Kisah Joe Arridy: Terpidana Wafat Paling Gembira Korban Salah Tangkap Polisi

Liputanindo.id – Joe Arridy berusia 20 tahun saat ditangkap polisi. Tetapi, pikiran dan perilakunya masih seusia anak-anak karena ia punya keterbelakangan intelektual dengan IQ 46. Ia lahir di Pueblo, Colorado, pada tahun 1915. Miris, pemuda itu harus mendekam di Penjara Negara Bagian Colorado dengan hukuman mati atas tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis Pueblo berusia 15 tahun. Tuduhan yang kelak terbukti salah.

Mengutip dari laman Friends of Joe Arridy, Joe adalah anak sulung pasangan Henry dan Mary Arridy. Kondisi kognitifnya telat disadari selama bertahun-tahun. Hingga ia masuk sekolah dasar dan kesulitan mengikuti pelajaran kelas 1. Kepala sekolahnya pun meminta orang tua Joe untuk menjaganya di rumah waktu masuk awal kelas 2.

Ia pun tak lanjut sekolah dan hanya belajar dan bermain di rumah. Pada tahun 1923, adiknya, George, lahir. Disusul adik perempuannya, Amelia, setahun berikutnya. Demi menghidupi tiga anak di rumah, Henry keluar dari pekerjaannya di pabrik baja dan menjadi penyelundup minuman keras (miras). Karena itu, ayah Joe bolak-balik keluar masuk penjara. 

Sementara Joe tumbuh besar tanpa pengawasan ketat dan baik. Ia banyak menghabiskan waktu menyendiri sambil berkeliling Pueblo. Hingga akhirnya Joe dimasukkan ke sekolah untuk cacat mental di Grand Junction Colorado.

Pada tanggal 9 Agustus 1936, Joe dan tiga orang temannya naik kereta barang menuju Pueblo. Setibanya di kampung halaman, Joe berkeliling di sekitar tempat penyimpanan barang dan teman-temannya jalan-jalan di tengah kota.

Ketika ketiganya kembali, mereka menemukan Joe, dan mereka berempat naik kereta lain kembali ke Grand Junction. Pada tanggal 12 Agustus 1936, Joe kembali bepergian. Delapan hari berikutnya, keberadaannya tidak diketahui. Tetapi, tanggal 20 Agustus, ia muncul di tempat penyimpanan kereta api di East Cheyenne, Wyoming.

Di sana, ia menemui suami-istri Glen Gibson yang mengelola gerbong dapur keliling Union Pacific. Joe menawarkan diri untuk bekerja sebagai tukang makanan, dan keluarga Gibson menyuruhnya bekerja sebagai pencuci piring.

Joe tinggal bersama keluarga Gibson dan krunya saat gerbong bergerak sembilan mil ke timur menuju Archer. Tetapi, pada tanggal 26 Agustus, saat gerbong harus bergerak lebih jauh ke timur, Joe tidak dapat melanjutkan perjalanan karena ia bukan karyawan yang berwenang.

Cek Artikel:  Israel Hajar Sekolah dan Klinik Kota Jabalia Gaza Utara

Sore itu, Ny. Gibson mengantarnya kembali ke tempat kereta api East Cheyenne. Tak lama kemudian, Joe ditangkap oleh detektif kereta api dan diserahkan kepada Sheriff Laramie County George J. Carroll.

Pembunuhan kejam gadis 15 tahun

Seminggu sebelum Joe naik kereta barang dari Grand Junction ke Pueblo, pada tanggal 2 Agustus, seorang nenek-nenek bernama Sally Crumpley diserang dengan palu di rumahnya saat tidur. Ia tewas karena patah tulang tengkorak.

Tiga blok dari rumah Sally, jatuh korban baru pada tanggal 15 Agustus, ketika Joe sedang bepergian dari sekolahnya di Grand Junction. Korban bernama Dorothy Drain berusia 15 tahun. Ia diserang seperti Sally saat sedang tidur.

Dorothy tewas karena sayatan sepanjang tiga inci di belakang telinganya yang mengiris otaknya. Dari hasil pemeriksaan, ia telah diperkosa.

