Sikap para Capres terhadap Palestina dan Israel

Sikap para Capres terhadap Palestina dan Israel
Ilustrasi MI(MI/Seno)

HARI ini perang Hamas-Israel mendominasi pemberitaan politik global. Bukan hanya elite politik di semua negara, warga awam global pun ikut membicarakannya. Bahkan, di Indonesia khususnya, ratusan ribu orang–kalau bukan jutaan–berkumpul di Monas, Jakarta, untuk mengekspresikan dukungan kepada Palestina. 

Serangan Hamas ke kota-kota di selatan Israel pada 7 Oktober silam dibalas Israel dengan pengeboman membabi buta tanpa henti ke Jalur Gaza. Serangan dadakan Hamas itu menawaskan 1.200 warga Israel, sipil maupun militer, dan menawan 240-an warga Israel lainnya di Gaza.    

Sejauh ini, serangan Israel yang tidak proporsional telah menewaskan lebih dari 10 ribu warga Palestina dan menyebabkan puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Bukan cuma itu, Israel secara sengaja juga menghancurkan fasilitas umum dan permukiman penduduk di seluruh enklave yang dihuni 2,3 juta jiwa itu.

Sebagaimana yang sudah-sudah, Indonesia meminta perang segera dihentikan dan membuka akses bagi mengalirnya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Dua calon presiden Indonesia, yaitu Anies Baswedan dari Koalisi Perubahan dan Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju, ikut menyuarakan keprihatinan mereka atas penderitaan rakyat Palestina.    

Sikap pemerintah dan elite politik nasional memang sejalan dengan spirit UUD 1945. Dalam mukadimahnya dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kendati korban material maupun manusia di Gaza tidak lagi bisa ditoleransi, Israel mengabaikan seruan komunitas global agar gencatan senjata diberlakukan segera. Ini lantaran AS khususnya–yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB–memveto resolusi DK PBB yang dianggap merugikan atau tidak disetujui Israel. 

Sikap permisif AS khususnya terhadap kebrutalan Israel disebabkan tiga variabel berikut. Pertama, Israel secara tradisional merupakan mitra strategis AS di Timur Tengah. Kedua, Israel belum mencapai tujuan pembalasannya terhadap Hamas, yaitu membasminya sampai ke akar-akarnya, menjatuhkan hukuman kolektif terhadap warga Gaza, dan membebaskan warga Israel yang ditawan Hamas.  

Ketiga, Presiden AS Joe Biden akan menghadapi pemilu tahun depan. Rival yang dihadapinya ialah mantan presiden Donald Trump yang, menurut hasil jajak pendapat lembaga-lembaga survei, elektabilitasnya lebih tinggi daripada Biden. Sementara mayoritas warga dan lobi Yahudi di AS yang sangat berpengaruh mendukung posisi Israel.

Cek Artikel:  Riset, Hasil karya, dan Reindustrialisasi

Argumen AS bahwa Israel sekadar membela diri tak bisa diterima. Kembali pula, akar masalahnya ialah penjajahan Israel atas Palestina. Meskipun DK PBB telah mengeluarkan sejumlah resolusi yang menyerukan agar Israel mundur dari Yeruslem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza, tak digubris Israel karena AS, Inggris, dan Prancis melindunginya.

 

Prabowo Subianto

Di tengah keprihatinan luas rakyat Indonesia ini, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto merogoh Rp5 miliar dari kantong pribadinya untuk disumbangkan kepada Palestina. Jumlah ini hanya setengah dari jumlah yang dia berikan kepada Palestina menjelang hari pencoblosan Pilpres 2014, yang kebetulan bersamaan dengan perang Hamas-Israel juga.

Tetapi, belakangan ini Prabowo juga berinteraksi dengan elite Israel yang diduga terkait dengan Pilpres 2024. Prabowo hendak menjadikan Israel sebagai jembatan untuk mendapat dukungan AS atas pencapresannya. Memang sejak dipecat Dewan Kehormatan Perwira karena dituduh terlibat penculikan aktivis pada 1997, dunia internasional, Tertentunya AS, menjadikan Prabowo paria.

Karena itu, mengingat besarnya pengaruh lobi Yahudi di AS, tokoh-tokoh politik dunia yang ingin mendapat dukungan AS biasanya menggunakan Israel sebagai pintu masuk. Pada November 2021, harian Kompas edisi 23 November 2021 melaporkan, Prabowo bertemu dengan Kuasa Usaha Israel untuk Bahrain, Itay Tagner, di sela-sela konferensi Manama Dialogue 2021. Prabowo dan Tagner hadir dalam acara itu.

Media-media Israel (21/11/2021) menilai pertemuan itu sebagai terobosan dengan menyebutnya sebagai capaian luar biasa. Koran Israel, Yedioth Ahronoth, melansir temu Prabowo-Tagner sebagai pertemuan level tertinggi Israel dan Indonesia selama hampir tiga dekade setelah pertemuan Presiden Soeharto dan PM Yitzhak Rabin di Jakarta pada 1993, menyusul tercapainya Kesepakatan Oslo antara Israel dan PLO.     

