KPU Jangan Tersandera Rapat Konsultasi dengan DPR

KPU Jangan Tersandera Rapat Konsultasi dengan DPR
Pengunjung melintas di bawah papan elektronik hitung mundur menuju pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 di Gedung KPU, Jakarta(MI/Usman Iskandar)

Komisi Pemilihan Lazim (KPU) harus bertindak berdasarkan konstitusi termasuk mengakomodir keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60 dan 70 tentang pilkada. Sedangkan rapat konsultasi dengan DPR sifatnya tidak mengikat sehingga sikap KPU nantinya tidak perlu diperdebatkan lagi.

Pernyataan ini disampaikan pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah yang merespon pernyataan tentang putusan MA dan MK akan dilihat kembali dalam rapat tersebut.

“Sesaat setelah dibacakan dan diketok palu aturan itu langsung berlaku prinsip erga omnes. Sekalian harus tunduk untuk jalankan prosesnya dalam PKPU mau tidak mau harus tunduk,” ujarnya saat dihubungi, hari ini.

Baca juga : KPU Diminta Tak Menunda Revisi PKPU Pilkada

Cek Artikel:  Prabowo Minta Todotua Pasaribu Ciptakan Iklim Investasi yang Lebih Berkualitas

Dalam rapat koordinasi yang disebut bisa menjadi peluang terjadinya kecurangan, maka sikap KPU merupakan kunci. Sebagai lembaga negara yang independen KPU harus punya pendirian dan keyakinan.

“Lagi ada waktu untuk mengadopsi keputusan itu. KPU adalah lembaga mandiri dia punya prinsip menjalankan perintah konstitusi. Jadi di rapat itu ya bertemu saja dan KPU sudah punya cara pandang mengadopsi putusan MK. Tak perlu ada perdebatan lagi nanti di rapat itu.”

Lebih lanjut dikatakan jika masih ada pihak yang ingin mengelaborasi putusan MK dan MA maka itu menjadi sinyal masih ada upaya melakukan pembangkangan konstitusi. Aturan hukum tidak bisa dicampuradukan dengan syahwat politik.

Cek Artikel:  19,8 M Harta Wakapolri yang Dipanggil Prabowo ke Kertanegara

Baca juga : KPU Takut Kena Hukuman Apabila Langsung Terapkan Putusan MK

“Orang yang masih mau mengelaborasi perdebatan MA dam MK itu masih ada upaya kepentingan, masih ada syahwat politiknya. Maka KPU jangan sampai tersandera dan ini juga sebagai momentum dan tanggung jawab KPU mengembalikan trust publik,” tukasnya.

Sementara itu pakar politik CSIS Nicky Fahrizal menilai gerakan serentak yang dilakukan kemarin oleh berbagai elemen masyarakat di berbagai daerah menjadi momentum menguatkan dan merawat kembali demokrasi kita.

“Ini menandakan bahwa ini kembali menjadi momentum merawat demokrasi. Tapi proses ini harus tetap dikawal karena masih banyak hal-hal krusial seperti rancangan dan revisi UU yang krusial yang itu juga akan merusak sendi demokrasi,” ungkapnya.

Cek Artikel:  TNI-Polri Mulai Sterilisasi Gedung DPRMPR Jelang Pelantikan Prabowo-Gibran

Proses cepat revisi UU Pilkada yang sempat disebut sebagai uji coba juga menjadi bukti berbahayanya politik kita di tangan pihak-pihak yang hanya ingin berkuasa.

“Bayangkan masih ada revisi UU krusial. Kalau kemarin bisa dengan cepat uji coba praktik legislasi yang super cepat bagaimana dengan yang lain. Ini adalah praktik permaiman keras konstitusional. Salah satu komponennya eksloitasi hukum termasuk celah hukum. Jadi dengan main celah hukum masuk pada penafsiran ajaib yang dipakai pada rezim sekarang,” tukasnya. (Sru/P-2)

Mungkin Anda Menyukai