Deflasi 5 Bulan Beruntun, Pemerintah Jangan Sibuk Menghibur Diri

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Jakarta: Pemerintah diminta untuk tidak sibuk menghibur diri di tengah pelemahan daya beli masyarakat. Kondisi ini tercermin dari kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami deflasi lima bulan berturut-turut.

Pernyataan Pengamat ekonomi Yanuar Rizky tersebut merespons komentar dua menteri kabinet Indonesia Maju yang menganggap kondisi deflasi saat ini adalah hal positif.

Pada Jumat, 4 Oktober 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai deflasi yang terjadi dalam lima bulan beruntun sesuai harapan pemerintah karena berhasil mengendalikan harga pangan yang sempat bergejolak. Sementara, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berpendapat deflasi beruntun yang terjadi bukan karena daya beli menurun.

“Deflasi ini harus dilihat dari masalah paling mendasar yakni terganggunya kelas menengah. Jangan menteri-menteri Jokowi menghibur diri sendiri di tengah kelas menengah yang terjepit,” ujar Yanuar kepada Media Indonesia, dilansir Minggu, 6 Oktober 2024.

Cek Artikel:  Kementan Siapkan Strategi Keberlanjutan Perkebunan untuk Menghadapi 2025


Ilustrasi pekerja kantoran. Foto: dok MI

 

 

Data pelemahan daya beli masyarakat

Yanuar menjelaskan sejumlah data telah menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat antara lain indeks harga konsumen (IHK) mengalami penurunan dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 105,93 di September 2024. 

Lewat, aktivitas manufaktur Indonesia atau Purchasing Manager’s Index (PMI) mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun. Pada Juli 2024, penurunan terjadi cukup dalam dengan kinerja manufaktur tercatat di bawah ambang batas ekspansi 50 menjadi 49,3 dan kontraksi berlanjut di Agustus menjadi 48,9. Lewat, bulan berikutnya angka PMI manufaktur Indonesia masih terkontraksi dengan naik tipis menjadi  49,2 pada September 2024. 

Cek Artikel:  Kepala Bapanas Tegaskan Komitmen untuk Dukung dan Tingkatkan Kesejahteraan Petani

Data juga menunjukkan terjadinya lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari sampai September 2024 yang mencapai 54 ribu kasus. Masalah ini diikuti dengan fenomena makan tabungan (mantab).

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan, saldo rata-rata kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta pada Juni 2024 adalah Rp1,5 juta. Bilangan ini anjlok dibandingkan 2019 sebesar Rp3 juta.

“Data-data tersebut menunjukkan melemahnya daya beli makin jelas, karena upah yang hilang dari terjadinya PHK yang diikuti penarikan saldo tabungan kelas menengah,” jelas Yanuar. 

Menurutnya, jika masalah itu terus dibiarkan pemerintah, gejolak kelas menengah ini akan semakin berbahaya. Kondisi tersebut dikhawatirkan sama dengan krisis ekonomi Asia pada 1998 yang tidak hanya  menimpa Indonesia, tetapi juga Korea Selatan. 

Cek Artikel:  IHSG Ambles, Berlawanan dengan Wall Street

“Terdapat agenda mendesak bagi pemerintahan baru, bagaimana bisa memberi sinyal optimisme daya beli dari daya kerja dengan mengelola fiskal secara prudent dan membuka akses lapangan pekerja yang luas,” ujar Yanuar.

Mungkin Anda Menyukai