Gelar Aksi Protes, Hakim Indonesia Bawa 4 Isu Krusial

Gelar Aksi Protes, Hakim Indonesia Bawa 4 Isu Krusial
Ilustrasi .(Dok. MI)

PERJUANGAN panjang untuk keadilan dan kesejahteraan hakim kini mencapai titik kulminasi. Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, yang telah menjadi denyut nadi perjuangan keadilan, akan memasuki fase kritis melalui aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober mendatang. Sebuah langkah terakhir (ultimum remedium) yang diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.

Demikian disampaikan Fauzan Arrasyid, Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, dalam keterangannya, Sabtu (28/9). Menurut dia, aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa. Sejak 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 Mengertin 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim.

Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh, dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut. Tetapi, hingga saat ini perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah.

Baca juga : Pembentukan Bilangantan Siber TNI Perlu Waktu 7 Mengertin

Cek Artikel:  Saran JK ke Prabowo Jangan Pilih Menteri yang Bikin Rugi

“Oleh karena itu, dengan berat hati namun penuh keyakinan, aksi cuti bersama ini menjadi pilihan terakhir demi memperjuangkan martabat dan kesejahteraan hakim di Indonesia,” kata Fauzan.

Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia ini membawa empat isu penting yang menjadi inti perjuangan. Pertama, Penyelenggaraan Putusan Mahkamah Mulia (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Mengertin 2012. “Sebuah langkah yang selama ini diabaikan oleh pemerintah, padahal memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim,” katanya.

Kedua, terang Fauzan, pengesahan RUU Jabatan Hakim, sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan. Kemudian, peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi hakim, serta pengesahan RUU Contempt of Court atau sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan.

Baca juga : Kutuk Serangan Israel ke Lebanon, Jokowi: Butuh Respon Segera Dunia

Fauzan menyebut gerakan ini telah mendapatkan dukungan yang sangat besar dari berbagai kalangan. Dukungan datang dari hakim tingkat pertama yang berjuang di seluruh Nusantara, hakim tingkat banding, hingga beberapa Hakim Mulia yang turut menyuarakan pentingnya
gerakan tersebut.

Cek Artikel:  Presiden Jokowi Tetap Kunker hingga 15 Oktober 2024

Tak hanya dari kalangan hakim, solidaritas ini juga mendapatkan dukungan dari civil society, kelompok akademisi, dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap independensi peradilan di Indonesia. “Dukungan mereka menjadi bukti bahwa perjuangan ini adalah milik kita semua, milik bangsa Indonesia yang mendambakan peradilan yang adil dan berwibawa.”

Pun hingga Jumat (27/9), imbuhnya, sebanyak 1.326 hakim telah bergabung dalam gerakan ini. Lebih dari 70 orang di antaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim.

Baca juga : Rekam Jejak Hakim Ansori dan Tantangan di Sidang PK Mardani H Maming

“Ini adalah bukti nyata bahwa perjuangan ini bukanlah sekadar wacana, melainkan gerakan yang didorong oleh semangat solidaritas dan tanggung jawab bersama,” ujar Fauzan.

Menurut dia, aksi cuti bersama ini akan dilaksanakan dalam tiga skema. Pertama, hakim yang mengambil cuti lalu berangkat ke Jakarta untuk bergabung dalam barisan hakim yang melakukan aksi solidaritas. Kedua, hakim yang mengambil cuti dan berdiam diri di rumah sebagai bentuk dukungan kepada rekan-rekannya yang berjuang di Jakarta.

Cek Artikel:  KPK Minta Berita Pejabat Kejagung Terima Gratifikasi Dilaporkan

Terakhir, hakim yang hak cuti tahunannya sudah habis akan didorong untuk mengosongkan jadwal sidang pada 7-11 Oktober 2024, namun tetap menjaga agar hak-hak masyarakat pencari keadilan tidak dirugikan.

Fauzan menegaskan, gerakan Solidaritas Hakim Indonesia adalah panggilan jiwa untuk setiap insan yang masih percaya pada kekuatan keadilan. Langkah ini bukan hanya perjuangan para hakim, tetapi seruan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk berdiri di sisi kebenaran.

“Kami tidak hanya menuntut hak kami, kami berjuang untuk masa depan bangsa yang lebih adil, di mana hukum menjadi naungan dan bukan sekadar bayangan. Mari satukan langkah, satukan suara, dan satukan hati, karena perubahan besar hanya terwujud ketika kita bergerak bersama. Inilah saatnya kita menjadi bagian dari sejarah, sejarah tentang bangsa yang tak pernah menyerah untuk memperjuangkan keadilan bagi semua,” tandasnya. (J-2)

Mungkin Anda Menyukai