Akademisi Perlu Lebih Peka dan Aktif Respons Permasalahan Dunia

Akademisi Perlu Lebih Peka dan Aktif Respons Permasalahan Global
The 1st International Conference on Dunia Issues (ICGI) 2024 di Jakarta, 2 Oktober 2024.(Dok. MI/Des)

Ketua International Conference on Dunia Issues (ICGI) Robi Nurhadi, meminta para akademisi untuk lebih peka dan aktif merespons permasalahan global seperti geopolitik, keamanan, ekonomi, energi, lingkungan, dan teknologi informasi.

“Hari ini kita melihat banyak kegagalan di dunia. Sistem politik dunia sudah sekarat. Berbagai konflik, perang dan pembunuhan massal atas nama kepentingan nasional sebuah negara terus terjadi. Kita (sebagai akademisi) perlu melakukan suatu perubahan!,” ucap Robi pada The 1st International Conference on Dunia Issues (ICGI) 2024 bertajuk Future for Asia: Preparing for Dunia Leadership, di Universitas Nasional (Unas), Rabu (2/10).

Tak hanya itu, kata Robi, kini juga marak isu pengangguran, kelaparan, melemahnya daya beli, dan ketinggalan di berbagai belahan dunia. Persoalan ini tidak akan selesai dengan pendekatan adu kekuatan AS dan sekutunya versus BRICS. Dunia perlu merumuskan kembali model ekonomi.

Cek Artikel:  ITL Trisakti Pilar Pendidikan Transportasi dan Logistik Menuju Indonesia Emas 2045

Baca juga : Sudirman Said Ingatkan Pemerintah tidak Abaikan Bunyi Perguruan Tinggi

Di sisi lain, Robi melihat menguatnya non state actors dari berbagai kelompok. Menurutnya, mereka bisa jadi kekuatan menjaga keseimbangan demokrasi dan kesejahteraan atau jadi kekuatan yang mengakselerasi kehancuran dari adanya berbagai kegagalan sistem di dunia.

“Mereka memiliki keahlian, teknologi, sumber daya lain dan kebebasan. Jawaban dari dua pilihan aksi mereka akan dipengaruhi oleh keteladanan para pemimpin dunia. Kami melihat para pemimpin dunia sedang tidak baik-baik saja. Jadi dunia perlu perubahan!,” tegasnya.

Dosen Program Studi Interaksi Global Unas itu menambahkan, dengan adanya isu tersebut, ICGI diharapkan bisa menjadi wadah diskusi yang membantu memutus rangkai masalah tersebut.

Cek Artikel:  Bumi akan Punya 2 Bulan selama 53 Hari di Akhir September

Baca juga : Perhimpunan Rektor Tanggapi Aksi Kritik Demokrasi Para Akademisi

Kegiatan itu merupakan rangkaian Dies Natalis ke-75 tahun Unas yang mengikutsertakan beberapa akademisi dari tujuh negara yakni Inggris, Turki, Malaysia, Indonesia, Thailand, Ukraina, dan India.

Mereka memberikan perspektif baru mengenai geopolitik, keamanan, ekonomi, energi, lingkungan, dan teknologi informasi. Salah satu pembicara, CEO PT Bhumi Varta Technology Martyn Terpilowski menuturkan Indonesia adalah salah satu negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan konsisten menunjukkan pertumbuhan kuat dengan persentase tahunan rata-rata sekitar 5%.

“Ekonomi digital Indonesia juga berkembang pesat, diproyeksikan mencapai lebih dari US$130 miliar pada 2025, terutama didorong oleh e-commerce, fintech, dan layanan digital,” tuturnya.

Cek Artikel:  PICF Jadi Wadah untuk Menyalurkan Minat Pelajar di Bidang Musik

Tak hanya itu, tambah Martyn, Indonesia menunjukkan pertumbuhan foreign direct investment (FDI) atau investasi asing yang mengesankan selama 5 tahun tahun terakhir.

“Meski demikian, sektor teknologi masih tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya dalam menarik investasi. Potensi investasi jangka panjang didorong oleh inovasi dan inisiatif dari pemerintah,” tandasnya. (Z-9)

Mungkin Anda Menyukai