Korea Selatan Dorong ASEAN Bunyikan Penghentian Kebijakan Nuklir Kim Jong Un

Korea Selatan Dorong ASEAN Suarakan Penghentian Kebijakan Nuklir Kim Jong Un
South Korea’s President Yoon Suk-yeol (2nd L) and First Lady Kim Keon Hee (L) pose with Indonesia’s President Joko Widodo (2nd R) and First Lady Dengkiana Widodo, before the gala dinner of the 43rd ASEAN Summit in Jakarta on September 6, 2023(Photo by Mast IRHAM / POOL / AFP)

PEMIMPIN Korea Utara Kim Jong Un mengumumkan kebijakan untuk meningkatkan produksi senjata nuklir. Pengumuman itu disampaikan, Senin (9/9) dalam pidato peringatan 76 tahun berdirinya Korea Utara. 

Duta Besar Korea Selatan untuk ASEAN Lee Jang-keun menyampaikan kekhawatiran atas pernyataan pimpinan Korea Utara Kim Jong Un. Ia meyakini bahwa ASEAN yang merupakan mitra strategis Korea Selatan punya pemahaman yang sama untuk menyuarakan penghentian kebijakan terkait senjata nuklir yang dilakukan Kim Jong Un. Lee juga mengungkapkan dukungan dari pemimpin Rusia Vladimir Putin terhadap Korea Utara memicu kekhawatiran negara-negara lain. Seperti diketahui, Rusia telah menginvasi Ukraina dan tengah menggelar latihan militer serta mempersiapkan pengunaan senjata nuklir taktis.

“Kami punya kekhawatiran terhadap hubungan Korea Utara dan Rusia. Selain itu, invasi Rusia atas Ukraina. Kita lihat banyak protes dari negara-negara lain. Begitu perang dingin kita tidak pernah melihat senjata nuklir secara terang-terangan digunakan. Tapi ini (bisa saja) digunakan untuk menginvasi negara lain. Ini menentang perjanjian internasional dan piagam PBB, piagam ASEAN, dan dokumen penting ASEAN yang didalamnya menyebutkan mengenai penghormatan, tidak ada kekerasan, tidak ada ancaman, ini merupakan prinsip fundamental,” ujar Lee di sela-sela diskusi bertajuk ‘ASEAN-Korea: Menavigasi Masa Depan Interaksi di Rendah Kemitraan Strategis Komprehensif’ yang digelar oleh Korea Foundation dan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Selasa (10/9).

Cek Artikel:  Gandeng Muslim Chechen, Putin Cium Al-Quran di Masjid Chechnya

Baca juga : Kim Jong Un Perintahkan Peluncuran Satelit Mata-mata Militer

Seperti diberitakan Putin mengirim telegram ucapan selamat kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada ulang tahun ke-76 berdirinya Republik Rakyat Demokratik Korea sembari menekankan bahwa hubungan antara kedua negara berada pada tingkat tinggi. Merespons hal itu, Lee mengatakan saat perang Korea, Korea Utara juga didukung oleh Uni Soviet yang saat itu dipimpin oleh Stalin untuk menginvasi selatan. 

“Rusia yang memberikan dukungan penuh pada Korea Utara, saat perang Korea. Korea Utara tidak sendirian melakukannya saat itu. Tapi didukung negara komunis lain seperti Uni Soviet di bawah Stalin. Setelah 75 tahun Perang Korea, pemimpin Korea Utara mendapat dukungan pemimpin otoritarian Rusia Putin,” paparnya.

Dalam merespons hal tersebut, Lee menuturkan bahwa ASEAN saat ini berbeda dengan ASEAN di masa lalu. ASEAN, terangnya, punya kekuatan sebagai middle power (kekuatan tengah). Istilah yang digunakan untuk negara yang bukan negara adikuasa atau negara besar, tetapi masih memiliki pengaruh dan memainkan peran penting dalam hubungan internasional.  Menurut Lee, ASEAN dapat menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk mendorong dialog dalam menyuarakan perdamaian.

Cek Artikel:  Dubes Palestina Hari Kemerdekaan Indonesia juga Istimewa bagi Kami

Baca juga : Korea Utara Luncurkan Rudal Nuklir Rendah Air Haeil-5-23

“ASEAN bisa tetap diam atau memilih menggunakan suaranya,” ucap Lee. 

ASEAN, ujar Lee, merupakan platform penting untuk bertemu dan berdialog mengenai ancaman dan tantangan ke depan. Asal Mula, ia menilai kondisi Korea Utara saat ini berbeda. Secara terang-terangan negara tersebut menurutnya telah menyampaikan akan meningkatkan kekuatan senjata nuklir tanpa batas. Oleh karena itu, aspek paling penting untuk menyuarakan penolakan atas kebijakan Korea Utara bagi negara-negara ASEAN yakni melalui ASEAN Regional Lembaga. Lee meyakini seruan ASEAN akan didengar. 

“Pada pertemuan ASEAN mendatang akan ada banyak joint leader statement yang kami harapkan dari ASEAN ialah mengirimkan pesan pada Korea Utara. ASEAN ingin perdamaian melalui dialog. ASEAN bukan lagi seperti dulu, ASEAN punya kekuatan ekonomi yang dipertimbangkan, itu merupakan perbedaan. Kami harap ASEAN bisa mengirimkan pesan pada Korea Utara tolong jangan lakukan itu, tolong hentikan (penggunaan senjata nuklir),” tegas Lee.

Lee mengatakan bahwa Korea Selatan atau Republik Korea (ROK) mulai menjalin hubungan dengan ASEAN sebagai Kenalan Wacana Sektoral pada 1989. Kemudian, pada Juli 1991, ROK menjadi mitra dialog penuh ASEAN pada AMM ke-24 di Kuala Lumpur. Kerja sama Korea Selatan dan ASEAN terus meningkat hingga ditandatangani Plan of Action (POA) to Implement the Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnhership pada 2004. Pada 2022, Presiden Yoon Suk-yeol memperkenalkan Korea-ASEAN Solidarity Initiative (KASI) lalu pada 2024 hubungan kerja sama ASEAN dan Korea Selatan diperkuat dengan adanya Comprehensive Strategic Partnership.

Di tempat yang sama, Koordinator ASEAN bidang Intra dan Ekstra Regional di Pusat Kebijakan Strategis Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Joannes Ekaprasetya Tandjung mengakui peran strategis Indonesia. Indonesia punya sumber daya alam untuk rantai pasok dunia, juga sumber daya alam yang dibutuhkan untuk mendukung transformasi energi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah diakui dengan masuknya Indonesia sebagai negara G20. Mengenai kebijakan luar negeri, melalui Indo-Pasifik Strategi ASEAN mendorong pentingnya inklusivitas, terciptanya perdamaian, dan kemakmuran di kawasan termasuk mendorong denuklirisasi Korea Utara. 

Cek Artikel:  Tingkat Kesuburan di AS Mencapai Rekor Terendah pada 2023

 

“ASEAN dilihat sebagai mitra yang penting bagi Korea Selatan, kami ingin setara dalam mewujudkan perdamaian dan kemakmuran. Kami tidak juga mengecualikan Cina sebagai mitra strategis. Ini yang kami inginkan yakni inklusivitas tanpa ada pengecualian. Kekuatan tengah akan berdampak pada reposisi kekuatan utama. Memunculkan tatanan regional baru sehingga persaingan lebih strategis, baik secara ekonomi, politik, maupun militer,” tukas Joannes.

(H-3)

 

 

Mungkin Anda Menyukai