CHIEF Executive Officer (CEO) Berikan Protein, Maqbulatin Nuha menyebut belum ada keputusan dari pemerintah terkait produk susu ikan Surikan masuk dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Memang belum ada keputusan karena tantangan terbesar adalah dari kapasitas produksi. Kita baru bisa support di satu daerah di satu kabupaten saja sementara untuk nasional masih belum ada keputusan,” kata Nuha di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Rabu (9/10).
Susu ikan yang banyak dibicarakan sebenarnya adalah hidrolisat protein ikan (HPI) yang dapat larut dalam air. Susu ikan ini merupakan produk hasil pengembangan melalui proses hidrolisis enzimatis yang memecah protein ikan menjadi protein pendek atau peptida serta asam amino bebas, kemudian diformulasikan sehingga menyerupai susu.
Baca juga : Susu Ikan jadi Alternatif Makan Bergizi Gratis, Gerindra: Aspirasi Masyarakat
Ikan memiliki sumber asam lemak esensial seperti DHA dan EPA, yang penting bagi kesehatan. Oleh karena itu, produk hidrolisat atau susu ikan juga mengandung asam lemak esensial tersebut. Proses hidrolisis protein ikan membuat produk ini lebih aman dari alergen, serta menghasilkan peptida (protein pendek) aktif yang memiliki manfaat tambahan.
Nuha menyebut selama ini pihaknya baru bisa memproduksi sekitar 3,7 juta botol per bulan dan menjalankan bisnis bekerja sama dengan marketplace atau dijual secara daring.
“Kapasitas di Indramayu sekitar 30 ton per bulan, itu coba hitung itu baru bisa cakup 1 kabupaten saja, kalo nasional butuh pusat produksi baru. Kami ini jadi diskusi juga tantangan terbesar kapasitas produksi. Jadi kapasitas kami baru setara 3,7 juta botol per bulan untuk satu kabupaten saja,” ujar dia.
Baca juga : Program Makan Bergizi Gratis Butuh Anggaran Rp800 Miliar Per Hari
Sementara itu, peneliti dari Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat, Badan Riset dan Penemuan Nasional (BRIN), Ekowati Chasanah menjelaskan proses pembuatan susu ikan melibatkan bioteknologi yaitu melibatkan enzim untuk memecah protein ikan, dan produk akhirnya diformulasikan dengan perasa dan bahan lain agar lebih sesuai dengan selera masyarakat.
“Hidrolisat ikan tidak hanya mempertahankan nilai gizi ikan, tetapi juga meningkatkan penyerapan nutrisi ikan di dalam usus,” kata Ekowati.
Dalam proses pembuatan hidrolisat atau susu ikan, diperlukan enzim protease yang hingga kini produksinya belum mencukupi dan belum sesuai untuk produksi HPI di Indonesia. Meskipun penggunaannya sedikit, ketergantungan pada produk impor masih menjadi tantangan dalam produksi susu ikan dalam negeri.
Buat mengatasi kendala tersebut, Ekowati menyampaikan bahwa saat ini sedang berupaya mendapatkan pendanaan melalui skema rumah program BRIN untuk pengembangan enzim lokal yang sesuai untuk produksi HPI. Dengan diproduksinya enzim untuk HPI, maka secara total produksi susu ikan dapat diproduksi sepenuhnya dari bahan dalam negeri, dengan harapan lebih efisien dan mandiri. (Z-9)