Reformasi Jangan Disuntik Tewas

SUDAH 26 tahun negeri ini memasuki reformasi. Tetapi, harus diakui, spirit reformasi sebagaimana yang didengung-dengungkan di awal, masih jauh dari capaian. Gerakan yang dimotori kaum mahasiswa itu masih sulit untuk beranjak dari onggokan catatan sejarah.

Di sejumlah lini, tekad reformasi masih miskin impelementasi. Banyak aktor penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tidak sepenuhnya menyatu dengan spirit reformasi, bahkan bertolak belakang dengan kehendak progresif dari reformasi.

Padahal, para mahasiswa berjuang tidak sekadar menjual gagasan reformasi, tetapi mereka juga pasang badan menyabung nyawa. Terbukti, empat mahasiswa Universitas Trisakti gugur sebagai pahlawan reformasi.

Sebagian besar tuntutan reformasi tidak berjalan. Bahkan, reformasi seperti hendak dipukul mundur oleh elite-elite bermental pemburu rente. Bagi pemilik mental seperti itu, aksi korupsi, kolusi, dan nepotisme wajar dipraktikkan selama ada kesempatan.

Cek Artikel:  Cawe-Cawelah Urus Pemudik

Bahkan, praktik KKN semakin menjadi-jadi, ugal-ugalan, dan jauh dari rasa malu sebagai ciri manusia yang menjunjung tinggi keadaban.

Lebih ironis lagi, korupsi sudah mewabah pada ranah trias politica. Sejumlah penyelenggara negara di jajaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif, seperti berlomba melakukan praktik lancung. Sejatinya mereka adalah pilar-pilar kokoh yang menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian pula otonomi daerah yang seharusnya membuat penyelenggara negara di daerah berkreasi memajukan daerah, malah tidak sedikit yang ikut-ikutan meniti jalan abuse of power demi menjarah uang negara. Bukan mengherankan jika otonomi daerah diplesetkan menjadi otonomi korupsi.

Tak kalah miris adalah supremasi hukum yang masih lemah. Hukum masih tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Pengelolaan negara belum menjadikan hukum sebagai panglima keadilan sebagaimana amanat UUD 1945. Bukan hukum yang mengatur manusia, tetapi manusia yang mengatur hukum.

Cek Artikel:  Olahraga Butuh Pembinaan Setara

Para aktor yang memiliki otoritas berkelindan melemahkan hukum secara terstruktur, sistematis, dan masif, seperti revisi Undang-Undang KPK, dan revisi sejumlah undang-undang yang dilakukan di lorong gelap kekuasaan.

Reformasi harus dikembalikan ke relnya. Kuncinya adalah etika berbangsa dan bernegara. Etika berada di atas hukum. Di dalam etika ada kepantasan, kepatutan, dan rasa malu. Ketika etika sudah tersemai, tumbuh semerbak mewangi, dalam kehidupan masyarakat, di situlah keadaban bangsa ini layak dibanggakan. Jangan biarkan reformasi dibonsai, apalagiĀ  disuntik mati.

Mungkin Anda Menyukai