Lewat 11 hari setelah kematian Dorothy, Joe yang punya riwayat seorang pelarian dari rumah sakit jiwa dengan catatan perilaku seksual menyimpang, ditangkap dan dibawa ke kantor Sheriff Carroll. “Dari mana asalmu, Nak?” tanya Carroll.

“Pueblo,” kata Joe.

Satu setengah jam setelah ia menginterogasi Joe, Carroll menelepon Kepala Polisi Grady. “Kami menahan seorang pria di sini yang mengatakan ia membunuh gadis kecil Drain di kota Anda,” ucapnya.

“Ia gila, bahkan tidak bisa baca-tulis, dan ia telah menceritakan dua atau tiga cerita yang berbeda kepada kami. Tetapi, sepertinya ia tahu segalanya tentang pembunuhan Drain, dan saya tidak akan terkejut jika ia adalah orang yang Anda cari,” lanjut Carroll.

Telepon dari Carroll membuat Grady bingung. Asal Mula, ia telah menangkap terduga pelaku bernama Frank Aguilar, pria asal Meksiko berusia 30 tahun. Aguilar sebelumnya pernah bekerja untuk bapak Dorothy Drain, yaitu Riley Drain. Ia ditangkap karena muncul di pemakaman Dorothy dan sikapnya mencurigakan.

Ketika petugas menggeledah rumah Aguilar, mereka menemukan kapak yang menurut pemeriksa mayat setempat cocok dengan luka di kepala anak perempuan Drain. Tetapi, setelah hampir seminggu ditangkap, Aguilar tak kunjung mengaku. Begitu itulah datang telepon dari Carroll.

Skenario jahat untuk Joe yang malang

Grady menyembunyikan Aguilar dari pers. Ia memilih tidak mengumumkan penangkapannya sampai Aguilar mengaku. Tetapi, Carroll memberi tahu wartawan di Cheyenne bahwa Joe mengaku membunuh Dorothy Drain.

Cek Artikel:  Filipina dan Vietnam Sepakat Jalin Kerja Sama di Bidang Pertahanan

Carrol memberikan wawancara panjang lebar kepada The Pueblo Chieftain, yang kemudian dimuat di seluruh terbitan hari berikutnya. Setelah interogasi malam pertama, Carroll memberi tahu wartawan bahwa Joe mengaku telah memukuli korban dengan pentungan.

Keesokan paginya, setelah berkomunikasi dengan polisi Pueblo, Carroll mengatakan bahwa Joe mengubah ceritanya dengan mengatakan bahwa dia memukul kepala korban dengan kapak.

Sementara itu, Aguilar mengakui kejahatannya setelah 15 hari ditangkap. Kemudian, ia menuruti arahan Jaksa Area Pueblo French Taylor untuk mengaitkan nama Joe dalam cerita. Aguilar menyebut Joe ikut dalam aksi pemerkosaan dan pembunuhan Dorothy Drain.

Menurut pengakuan Aguilar, ia memutuskan menyerbu rumah korban setelah mendengar mantan bosnya dan sang istri akan keluar untuk berpesta. Tetapi, dalam perjalanan, Aguilar bertemu dengan orang asing dengan keterbelakangan mental dan mengajaknya bersenang-senang. Setelah memukul, memperkosa, dan membunuh korban bersama-sama, mereka tidak pernah bertemu lagi. 

Joe akhirnya dijatuhi pidana mati setelah pengadilan menyatakannya tidak gila. Satu-satunya bukti fisik yang menghubungkan Joe dengan kasus tersebut adalah rambut. Seorang ahli toksikologi dari Denver bersaksi bahwa rambut yang diklaim polisi telah ditemukan di tempat kejadian perkara cocok dengan rambut Joe, dengan peluang 250:1. Eksispun saksi utama atas penuntutan Joe adalah Sheriff Carroll yang pertama kali meringkusnya.

Pada tanggal 11 Agustus 1937, Carroll diganjar hadiah USD1.000 karena dianggap berhasil mengungkap kasus pembunuhan dan pemerkosaan itu dengan menangkap Joe. Dua hari kemudian, Frank Aguilar dieksekusi mati. Sementara Joe tinggal menunggu waktu.

