Skrining dan Deteksi Pagi Jadi Kunci Pengelolaan Penyakit Pernapasan

Skrining dan Deteksi Dini Jadi Kunci Pengelolaan Penyakit Pernapasan
Ilustrasi(Freepik.com)

LAPORAN Mendunia Burden of Diseases 2019 yang dirilis Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperlihatkan jumlah kasus penyakit pernapasan di Indonesia cukup tinggi, seperti pneumonia, asma, PPOK, dan kanker paru.

Data dari beberapa penyakit pernapasan tersebut adalah pneumonia di Indonesia sebesar 5.900 kasus per 100 ribu penduduk, asma 504 kasus per 100 ribu penduduk, PPOK 145 kasus per 100 ribu penduduk, dan kanker paru 18 kasus per 100 ribu penduduk.

Unsur-faktor seperti polusi udara, kebiasaan merokok, dan penularan penyakit memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan paru-paru. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh adalah meningkatnya polusi udara saat ini yang berdampak negatif pada kesehatan paru-paru. 

Baca juga : Deteksi Pagi Melalui Pemeriksaan di 1.400 Apotek dan Klinik Menjaga Penyakit Kronis

Karena itu, perlindungan dan perawatan kesehatan paru-paru menjadi hal penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak agar masalah ini dapat diatasi dengan cepat.

Cek Artikel:  Pewarisan Sifat dalam Pemuliaan Tanaman dan Hewan

Perusahaan farmasi AstraZeneca menegaskan kembali komitmennya dan turut mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan paru-paru serta meningkatkan kesadaran atas pentingnya deteksi dini serta pengelolaan penyakit pernapasan.

“Penyakit pernapasan kronis dapat membawa akibat yang merugikan pada individu dan masyarakat karena mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup. Penyakit pernapasan ini juga memberikan beban besar terhadap sistem kesehatan akibat meningkatnya angka rawat inap,” ungkap Medical Director AstraZeneca Indonesia dr Feddy terkait rangkaian Hari Paru Sedunia, di Jakarta, Jumat (4/10).

Baca juga : Mengenal Gejala Awal Kanker Paru, Mengapa Deteksi Pagi Itu Vital?

Dia melanjutkan dampak penyakit pernapasan pada individu, komunitas, dan perekonomian suatu negara sangat besar, namun sering kali tidak mendapat perhatian yang memadai.

Pada 2019, penyakit pernapasan kronis jadi penyebab kematian terbesar ketiga di dunia, memengaruhi sekitar 454 juta orang, dan angka kejadiannya terus meningkat setiap tahunnya.

“Dalam menghadapi tantangan ini, kolaborasi lintas sektor jadi sangat krusial. Berbagai inisiatif perlu dilakukan sebagai bentuk intervensi untuk mengurangi beban sistem kesehatan akibat penyakit pernapasan,” kata dia.

Cek Artikel:  Intervensi Pansus Jemaah Haji Tertentu 2024 Bayar Hingga Rp 1,1 Miliar

Baca juga : Ini Krusialnya Skrining Kanker Serviks untuk Perempuan

Kepada mencapai tujuan ini, menurut dr Feddy, beberapa upaya dapat dilakukan, antara lain mengintegrasikan pemeriksaan kesehatan paru ke dalam program skrining kanker paru dan pemeriksaan kesehatan umum. Selain itu, menargetkan populasi berisiko tinggi secara proaktif di pelayanan kesehatan primer, termasuk ketersediaan dan pelatihan profesional kesehatan untuk penggunaan alat spirometri.

“Skrining dan deteksi dini menjadi kunci utama menjaga kondisi pasien dengan penyakit pernapasan agar terhindar dari eksaserbasi atau kekambuhan,” ucapnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 2024, pneumonia penyebab sekitar 52.500 kematian tiap tahunnya, kanker paru berkontribusi pada 28.600 kematian, dan asma menyumbang sekitar 27.600 angka kematian.

Baca juga : Deteksi Pagi Kanker Paru dengan CT Scan Dosis Rendah

“Langkah penting lainnya adalah memastikan akses perawatan yang tepat waktu sesuai rekomendasi Mendunia Initiative for Asthma (GINA) dan Mendunia Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) bagi semua individu dengan penyakit pernapasan kronis,” ujarnya.

Cek Artikel:  Langkah BNPT dan LPSK Hormati Korban Terorisme Diapresiasi UNODC

“Ini mencakup dukungan terhadap keterlibatan pasien melalui pelatihan memadai dan penggunaan alat digital. Selain itu, program pemantauan serta rehabilitasi perlu diperkuat guna mengurangi frekuensi kunjungan ulang ke rumah sakit,” tambah dr Feddy.

Selama lebih dari 53 tahun di Indonesia, AstraZeneca mencanangkan berbagai inisiatif dan berkolaborasi dengan lintas sektor untuk memperkuat ekosistem kesehatan paru-paru di Indonesia.

Pada 2024, AstraZeneca menandatangani perjanjian kerja sama dengan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tak Menular Kemenkes sebagai salah satu upaya meningkatkan layanan fasilitas kesehatan primer dalam melakukan skrining berbagai penyakit respirasi, termasuk asma, PPOK dan kanker paru.

“Melalui kolaborasi erat dengan lintas sektor, AstraZeneca berkomitmen menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan paru-paru dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,”  tutup dr Feddy. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai