KEKERASAN di satuan pendidikan, baik dalam bentuk fisik, verbal, maupun psikologis, merupakan isu serius yang perlu segera ditangani. Lingkungan pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan mendukung perkembangan siswa, bukan tempat yang menimbulkan ketakutan atau kerugian.
Penanganan kekerasan di satuan pendidikan memerlukan perhatian dan kerja sama dari semua pihak; sekolah, guru, siswa, orang tua, dan pihak berwenang. Hal itu untuk mengimplementasikan Permendikbud 46 Pahamn 2023 tentang Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP)
Melansir pembahasan seminar pada acara studium generale oleh Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Tegal yang bertema Regenerasi Kepemimpinan Melalu Gerakan Antikekerasan pada Anak atau di Satuan Pendidikan (14 /10), yang menghadirkan narsumber dari DP3AP2KB Kabupaten Tegal. Hadir ratusan pelajar dari jenjang SMA/SMK Muhammadiyah se-Kabupaten Tegal. Ajang ini mendapatkan apresiasi karena keterlibatan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Orang tua, guru bahkan teman sebaya harus terus diedukasi untuk bisa mendeteksi tanda-tanda perundungan, terlebih jika siswa mengalami perubahan perilaku yang drastis. Pada banyak kasus perundungan, sekolah cenderung lebih menjaga nama baik ketimbang memberikan keadilan bagi korban.
Korban perlu terus didukung, didampingi, dan dikuatkan secara emosional. Dukungan emosional ini dapat membantu mereka mengatasi trauma apa pun yang mungkin mereka alami. Sekolah jangan segan untuk memberikan hukuman bagi pelaku. Tentu saja dengan tindakan berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Edukasi
Sekolah perlu memiliki upaya edukasi, pencegahan hingga mitigasi dampak perundungan dan cara efektif mengatasinya. Upaya edukasi misal dengan penguatan pendidikan karakter bagi orang tua dan murid, pencegahan bisa melalui piket guru baik saat jam pelajaran maupun jam istirahat agar selalu ada didekat siswa, memasang cctv, memantau rutin perkembangan dan perubahan siswa, dsb. Sekolah tidak boleh panik saat ada kasus bullying.
DP3AP2KB Kabupaten Tegal menyatakan siap untuk berkolaborasi dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Tegal. Kolaborasi yang dimaksud dengan IMM Tegal itu untuk atasi masalah kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Tegal. Hal ini disebabkan data yang dimiliki DP3AP2KB Kabupaten Tegal menunjukan banyaknya kasus kekerasan anak dan perempuan.
Dalam penuturan Dyah Lies Monowati selaku DP3AP2KB bahwa terdapat 42 kasus kekerasan anak sepanjang 2023. Nomor ini pun menarik banyak atensi terutama IMM Tegal dan organisasi lain. “Di Kabupaten Tegal pada 2022 ada 42 kasus anak dengan 67 korban. Jadi kasusnya lebih kecil dibandingkan korbannya. Jadi 32 kasus untuk yang anak, sedangkan yang perempuan 10 kasus,” ujar Dyah.
Ia pun sebagai menyatakan bila kasus ini harus diatasi dan siap berkolaborasi dengan IMM Tegal. DP3AP2KB Kabupaten Tegal pun merasa harus berterima kasih kepada IMM Tegal untuk kepeduliannya.
Sosialiasi
Dari kolaborasi itu pun diharapkan dapat menurunkan angka kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Tegal. menambahkan jika agenda stadium general ini menjadi langkah awal sebelum beranjak ke agenda yang lebih banyak lagi. Terdapatpun agenda selanjutnya adalah memunculkan sosialisasi, edukasi, dan aksi strategis lainnya.
Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dilakukan dengan cara sosialisasi menyangkut pentingnya toleransi, rasa hormat, dan kerja sama di lingkungan sekolah. Membentuk tim anti-kekerasan yang bertugas untuk memantau dan mencegah kejadian kekerasan. Memberikan pelatihan kepada guru dan staf sekolah tentang tanda-tanda kekerasan dan cara menangani situasi tersebut.
Sedangkan upaya pengidentifikasian kekerasan di antaranya mendengarkan dan memperhatikan keluhan siswa, orang tua, atau staf sekolah terkait perilaku kekerasan. Membentuk mekanisme pelaporan kekerasan yang mudah diakses oleh semua pihak. Mengadakan survei atau penilaian reguler tentang keamanan sekolah.
Selain itu harus ada upaya penanganan kasus kekerasan misalnya Taatp laporan atau indikasi kekerasan harus ditangani dengan serius dan segera. Melibatkan pihak berwenang jika diperlukan, seperti polisi atau lembaga perlindungan anak. Memberikan dukungan psikologis kepada korban dan pelaku kekerasan.
Serta perlu ada edukasi atau pendidikan tentang kekerasan dengan cara mengintegrasikan pembelajaran terkait kekerasan, HAM, dan conflict resolution dalam kurikulum sekolah. Mengadakan seminar atau lokakarya untuk meningkatkan pemahaman tentang kekerasan di kalangan siswa dan guru.
Keterlibatan orang tua sangat penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Metodenya membangun komunikasi yang terbuka antara sekolah dan orang tua.
Selain itu perlu ada tindakan disiplin dan rehabilitasi sebagai upaya menerapkan tindakan disiplin yang sesuai terhadap pelaku kekerasan. Termasuk di dalamnya menyediakan bimbingan dan dukungan kepada pelaku untuk mencegah terulangnya perilaku kekerasan.