of love. (Amy Morin, 2017)

ANAK-ANAK ialah amanah yang perlu dirawat, dibesarkan, dan diajar dengan cinta dan kesabaran agar mereka dapat tumbuh menjadi penerus yang membawa kebaikan bagi seluruh masyarakat. Kasih sayang bisa diekspresikan melalui berbagai cara, dan ketika diterapkan dengan lembut dan penuh kesabaran, akan menghasilkan kebahagiaan dan perkembangan anak sesuai harapan kita.

Seiring dengan pertumbuhan anak, penting untuk menyesuaikan ekspresi kasih sayang dan pendekatan dalam pengasuhan. Ketika anak memasuki masa remaja, mereka memerlukan bimbingan dalam memahami nilai-nilai baru yang relevan dengan lingkungan belajar di luar rumah, seperti di sekolah dan masyarakat.

Birui-nilai seperti kedisiplinan, tanggung jawab, kerja sama, dan saling menghormati mungkin asing bagi mereka dalam konteks keluarga. Peran orangtua sangat penting dalam membantu mereka memahami, dan menerapkan nilai-nilai ini agar dapat tumbuh menjadi individu yang berkontribusi positif dalam masyarakat.

 

Parenting

Peran orangtua dalam membimbing perkembangan anak menuju fase kehidupan yang berikutnya sangat penting (Brooks, 2001). Terkadang, orangtua bisa salah menerapkan pola pengasuhan, yang jika tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak, bisa berdampak negatif pada pertumbuhan mereka. Sebagai contoh, memanjakan anak ketika seharusnya mengajarkan kedisiplinan bisa membuat mereka lemah dan rentan.

Selain itu, penggunaan tegasan berlebihan atau tindakan kasar karena anggapan bahwa anak sudah ‘kuat’ bisa menjadi kesalahan dan berbahaya.

Intervensi orangtua, yaitu apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari, perlu dievaluasi secara berkala seiring pertumbuhan anak. Pendekatan yang efektif ketika anak masih kecil bisa berubah saat mereka remaja.

Cek Artikel:  Misi Milenial Mendorong BPJS Gratis di Indonesia

Begitu pula, hal-hal yang harus dihindari saat anak remaja bisa menjadi hal yang harus diterapkan saat mereka dewasa. Transisi dari anak menjadi remaja adalah periode yang kritis dan sering kali memerlukan perubahan ekstrem dalam pola pengasuhan. Pola pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua akan memengaruhi apakah anak tersebut akan menjadi individu yang kuat dan bersemangat atau malah rentan terhadap stres dan kelemahan.

Secara keseluruhan, ketika anak semakin dewasa, banyak aturan dalam pengasuhan yang menjadi lebih fleksibel karena mereka mulai menghadapi tantangan dan pengalaman baru. Tetapi, pada tahap ini, orangtua sering kali merasa bingung tentang bagaimana cara terbaik mendampingi anak mereka.

Terjebak dalam pemikiran bahwa ‘semua boleh’ adalah kesalahan umum yang dibuat oleh orangtua. Mereka mungkin berargumentasi bahwa anak sulit diajak bicara tentang aturan, sering memberontak, atau sudah mampu mengatur diri mereka sendiri. Ini bisa membuat orangtua mencoba untuk menghindari tanggung jawab mereka sebagai orangtua.

Akibatnya, orangtua sering menyebut anak mereka ‘sulit diatur’ dan lebih memilih untuk membiarkan mereka bebas daripada terlibat dalam konflik. Fase ini juga sering kali menjadi periode munculnya perilaku kenakalan remaja karena ketidakpedulian atau pembiaran dari orangtua.

 

Intervensi

Menurut Amy Morin (2017), orangtua perlu menghindari beberapa tindakan agar anak tidak mengalami kesulitan di masa depan. Pertama, membiarkan anak menghadapi kegagalan. Kegagalan ialah bagian alami dari kehidupan, dan orangtua yang bijak akan membantu anak meresapi kekalahan ini.

