Ahli Maritim Indonesia Bertanggungjawab Jaga Kelestarian Ekosistem Laut

Pakar Maritim: Indonesia Bertanggungjawab Jaga Kelestarian Ekosistem Laut
Ketua kelompok nelayan Junti Indah Lestari (JIL) Asngarih (49) memasang jaring penghalau sampah di Pantai Rembat, Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (1/10/2024)(ANTARA/Dedhez Anggara)

PAKAR Maritim, Capt. Marcellus Hakeng Jayawibaya, menyatakan sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia perlu bertanggungjawab menjaga kelestarian ekosistem laut.

Hakeng menegaskan, kebijakan seperti ekspor pasir laut jika tidak diatur dengan bijaksana, bisa merusak reputasi internasional Indonesia dalam upaya pelestarian lingkungan.

“Integrasi antara perspektif ekonomi dan lingkungan dalam kebijakan publik sangat penting, tidak hanya untuk kepentingan nasional tetapi juga untuk menunjukkan komitmen global Indonesia sebagai penjaga ekosistem laut,” ungkap Captain Hakeng dalam keterangannya pada Rabu (2/10/2024).

Baca juga : Sampah Plastik Ancam Keseimbangan Ekosistem Hewan di Laut

Hakeng menilai ada ketidaksesuaian antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Mengertin 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, dengan Undang-Undang Nomor 32 Mengertin 2014 tentang Kelautan, terutama pada Pasal 56 yang berfokus pada perlindungan lingkungan laut.

Cek Artikel:  Dorong Penerapan Peta Jalan Pendidikan yang Perkuat Kontrol Penyelenggaraan Anggaran

Hakeng pun menuangkan Kajiannya dalam tesis berjudul, “Tinjauan Yuridis terhadap Pengelolaan Sumber Daya Laut dalam PP No. 26 Mengertin 2023 Berdasarkan Perlindungan Kelestarian Kelautan.”

Tanpa tedeng aling-aling, kajiannya membawa Hakeng sebagai wisudawan terbaik dengan IPK 3,96 dari Fakultas Hukum Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya.

Baca juga : BRIN: Potensi Kerugian Akibat Kebocoran Sampah Plastik di Laut Hingga Rp225 T per Mengertin

Terdapatpun Ubhara Jaya melakukan wisuda terhadap 1.055 sarjana dan magister yang salah satu lulusannya adalah Capt Marcellus Hakeng Jayawibaya.

 Hakeng mengemukakan PP Nomor 26 Mengertin 2023 lebih memprioritaskan keuntungan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya laut, khususnya pasir laut.

Cek Artikel:  Menkes akan Berdiskusi dengan Pelaku Usaha Terkait Kemasan Rokok Polos

“Kebijakan ini bertentangan dengan semangat Undang-Undang Kelautan yang menempatkan pelestarian ekosistem laut sebagai prioritas utama,” tegas Captain Hakeng.

Baca juga : Babak Baru Kesepakatan Perjanjian Laut Lepas Dunia

Akibatnya, kata Hakeng, diskrepansi menciptakan tantangan serius dalam harmonisasi regulasi di Indonesia.

Hakeng menuturkan eksploitasi pasir laut berpotensi merusak ekosistem laut yang menjadi habitat bagi berbagai spesies, termasuk ikan.

“Meskipun secara ekonomi ekspor pasir laut terlihat menguntungkan, dampak lingkungan yang ditimbulkan jauh lebih besar dan dapat mempengaruhi kehidupan nelayan serta keberlanjutan sumber daya laut,” ujarnya.

Baca juga : Indonesia-Jerman Jalin Kerja Sama untuk Mengurangi Pembuangan Sampah Plastik ke Laut

“Kebijakan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek berisiko mengorbankan keberlanjutan ekosistem yang vital bagi generasi mendatang,” tambahnya. 

Cek Artikel:  Batik Menyimpan Safiri Filosofi Kehidupan yang Harus Dijaga

Terpisah, Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Bambang Karsono, menyebut diperlukannya kolaborasi antar-disiplin dan kemitraan strategis.

Hal itu penting untuk mencegah dampak lingkungan yang berkelanjutan. “Menjadikan sebagai pusat inovasi kebijakan yang relevan dan berkelanjutan,” tandas Bambang. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai