Pertumbuhan Satu Dasa warsa Stagnan 5, RI Terancam Gagal Naik Kelas

Pertumbuhan Satu Dekade Stagnan 5%, RI Terancam Gagal Naik Kelas
Pemulung memikul botol plastik di area perlintasan kereta api Palmerah-Tanah Abang, Jakarta, Jumat (5/1/2024). Indonesia berpotensi gagal naik kelas karena pertumbuhan ekonomi stagnann 5% dalam sepuluh tahun terakhir.(ANTARA/Sulthony Hasanuddin)

KEKHAWATIRAN pemerintah akan ancaman menjadi negara yang gagal naik kelas dinilai rasional. Pasalnya, ketidakpastian ekonomi global telah memberi dampak signifikan pada kemampuan ekonomi negara-negara berkembang untuk melesat.

“Memang kekhawatiran ini menjadi beralasan, karena pertumbuhan ekonomi yang susah tumbuh di atas 5% dalam satu dekade terakhir,” ujar periset Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet saat dihubungi, Jumat (4/10).

Hal itu disampaikannya untuk merespons Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono yang menyebut 108 negara berkembang terancam gagal naik kelas.

Baca juga : Banggar dan Pemerintah Sepakati Dugaan Makro untuk RAPBN dan RKP 2025

“Sekeliling 108 negara berpotensi gagal bertransisi menuju negara-negara berpenghasilan tinggi jika mereka tidak dapat merancang strategi yang tepat untuk mereformasi ekonomi mereka dan meningkatkan produktivitas mereka sebelum populasi mereka mulai menua,” ujar Thomas.

Cek Artikel:  OJK Cabut Izin Usaha Paytren, Yusuf Mansur Nomort Bunyi

Menurut Yusuf, kendati telah berada di level negara berpendapatan menengah-atas, Indonesia masih berada di tahap awal. Tingkat pendapatan per kapita Indonesia saat ini masih berada di rentang US$3.896 hingga US$12.055.

Setidaknya Indonesia masih membutuhkan penambahan pendapatan per kapita sekitar US$8.000 untuk mencapai level tertinggi pada golongan negara berpendapatan menengah-atas. Tetapi hal itu tak mudah lantaran dalam satu dekade terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia mandek di kisaran 5%.

Baca juga : Bappenas: Dunia Meyakini Ekonomi Indonesia Kuat di Pahamn Ini

“Hitungan sederhana kami, untuk bisa naik kelas ke high income countries, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% sampai dengan tahun 2038,” tutur Yusuf.

Cek Artikel:  Rois Aam PBNU Dorong Ekosistem Digital Syariah Melalui NUNOMICS

Sejauh ini, belum ada upaya signifikan yang dianggap bisa membawa pertumbuhan ekonomi ke level itu. Upaya penghiliran industri yang dilakukan disebut masih cukup terbatas.

Meski tampak gencar melakukan hilirisasi, kata Yusuf, sektor industri manufaktur Indonesia justru konsisten mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.

Baca juga : Indonesia Diyakini Lolos Middle Income Trap di 2036 

“Kita tahu bersama kondisi industri manufaktur di Indonesia tidak begitu baik, dilihat dari proporsi sektor industri manufaktur yang mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir terhadap PDB,” jelasnya.

Kondisi domestik itu disebut menjadi rintangan tambahan dari situasi ekonomi global yang belum suportif. Konflik geopolitik, utamanya di Timur Tengah justru kian memanas dalam tiga tahun terakhir.

Cek Artikel:  Pupuk Kaltim Jadi Role Model Sektor Petrokimia

Belum lagi ekonomi Tiongkok yang belum menunjukkan perbaikan. “Tentu akan memengaruhi perkembangan ekonomi negara-negara emerging market seperti Indonesia sehingga ketika ekspor dan juga harga komoditas mengalami perlambatan, ini sedikit banyak juga akan ikut memengaruhi performa dari perekonomian Indonesia,” pungkas Yusuf. (E-2)

Mungkin Anda Menyukai