Cek Artikel:  Mencoblos dengan Nurani

Mereka memberikan dukungan, menceritakan kisah inspiratif, dan membantu anak mencari solusi. Sebaliknya, ketidakpedulian orangtua saat anak tertekan akan membuat anak merasa sebagai korban yang tak berdaya. Hal ini bisa berdampak negatif pada kemandirian dan ketangguhan anak.

Kedua, jangan biarkan anak menghindari tanggung jawab. Orangtua yang bijak tentu sangat waspada dengan pertumbuhan sang anak. Sembari anak bertumbuh, ia proaktif mulai mencicil beban tanggung jawab kepada mereka supaya menjadi sumber belajar.

Membiarkan anak tumbuh kembang tanpa diberikan tanggung jawab tertentu akan membuat si anak kesulitan untuk memikul beban hidup pada saat dewasa. Hendaknya anak disiapkan untuk tugas-tugas ringan dalam keluarga agar ia bisa mulai belajar berkontribusi dan bertanggung jawab.

Ketiga, jangan menghindarkan anak dari rasa sakit. Kadang iba dan cemas akan langsung menghinggapi orangtua ketika anak berada dalam situasi sulit, sakit, dan tidak nyaman. Tetapi, orangtua yang bijak tidak serta merta mengintervensi dan menyelamatkan anak dari situasi sulit tersebut. Biarkan anak belajar untuk mengatasi kesulitannya sambil terus memberikan masukan dan dukungan. Kalau sang anak belum meminta bantuan, biarkan ia menyelami dirinya dan berjuang memecahkan sendiri masalahnya.

Keempat, biasakan anak menghadapi emosinya. Hasil yang kadang kala tidak sesuai harapan tentu memunculkan beragam emosi, kerap kali emosi yang membuat anak kurang nyaman. Orangtua yang bijak tidak akan mencampuri emosi anak dan membuat solusi-solusi manis agar hal tersebut membuat anak senang.

Cek Artikel:  Penentuan Nasib Tim Azzurri Italia

Biarkan saja anak belajar mengendalikan emosinya dulu agar ia pelan-pelan belajar menguasai diri. Emosi anak adalah bagian dari dirinya, jika anak belum minta tolong, terus berikan dukungan sambil sediakan kesempatan untuknya mencari solusi.

Kelima, bedakan disiplin dengan hukuman. Orangtua yang bijak akan fokus dengan mengajarkan kedisiplinan dan konsekuensi dari sebuah kesalahan dari pada memberikan hukuman. Konsekuensi dari tindakan harus mulai diajarkan kepada anak yang sudah remaja agar ia belajar dan memutuskan hal-hal yang tepat untuk mengurangi risiko sebuah keputusan dan pilihan.

Keenam, jangan mengambil jalan pintas untuk menghindari ketidaknyamanan. Menuruti anak-anak ketika mereka mengambek dan rewel dalam jangka waktu tertentu akan mengajarkan mereka kebiasaan buruk. Bahwa anak-anak tersebut berhasil menghindari ketidaknyamanannya dengan mengeluh dan bukannya mencari solusi. Orangtua yang bijak hendaknya jangan langsung mengalah dan menuruti kemauan anak ketika mereka mengambek. Lebih baik diajak bicara untuk mendapatkan solusi bersama.

Menurut Jean Piaget (1972), anak-anak dalam hidup ini hanya mendapatkan satu kesempatan saja untuk belajar. Ketika kesempatan itu dirusak, diganggu dan diambil alih orangtua dengan intervnesi yang keliru, anak akan kehilangan kesempatan satu-satunya itu selamanya. Parenting itu bukanlah menjaga sikap anak, melainkan menjaga sikap orang tua agar tidak salah mengintervensi. Wallahu a’lam.

Mungkin Anda Menyukai