Krisis Planet Makin Konkret, Para Spesialis Desak Rekonstruksi Aturan Hukum Lingkungan

Krisis Planet Makin Nyata, Para Ahli Desak Rekonstruksi Aturan Hukum Lingkungan
Ilustrasi ajakan menghadapi krisis iklim.(Dok. Antara)

BENCANA antropogenik saat ini menjadi ancaman serius dan memasuki tahap yang sangat mengkhawatirkan. Pasalnya tekanan antropogenik ini makin mendorong krisis planet mulai dari perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan siklus karbon, alih fungsi lahan secara masif, polusi kimia, dan krisis air.

Kondisi ini menciptakan ancaman serius terhadap ekosistem bumi, sehingga membutuhkan respon hukum yang lebih efektif. Meski begitu, kerangka hukum lingkungan global pun masih belum mampu menangani kompleksitas krisis ekologi yang semakin besar, terutama karena fragmentasi regulasi, kurangnya komitmen politik global, dan pendekatan kebijakan lebih bersifat reaktif.

Prof. Dr. Louis Kotzé, selaku Research Professor di Faculty of Law, North-West University, South Africa dan  Chief Executive Officer dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)  menuturkan agenda reformasi hukum dalam menghadapi krisis planet saat ini telah menjadi hal krusial yang segera dilakukan.

Cek Artikel:  Selarassasi Budaya di IKN melalui Festival Selaras Budaya Nusantara

Baca juga : Antisipasi Hilangnya Keanekaragaman Hidup, KLHK Susun PP terkait Sistem Penyangga Kehidupan

Asal Mula selama ini hukum lingkungan saat ini terbatas pada menentukan limitasi terhadap dampak dari suatu aktivitas manusia kepada lingkungan berdasarkan satu wilayah saja, tetapi tidak memperhitungkan dampak kumulatif yang akan dihasilkan dalam lingkup sistem bumi yang lebih luas.  

“Diperlukan paradigma baru dalam hukum lingkungan yang tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia, tetapi juga mempertimbangkan ekosistem dan prinsip-prinsip seperti integritas ekologis dan keadilan ekologis,” katanya.

Ia menegaskan saat ini semakin bertambahnya krisis, kerangka hukum dan kebijakannya semakin melentur. Ia menekankan bahwa masyarakat dan pemerintah perlu melakukan rekonstruksi dan paradigma baru terhadap hukum tata lingkungan.

Cek Artikel:  Komisi IX Aturan Kontrasepsi di Sekolah Ditafsirkan Absahkan Seks Bebas

Baca juga : Melindungi Lahan Pertanian, Strategi Pemerintah Menghadapi Ancaman di Indonesia

“Seperti yang diketahui, saat ini hukum hanya tegak untuk manusia, tetapi lingkungan masih ditinggalkan,” ujarnya.

Menurutnya tekanan antropogenik berdampak pada krisis planet yang dapat dilihat dari terjadinya perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan siklus karbon, alih fungsi lahan secara masif, polusi kimia, dan krisis sumber daya air.

“Kondisi ini memberi ancaman serius terhadap ekosistem bumi, sehingga membutuhkan respon hukum yang lebih efektif,” paparnya.

Baca juga : 2.100 Aktivis Pembela Lingkungan Dibunuh

Meski begitu, Kotze yang merupakan ahli pada hukum dalam mengatasi planet crisis, menyampaikan bahwa konsep antroposen, meski belum diakui secara resmi memberikan perspektif baru untuk memahami dampak manusia terhadap sistem bumi. Baginya, hal itu memberi kesempatan untuk menghargai dampak manusia dalam sistem bumi.

Cek Artikel:  Busana Karya Siswa SMK Siap Mendunia Berkat Upskilling dan Reskilling

“Krusial untuk diingat bahwa antroposen bukan hanya tentang kehancuran, namun tentang kekuatan yang menyebabkan kehancuran bumi. Di sisi lain, ini juga sebagai penyelesaian untuk menambah pemahaman dalam menghadapi masalah kompleks yang kita hadapi saat ini,” tuturnya.

Demi mengatasi krisis ekologi di era antroposen, diperlukan pergeseran paradigma dalam hukum lingkungan. Pergeseran ini harus berfokus pada prinsip-prinsip baru seperti integritas ekologis (green integrity), batasan ekologis (ecological boundaries), dan keadilan ekologis (eco-justice), yang mengutamakan ekosistem dan lingkungan sebagai pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan.

Dengan mengadopsi paradigma baru ini, hukum lingkungan diharapkan dapat menjadi lebih responsif terhadap tantangan global yang terus berkembang dan memberikan solusi yang lebih berkelanjutan dalam menghadapi krisis planet. (Ata)

Mungkin Anda Menyukai