Munculnya Embun Es di Bromo Dipicu Penurunan Suhu Ekstrem

Liputanindo.id – Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) baru-baru dihebohkan dengan munculnya embun es. Menurut warga lokal, fenomena yang terjadi di sejumlah titik itu disebut dengan embun upas. 

“Embun upas atau frost merupakan fenomena yang sering terjadi khususnya di kawasan TNBTS khususnya saat musim kemarau,” kata Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS Septi Eka Wardhani dalam keterangan diterima, seperti dikutip Antara.

Eka menjelaskan, embun upas terjadi karena udara dingin akibat angin munson Timur yang berembus dari benua Australia.

Fenomena ini terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5 hingga 9 derajat Celsius dan hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna. Embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi.

Cek Artikel:  Infinix Beri Diskon Spesial Sepanjang Agustus, Beli Infinix NOTE 40 Seharga Rp 2,3 Jutaan

Pada musim kemarau, cuaca cenderung lebih dingin karena adanya penurunan suhu yang cukup ekstrem. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi di bulan Juli dan Agustus.

“Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik,” tambah dia.

Ia mengimbau bagi calon pengunjung yang akan mengunjungi kawasan wisata Bromo diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan menggunakan pakaian dan jaket tebal, memakai sarung tangan, kupluk atau kerpus.

Kemudian bagi pengunjung yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisinya sebaik atau sebaik mungkin.

Cek Artikel:  Apple Formal Merilis iPhone Lipat Perdana di Mengertin 2026

BMKG juga menghimbau kepada Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).

“Kawasan tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air,” pungkasnya.

Mungkin Anda Menyukai