Menelisik Filateli di Era Digital Sejarah Prangko dan Masa Depannya

Menelisik Filateli di Era Digital: Sejarah Prangko dan Masa Depannya
Filateli memiliki sejarah panjang sejak prangko pertama kali diperkenalkan di Inggris pada 1840 dan di Indonesia pada 1868. (Antara)

FILATELI, yang berasal dari kata Yunani philos (teman) dan ateleia (bebas bea), pada dasarnya merujuk pada hobi mengumpulkan prangko dan benda pos lainnya. Secara global, filateli dapat diartikan sebagai “teman yang membebaskan dari biaya pos”. 

Tetapi, di era digital saat ini, muncul pertanyaan: apakah prangko masih dibutuhkan? Apakah masih ada anak muda yang tertarik untuk mengumpulkan benda pos ini?

Prangko merupakan tanda pelunasan biaya pengiriman surat atau kartu pos, dan meski penggunaannya kini berkurang, sejarah besar di balik prangko masih diakui oleh para kolektor setia. Tetapi, seberapa banyak masyarakat yang mengetahui sejarah prangko di Indonesia? Rasa apatis terhadap hal-hal kecil sering kali membuat kita melupakan sejarah besar, termasuk awal mula pembuatan prangko.

Baca juga : Transformasi Kantor Pos di Era Digital: Dari Pengiriman Surat ke Ruang Publik Kreatif

Cek Artikel:  Prihatin Marak Kasus Bullying di Sekolah, DPR Pendidikan Kepribadian Diperlukan

Sejarah Prangko

Pada masa sebelum prangko, pembayaran pos dibebankan kepada penerima surat. Dalam buku Mengenal Filateli Indonesia karya Richard Susilo, ada sebuah cerita menarik tentang dua pasangan yang kerap bertukar surat, namun surat-surat mereka ditulis dalam sandi yang hanya mereka pahami. 

Ketika surat sampai, si penerima membaca sandi tersebut tanpa benar-benar membutuhkan isi surat. Akibatnya, sang pengirim sering kali dibebaskan dari biaya pengiriman oleh tukang pos yang tidak memahami isi surat tersebut.

Praktik ini akhirnya terungkap Sir Rowland Hill, seorang tokoh di Inggris. Ia kemudian mengajukan gagasan kepada Parlemen Inggris untuk mengubah sistem pembayaran pos, yakni dengan membayar di muka dan menempelkan prangko sebagai tanda pelunasan. Gagasan ini diterima dan pada 1 Januari 1840, penggunaan prangko resmi diberlakukan di Inggris.

Cek Artikel:  Masuki Pancaroba, BMKG Imbau Waspada Angin Puting Beliung

Baca juga : Hari Pos Sedunia: Ini Jejak Perkembangan Jenis Surat dari Masa ke Masa

Di Indonesia, prangko pertama kali digunakan tahun 1868. Berarti prangko telah menjadi bagian dari kehidupan pos di negeri ini selama lebih dari 150 tahun. 

Koleksi

Para kolektor prangko disebut filatelis, dan hobi ini dikenal dengan nama filateli. Selain prangko, benda-benda filateli yang sering dikumpulkan meliputi lembar kenangan (souvenir sheet), Sampul Peringatan, amplop surat pos, hingga kartu pos.

Pada 2017, Indonesia menjadi tuan rumah Pameran Filateli Sedunia yang berlangsung di Bandung. Ajang ini menghadirkan berbagai koleksi filateli dari filatelis Indonesia, yang berhasil mendapatkan medali beragam dari kategori Emas Besar hingga Perunggu. Juri-juri ahli dalam filateli hadir untuk menilai setiap koleksi yang dipamerkan.

Baca juga : Apa Itu Hari Pos Sedunia? Menelusuri Sejarah dan Tujuan Perayaan Mendunia Ini

Cek Artikel:  Pemanasan Dunia, Rumah Nyeri Guna PLTS

Sayangnya, di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan inovasi digital, hobi filateli semakin terpinggirkan. Kini, dengan adanya email, media sosial, internet, dan ponsel pintar, layanan pos tradisional semakin jarang digunakan. 

Hal ini berdampak pada penurunan minat masyarakat untuk membeli prangko, yang pada akhirnya juga mengurangi antusiasme terhadap hobi filateli. Tertentunya di kalangan anak muda, gairah untuk mengumpulkan prangko seolah telah memudar.

Sebagai generasi muda yang hidup di era digital, penting bagi kita untuk menghargai sejarah dan warisan seperti prangko. Meski teknologi terus berkembang, memahami sejarah filateli dapat mengajarkan kita tentang pentingnya komunikasi, perkembangan layanan pos, dan nilai dari benda-benda pos yang mungkin tampak sederhana tetapi memiliki makna besar bagi yang menghargainya. (its.ac.id/Z-3) 

Mungkin Anda Menyukai