Sampah Dapur Sangat Tinggi di Indonesia, Ketikanya Mommies jadi Pahlawan Lingkungan

Sampah Dapur Sangat Tinggi di Indonesia, Saatnya Mommies jadi Pahlawan Lingkungan
Sampah dapur menyumbang porsi besar di produksi sampah nasional.(Unsplash/ Jasmin. )

SAMPAH sisa makanan atau kerap disebut juga sampah dapur/domestik tidak bisa dianggap sepele. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sepanjang 2023 ada sekitar 19,56 juta ton sampah yang dihasilkan Indonesia. Dari data sampah 96 kabupaten/kota yang tersedia, mayoritas atau 39,1%-nya berasal dari rumah tangga.

 

Hal itu ironis karena mencerminkan pula pemborosan/penyia-nyiaan bahan pangan di masyarakat. Selain itu tingginya sampah dapur yang berakhir di tempat pemrosesan akhir (TPA) menunjukkan masih rendahnya kesadaran daur ulang sampah di tingkat keluarga.

Baca juga : Seni dan Kritik lewat Dunia Limbah

 

Padahal, sampah dapur yang merupakan sampah organik adalah jenis sampah yang mudah didaur ulang perorangan. Dengan mengolah sampah dapur menjadi kompos maka keluarga juga dapat merasakan manfaatnya sendiri, seperti mendapatkan pupuk tanaman secara gratis.

 

Baca juga : Gandeng Garda Pangan, Moorlife Berbagi Bekal Buka Puasa

Selain itu, dengan mendaur ulang sampah dapur maka tiap-tiap rumah tangga sudah sangat berkontribusi pada lingkungan. Alasan kita dapat menghindari penggunaan kantong plastik yang umumnya menjadi wadah pembuangan sampah dapur. Kantong plastik inilah yang membuat sampah dapur sulit terurai di alam dan akhirnya membuat TPA cepat penuh. Pemerintah pun harus terus mencari lahan baru untuk TPA.

 

Alasan itu pula para ibu memiliki peran besar untuk menjadi pahlawan lingkungan. Sekretaris Dewan Ahli Indonesian Gastronomy Community (IGC), Ari Fadiati, di acara peringatan Hari Gastronomi Berkelanjutan 18 Juni 2024, membagikan kiat untuk para ibu menekan produksi limbah makanan sehari-hari:

Cek Artikel:  Musnahkan Sel Kanker dengan Radioterapi

Baca juga : SOS Jakarta Diluncurkan untuk Rival Pemborosan dan Ketidakamanan Makanan 

 

1. Bijak Membeli Bahan Makanan

Kunci terbaik dari mengurangi sampah dapur adalah bijak membeli bahan makanan. Ari mengungkapkan jika masih sangat sering terjadi masyarakat berbelanja dalam jumlah yang melebihi kebutuhan, alias boros.

Baca juga : Program Hero dan FoodCycle Farm Berkolaborasi Kelola Limbah Organik

 

Hal itu tentunya sangat menyedihkan karena bahan makanan, khususnya sayur dan buah-buahan, yang memang mudah busuk. Ari pun mengingatkan para ibu untuk sangat cermat berbelanja sayur dan buah, serta jangan tergoda alasan untuk stok ataupun harga yang murah jika berbelanja dalam jumlah banyak.

 

2. Bijak Mengelola

Hal kedua yang sangat penting untuk mengurangi sampah dapur adalah bijak dalam mengelola. Hal ini dimulai dari sejak bahan pangan itu dibeli. Pembersihan hingga pembubuan atau aktab disebut food preparation yang segera dilakukan akan bisa menambah umur masa simpan bahan-bahan pangan berupa sayur dan daging.

 

Setelah itu, Ari juga mendorong para ibu untuk jeli dalam pemanfaatan bahan pangan itu. “Kalau kita lihat selama ini masih banyak ibu-ibu rumah tangga saat mengelola bahan-bahan makanan itu asal potong-potong saja padahal ada bagian yang sebetulnya masih bisa diolah, karena pengetahuan yang belum mereka kuasai bahwa ada bahan-bahan yang dirasa tidak penting padahal masih bisa dipakai, hal itu menambah jumlah limbah makanan domestik,” tutur Ari kepada Media Indonesia, Selasa (18/6).

Cek Artikel:  Simpan Tali Pusat Bayi di Bank Tali Pusat, Bermanfaat untuk Terapi Regeneratif Stem Cell Mesenkimal

 

Ari mencontohkan, umbut pisang menjadi salah satu bahan makanan yang kerap dibuang padahal umbut pisang bisa diolah menjadi hidangan. “Umbut pisang itu bisa dimasak loh, tapi apa ada yang paham terkait hal itu selain masyarakat bali. Padahal kalau itu dimasak enak banget,umbut pisang itu bisa buat sayur umbut pisang,” ujar Ari.

 

3. Jangan Lekas Buang Sisa Makanan

Hal lain yang juga bisa dilakukan ibu-ibu rumah tangga dalam menekan produksi limbah makanan domestik adalah tidak membuang sisa makanan. Ari menyebut ada banyak hidangan yang bisa dimasak kembali untuk dijadikan hidangan baru. Tapi sayangnya, ibu rumah tangga saat ini lebih banyak yang memilih membuang sisa makanan, karena dirasa sudah tidak layak konsumsi.

 

“Kemarin ini kita  kan baru saja merayakan lebaran idul Adha dan pasti banyak ibu-ibu yang masak daging di rumah. Ini berdasarkan pengalaman saya, kemarin itu saya masak gulai sapi tapi tidak habis, itu tidak saya buang begitu saja, melainkan dagingnya saya sisihkan dan saya diamkan di dalam freezer. Besoknya daging itu saya olah kembali menjadi abon, dan itu enak,” ucap Ari.

Cek Artikel:  Imunisasi Polio Dapat Diberikan kepada Anak Penyandang Autisme

 

4. Komposting

Setelah sisa makanan itu tidak dapat lagi diolah maka hal terakhir yang harus dilakukan untuk mengurangi produksi sampah ke tukang sampah adalah dengan komposting atau membuat kompos. Membangun kompos ini dapat dilakukan di lubang biopori atau dengan alat komposting berupa ember.

 

Masing-masing alat itu memiliki kelebihan berbeda. Dengan berada di dalam tanah sehingga dapat dimasukin hewan-hewan pengurai, seperti cacing, maka komposting dengan lubang biopori cenderung akan lebih cepat. Ini termasuk pula untuk komposting bahan makanan yang cenderung lama terurai, seperti tulang ayam dan ikan. Tetapi, karena ukurannya yang kecil maka jika sampah dapur Anda banyak maka jumlah lubang biopori di halaman juga harus banyak.

 

Apabila Anda tidak memiliki halaman maka komposting menggunakan ember menjadi pilihan ideal. Tetapi, Anda harus mengaduk sampah secara berkala agar proses komposting berjalan dengan baik. Kepada mengenyahkan rasa jijik tanamkanlah pikiran jika proses sampah menjadi kompos itu adalah proses yang akan memberi manfaat besar. Setelah sekitar 2 bulan, Anda akan mendapatkan pupuk gratis yang juga bisa dibagikan ke tetangga. (M-1)

Mungkin Anda Menyukai