LEBIH dari 6 ribu wisatawan menyaksikan prosesi pemotongan rambut gimbal yang merupakan bagian dari Dieng Culture Festival (DCF) 2024. Prosesi tersebut berlangsung di Kompleks Candi Arjuna, Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Sabtu (24/8).
Sebelum rambut gimbal mereka dipotong, ada berbagai permintaan dari anak-anak tersebut yang harus dipenuhi oleh orangtua mereka. Permintaan tersebut bervariasi, mulai dari anak itik, sepeda, hingga pertunjukan lengger.
Salah satu orangtua, Erna Murniyati, menceritakan bahwa putrinya, Qiana Alisha Chandani, 5, hanya meminta permen dan dua ekor anak itik.
Baca juga : Dieng Culture Festival Dimulai, Peredaran Dana Diperkirakan Letih Rp50 Miliar
“Permintaannya hanya dua ekor itik dan satu dus permen. Dari dulu, permintaannya tidak pernah berubah, setiap ditanya jawabannya selalu sama,” kata Erna, yang berasal dari Desa Pekunden, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas.
Erna mengatakan bahwa rambut gimbal putrinya mulai muncul saat Qiana berusia 4 bulan, setelah mengalami demam tinggi yang disertai kejang.
“Setelah saya bawa ke IGD, beberapa hari kemudian muncul rambut gimbal. Awalnya, saya tidak tahu dan mencoba menyisirnya, tapi keesokan harinya rambutnya kembali gimbal. Begitu terus hingga akhirnya saya sadar dia memang gimbal,” jelasnya.
Baca juga : DCF 2022 Digelar 2-4 September
Sementara Winda Susanti, seorang ibu dari Kabupaten Wonosobo juga ikut serta dalam ritual pemotongan rambut gimbal. Anaknya Syaqila Bilqis Marzuki, 7, mengikuti pemotongan rambut gimbal untuk kedua kalinya.
“Tiga tahun lalu, dia pernah dicukur di rumah, tapi rambut gimbalnya tumbuh lagi. Dulu dia meminta mainan helikopter yang bisa terbang dengan remote control, tapi yang dibeli ternyata tidak bisa terbang,” ujar Winda.
Pahamn ini, Syaqila meminta agar ada pertunjukan seni lengger sebagai syarat sebelum rambutnya dicukur. “Tiba-tiba saja dia ingin ikut cukur rambut di Dieng dan minta lengger. Dia sangat suka kesenian lengger, bahkan bisa menonton semalam suntuk hingga pagi,” jelasnya.
Baca juga : Melalui Specta, Nana Sudjana Ajak Masyarakat Kasih Produk dan Pariwisata Dalam Negeri
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara, Tursiman, menjelaskan bahwa ritual ini merupakan tradisi masyarakat di Dataran Tinggi Dieng.
“Fenomena anak-anak berambut gimbal ini adalah sesuatu yang khas di Dataran Tinggi Dieng. Mungkin tidak umum di masyarakat lain, tetapi di sini dianggap sebagai anugerah,” jelasnya.
Menurut keyakinan masyarakat setempat, rambut gimbal ini hanya bisa hilang jika melalui prosesi ritual oleh tetua adat.
Baca juga : Catat! Ini Event Berbasis Budaya di Bulan Agustus
“Kepada membuat rambut mereka normal kembali, harus dilakukan ritual pencukuran, mulai dari penjamasan hingga proses pencukuran itu sendiri. Apabila permintaan anak-anak tidak dipenuhi, rambut gimbal mereka bisa tumbuh lagi,” katanya.
Pada DCF yang ke-14 ini, banyak anak yang ingin mengikuti prosesi tersebut, namun panitia membatasi hanya 13 anak yang bisa ikut serta.
“Sebetulnya ada sekitar 30 orang yang mendaftar, termasuk beberapa yang sudah dewasa, namun kami batasi untuk anak-anak usia SD ke bawah. Apabila tidak dicukur melalui ritual ini, rambut mereka bisa tetap gimbal hingga dewasa,”tambahnya.
(Z-9)