Di acara Manama Dialogue itu Prabowo tak hanya bertemu Tagner, tapi juga Penasihat Keamanan Nasional Israel Eyal Hulata. Surat Berita Israel, Jerusalem Post, melaporkan serangkaian pertemuan, pernyataan, dan laporan dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan relasi Israel dan Indonesia kian dekat.

Cek Artikel:  Kesiapan Partai Politik

CNN Indonesia, 14 Januari 2022, menyebut Prabowo mendorong upaya normalisasi hubungan Indonesia-Israel. Posisi Indonesia selama ini ialah menolak mengakui eksistensinya sampai Palestina memperoleh kemerdekaan. Prabowo menyatakan, tak ada larangan baginya untuk bertemu pejabat Israel ketika itu demi kepentingan nasional. Enggak jelas kepentingan nasional yang mana.

Pertemuan-pertemuan Prabowo dan pejabat Israel terjadi di tengah upaya pemerintahan AS melobi Indonesia agar menormalisasi hubungan dengan Israel. Pada Januari tahun lalu, Menlu AS Antony Blinken dan Menlu RI Retno Marsudi membicarakan normalisasi Indonesia-Israel saat bertemu di Jakarta. Israel, bahkan disebut diberi tahu AS soal pembicaraan dengan RI tersebut. Sejumlah sumber juga mengatakan pejabat RI dan Israel, sebagaimana dilaporkan CNN Indonesia, telah menggelar beberapa pertemuan rahasia. 

 

Ganjar Pranowo

Capres yang diusung PDIP dan PPP, Ganjar Pranowo, tak bersuara terkait perang Hamas-Israel. Sebagaimana Prabowo, ia juga tak hadir dalam acara Bela Palestina di Monas, 5 November silam. Dalam visi-misi politik luar negeri RI di bawah pemerintahannya kalau saja menang dalam pilpres mendatang, yang dipresentasikan di forum yang diselenggarakan Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta pada 7 November lalu, Ganjar tak bicara apa-apa soal Palestina. Yang dikemukakan hanyalah hal-hal yang bersifat normatif.

Biar begitu, belum lama ini Ganjar menghebohkan publik Indonesia ketika tiba-tiba dia menentang kehadiran timnas Israel dalam ajang Piala Dunia U-20 yang direncanakan diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia pada Mei silam. Penentangan Ganjar, atas dorongan Ketua Lazim PDIP Megawati Soekarnoputri untuk menguji loyalitasnya kepada pemimpin dan partainya, berujung pada pembatalan Indonesia sebagai host ajang itu. Presiden Jokowi, yang hingga hari itu mendukung Ganjar, tentu saja kecewa berat karena ia berharap ajang itu akan mengangkat pamornya di dalam dan luar negeri.    

Cek Artikel:  Anak-Anak Penggenggam Masa Depan Gemilang

Bagaimanapun, kendati penentangan Indonesia terhadap partisipasi Israel di event-event internasional yang diselenggarakan di Tanah Air telah dimulai sejak Presiden Soekarno, sebagai implementasi spirit Mukadimah UUD 1945, sikap Ganjar terhadap Israel di atas terlihat tidak autentik. 

 

Anies Baswedan

Anies Baswedan satu-satunya capres yang hadir dalam aksi Bela Palestina di Monas. Bahkan, dia diminta untuk berorasi. Anies mendesak blokade di Gaza dibuka dan Israel memberlakukan gencatan senjata, serta menuntut pengakhiran pendudukan Israel atas tanah Palestina. Mungkin agar suaranya didengar komunitas internasional, Anies menyampaikannya dalam bahasa Inggris.

Sikap Anies ini merupakan ungkapan nurani dan balas budi Indonesia terhadap Palestina. Sebagaimana diketahui, pada 1947 delegasi Indonesia pimpinan Haji Agus Salim berangkat ke Mesir untuk meminta dukungan negara-negara Arab terhadap kemerdekaan RI. Salah satu anggota delegasi RI itu ialah AR Baswedan, kakek Anies. 

Misi delegasi Indonesia berhasil. Bukan hanya Mesir, tapi juga Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Palestina mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan negara-negara ini sangat strategis dan instrumental karena menjadi pemula yang diikuti negara-negara lain.

Tiga hari kemudian, giliran Anies menyampaikan visi-misi politik luar negerinya di CSIS. Dalam ceramahnya, ia mengajak bangsa Indonesia kembali membangun kesadaran sebagai warga dunia jadi landasan utamanya. Ketika Indonesia hadir, ketika aktif dalam percaturan politik dunia, ketika para pemimpin kita secara sadar menempatkan diri tidak saja sebagai warga Indonesia, tetapi sadar diri sebagai warga dunia dengan menyebarkan spirit Bandung melalui Konferensi Asia Afrika Mengertin 1955, dan ketika Indonesia tidak melakukan politik transaksional. 

Kalau kita hadir memikirkan dunia, kata Anies, maka dunia mengingat dan menetapkan kita sebagai referensi atas nilai-nilai dan spirit Bandung yang akhirnya diterima di mana-mana. Kendati pada event ini Anies tidak bicara Palestina secara spesifik, kita tahu bahwa spirit Bandung adalah spirit yang menentang penindasan, pejajahan, dan hegemoni suatu bangsa atas bangsa lain, sebagaimana yang dilakukan Israel atas bangsa Palestina.

Mungkin Anda Menyukai