Joe dan mainan kereta sebelum eksekusi

Sebenarnya, tanggal eksekusi Joe adalah 16 Oktober 1937. Tetapi, berkat perhatian sipir bernama Roy Best terhadapnya, ada sembilan kali penangguhan hukuman sebelum ia dikirim ke kamar gas pada 6 Januari 1938.

Selama Joe dipenjara, Best memberikan perhatian besar kepadanya hingga mengatur agar ia mendapatkan pengacara banding. Ia merawatnya seperti anak sendiri.

1,5 tahun yang dihabiskan Joe menunggu hukuman mati tampak sangat menyenangkan baginya. Ia memoles piring makanan logam yang disimpannya di sel dan menggunakannya sebagai cermin sambil berbicara dengannya.

Sementara Best memberikan Joe buku anak-anak dengan gambar wajah-wajah lucu, yang membuat Joe tertawa sampai halaman-halamannya robek. Best juga memberinya gunting dan Joe, sambil bersenandung, menggunting gambar-gambar itu. 

Cek Artikel:  Donald Trump Sarankan Israel Hancurkan Fasilitas Nuklir Iran Dulu

Tetapi, yang paling disukai Joe adalah mobil mainan berwarna merah terang yang dapat diputar dan kereta mainan model Union Pacific yang diberikan Sipir Best dan istrinya. Joe berulang kali memutar mobil di sekitar selnya seperti anak kecil. Ketika mobil itu menabrak sesuatu atau terbalik, ia berteriak, “Kecelakaan! Kecelakaan!” Joe juga bermain kereta di sepanjang lorong depan sel terpidana mati.  

Suatu hari pada bulan Desember 1938, Joe punya kesempatan berbicara di hadapan wartawan. Ia bercerita, “Saya ingin tinggal di sini bersama Sipir Best.”

“Apakah Anda tidak ingin kembali ke rumah di Grand Junction?” tanya wartawan.

“Kagak, saya ingin mendapatkan hukuman seumur hidup dan tinggal di sini bersama Sipir Best. Di rumah itu, anak-anak biasa memukuli saya…. Saya tidak pernah mendapat masalah di sini,” jawabnya.

Menjelang hari eksekusi, seorang reporter Cañon City menulis bahwa Joe tidak menyadari ketegangan yang meningkat.

“Dia duduk di selnya sambil membuat wajah-wajah di piring makannya yang dipoles… dia tidak dapat memahami bahwa negara ingin merenggut nyawanya,” kata Best.

Pada tanggal 5 Januari 1939, Best bertanya apa yang ingin Joe makan untuk terakhir kali. “Es krim,” kata Joe. Malam itu Best membawakan Joe beberapa cerutu dan sekotak permen buatan sendiri. Joe makan begitu banyak permen hingga perutnya agak mual, lalu ia membuang sisanya.

Sipir Best berulang kali bilang, “Joe Arridy adalah orang paling bahagia yang pernah hidup dengan hukuman mati.”

Esok harinya, hari terakhir hidupnya, ada kunjungan singkat dari keluarga Joe. Ibunya menangis tersedu-sedu, sedangkan ayah Joe sudah keburu meninggal hampir setahun. Joe tidak peduli, ia kembali ke selnya dan menghabiskan sisa hari dengan merokok cerutu, makan es krim, dan bermain dengan keretanya.

“Dengan pikiran seumur anak 6 tahun, Joe pergi ke ruang gas sambil tersenyum,” tulis Rob Warden dalam artikelnya “Arridy”.

Pada tanggal 7 Januari 2011, 72 tahun setelah kematinnya, Gubernur Colorado Bill Ritter mengampuni Joe Arridy. Ritter yang merupakan mantan jaksa wilayah Denver mengampuni Arridy berdasarkan pertanyaan tentang kesalahan pria tersebut dan apa yang tampaknya merupakan pengakuan palsu yang dipaksakan.

Mungkin Anda Menyukai