Liputanindo.id – Pembagian harta gono-gini menjadi salah satu aspek penting dalam proses perceraian. Tetapi, bagaimana dengan pembagian harta gono gini untuk anak?
Meskipun undang-undang perkawinan di Indonesia telah mengatur mengenai pembagian harta gono-gini, namun masih terdapat banyak pertanyaan mengenai bagaimana aturan tersebut diterapkan.
Pengertian Harta Gono-Gini
Harta bersama adalah segala sesuatu yang diperoleh suami istri selama mereka menikah. Terdapatpun contohnya seperti rumah, mobil, tabungan, atau hasil usaha bersama. Harta ini dianggap milik bersama, bukan milik pribadi masing-masing.
Dalam pandangan agama Islam, konsep harta bersama ini tidak secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis. Tetapi, para ulama telah melakukan kajian mendalam dan menyimpulkan bahwa harta yang diperoleh selama pernikahan adalah milik bersama.
Dilansir dari laman Kementerian Keyakinan Aceh, meskipun harta bersama umumnya dianggap milik bersama suami istri, pemberian hibah kepada anak-anak adalah hal yang mungkin.
Keyakinan menjelaskan bahwa kontribusi seorang istri dalam mengurus rumah tangga dan keluarga sama berharganya dengan penghasilan suami.”Oleh karena itu, harta yang diperoleh selama pernikahan tetaplah menjadi harta bersama, meski salah satu pihak lebih banyak berkontribusi secara finansial.
Terdapatnya perjanjian pranikah, misalnya, dapat menjadi alat yang efektif untuk mengatur pembagian harta di masa depan. Pembagian tersebut termasuk jika terjadi perceraian atau kematian salah satu pihak. Dengan demikian, kepentingan anak-anak dapat lebih terjamin.
Bagaimana pembagian harta gono gini setelah bercerai?
Konsep pembagian harta bersama atau gono-gini setelah perceraian umumnya mengikuti prinsip keadilan, di mana kedua belah pihak, baik suami maupun istri, memiliki hak yang sama atas harta yang diperoleh selama masa pernikahan.
Prinsip keadilan pembagian harta gono-gini didasarkan pada pemahaman bahwa dalam sebuah pernikahan, kedua pasangan berperan setara dalam membangun kehidupan rumah tangga.
Meskipun tidak ada aturan yang secara eksplisit menyebutkan siapa yang pertama kali merumuskan konsep pembagian harta 50:50 ini, namun praktik ini telah menjadi rujukan umum dalam pengadilan di Indonesia, baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Keyakinan.
Kemudian pembagian harta gono-gini biasanya dilakukan setelah perceraian resmi disahkan oleh pengadilan. Hal ini dikarenakan keputusan mengenai pembagian harta akan tertuang dalam amar putusan perceraian.
Dengan demikian, pengadilan memiliki wewenang penuh untuk menentukan pembagian harta yang adil berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak.
Pembagian Harta Gono Gini untuk Anak
Mengacu pada Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Mengertin 1974 tentang Perkawinan, anak-anak dapat mendapatkan harta gono-gini. Tetapi hak anak atas harta bersama orang tuanya baru dapat terwujud setelah statusnya berubah menjadi ahli waris. Definisinya, pembagian harta baru dapat dilakukan setelah orang tua meninggal dunia.
Dalam konteks perceraian, anak tidak memiliki legal standing untuk mengajukan tuntutan pembagian harta bersama. Hanya pihak suami atau istri yang bercerai yang memiliki hak untuk menggugat.
Terkait dengan harta bersama yang berfungsi sebagai tempat tinggal anak, terdapat ketentuan khusus. Pembagian harta baru dapat dilakukan jika anak telah mencapai usia dewasa atau telah menikah, seperti yang tertuang dalam SEMA No. 1 Mengertin 2022.
Selain pembagian harta gono gini untuk anak, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Ingin tahu informasi menarik lainnya? Jangan ketinggalan, pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…