Keluarga Santri yang Meregang Nyawa Usai Dianiaya Seniornya Bakal Gugat Perdata Ponpes TQ Al-Imam Ashim Makassar

 

Liputanindo.id MAKASSAR – Keluarga AR (14), santri korban penganiayaan yang dilakukan seniornya sendiri hingga meregang nyawa akan terus menempuh jalur hukum selanjutnya.

 

Hal tersebut disampaikan Om AR, Rizaldi Jamaluddin mengatakan, pihak keluarga korban berencana bakal menempuh jalur hukum secara perdata atas dugaan kelalaian pihak Ponpes.

 

“Mungkin kita bakal mengambil langkah-langkah hukum selanjutnya, di pesantrennya. Jadi memang kita ada rencana untuk menggugat secara perdata pesantrennya,” ungkapnya.

 

Menurut Rizaldi, gugatan tersebut bakal dilayangkan keluarga besar AR bukan tanpa alasan. Melainkan sebagai pengingat agar kejadian serupa tidak kembali terjadi dan menimpa santri lainnya.

 

“Semoga tidak terjadi lagi kasus yang demikian terhadap santri yang lain dimanapun,” sebutnya.

 

Atas kejadian ini, Rizaldi juga membantah pernyataan pihak Ponpes yang menyebut kasus dugaan penganiayaan tersebut sudah berdamai atau selesai.

 

Meskipun dia menyebut, saat AR dirawat di rumah sakit beberapa kali orang tua pelaku datang untuk menempuh jalan damai.

 

“Tak ada (damai), memang beberapa hari setelah dirawat ini korban, orang tua pelaku beberapa kali datang ke rumah sakit. Yang dari pelaku ini selalu cari cara untuk masuk menempuh jalur damai,” jelasnya.

 

Ia menyampaikan, bahwa upaya damai memang pernah dirembukkan oleh keluarga besar korban. Tetapi, belum menuai kesepakatan dari seluruh pihak keluarga hingga saat ini.

Cek Artikel:  Polisi Tangkap Admin Judi Slot Online di Makassar

 

Di mana beberapa persyaratan damai yang ditawarkan pihak keluarga disebut hingga saat ini belum ada titik terangnya.

 

“Jadi setelah bangun komunikasi dari pesantren, sebenarnya memang ada niatan damai, kalau dia (keluarga pelaku) menyetujui pernyataan damai itu yang kita tuangkan dalam surat perjanjian,” jelasnya.

 

“Tetap berembuk, kalaupun misalnya dia menyetujui dengan apa yang kita sodorkan di surat perjanjian. Tapi takdir berkata lain, dia (korban) meninggal. Secara otomatis itu (damai) batal, dan memang belum ada (kesepakatan kedua belah pihak damai), tidak ada hitam diatas putih, baru rancangan,” sambungnya.

 

Eksispun dari kejadian ini, Rizaldi berharap agar proses hukum yang menimpa keponakannya bisa berjalan dengan adil, mengingat orang tua dari tersangka atau pelaku merupakan anggota Polri.

 

Termasuk, Rizaldi juga berharap agar pihak PPTQ Al-Imam Ashim turut bertanggungjawab atas kasus tersebut agar tidak kembali terulang dikemudian hari.

 

“Jadi kita berharap, proses hukumnya betul-betul dapat keadilan dari pihak keluarga, orangtuanya pelaku ini anggota Polri, dan nantinya (proses hukum) bisa berjalan kredibel. Jadi kita berharap di pesantren ada tanggung jawab, setidaknya ada tanggung jawab dan tidak cuci tangan terkait masalah ini,” bebernya.

 

Menindaklanjuti hal tersebut, Humas Ponpes PPTQ Al-Imam Ashim, Jamal saat dikonfirmasi mengenai sikap Ponpes atas langkah hukum yang rencananya akan ditempuh pihak keluarga korban atau AR enggan memberikan banyak tanggapan.

Cek Artikel:  Polisi Cocokkan Member PPLN Kuala Lumpur yang Jadi DPO Serahkan Diri

 

“Saya belum bisa ambil sikap tentang itu, saya tidak berani menyampaikan hal itu karena tentunya kami dari pihak pondok bagaimana memberikan kepada pihak kepolisian untuk menjalankan tugasnya. Kemudian kedua kami selalu berupaya bagaimana membangun komunikasi kepada anak-anak kami. Jadi mungkin tentang hal itu saya belum berani menyatakan sikap terkait hal yang kita sampaikan,” kata Jamal.

 

Jamal menyampaikan seluruh anak yang sedang menimbah ilmu di Ponpes PPTQ Al-Imam Ashim merupakan anak didik bersama.

 

Selama korban dirawat di rumah sakit, pihak Ponpes disebut selalu hadir untuk memantau perkembangan korban.

 

Bahkan saat korban meninggal dunia pun pihak Ponpes ikut mendatangi kediaman korban. Jamal mengatakan sejauh ini komunikasi antara pihak Ponpes dan keluarga korban terjalin dengan baik.

 

“Jadi komunikasi kami Alhamdulillah berjalan, kami juga sering datang selama proses perawatan di rumah sakit kami selalu berada di sana menjenguk ananda (korban), kemudian kami juga stay 24 jam secara bergilir di rumah sakit,” ungkap Jamal.

 

“Membangun komunikasi sampai sekarang ini, kita juga hadir di rumah duka sebagai bentuk, kami juga termasuk keluarga pondok juga berduka, bukan memposisikan bahwa kami merasa bahwa ananda itu (korban) bagian dari keluarga kami,” sambungnya.

Cek Artikel:  Polri Terjunkan 3.929 Personil untuk Pengamanan Aksi Unjuk Rasa di Depan Gedung DPR/MPR RI

 

Sebelumnya, AR (14), seorang santri di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) meregang nyawa usai diduga dianiaya oleh seniornya sendiri.

 

AR merupakan seorang santri di Pondok Pesantren yang terletak di Kecamatan Manggala, Kota Makassar.

 

Peristiwa kekerasan yang dialami oleh AR terjadi di pondok pesantren tersebut beberapa waktu lalu.

 

Dari informasi yang dihimpun, AR meregang nyawa usai dirawat intensif di Rumah Nyeri (RS) Grestelina, Kota Makassar pada Selasa (20/2/2024) dini hari.

 

Polisi yang mendapat laporan tersebut langsung bergerak cepat dan mengamankan terduga pelaku berinisial AW (15) yang merupakan senior korban.

 

AW diamankan Tim Jatanras Polrestabes Makassar di kediamannya yang terletak di Perumahan Amalia Residence, Kabupaten Gowa, Sulsel pada Selasa (20/2/2024).

 

“Pelaku diamankan di kediamannya yang terletak di Kabupaten Gowa,” ungkap Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Devi Sujana.

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan, AW mengaku melakukan kekerasan terhadap korban dengan cara memukul pada bagian kepala dekat telinga.

 

“Ketika itu korban langsung tak sadarkan diri lalu dilarikan ke RS Grestelina,” ujarnya.

 

Malangnya, pada Selasa (20/2/2024) sekitar pukul 01.00 WITA, korban dinyatakan meninggal dunia.

 

“Ketika ini pelaku diamankan di Mapolrestabes Makassar untuk proses pemeriksaan lebih lanjut,” tandasnya. (KEK)

 

 

Mungkin Anda Menyukai