Aturan Rokok tanpa Logo Dikritik, Kemenkes Kita Dapat Berbeda Pendapat

Aturan Rokok tanpa Logo Dikritik, Kemenkes : Kita Bisa Berbeda Pendapat
Direktur P2PTM Kemenkes Siti Nadia Tarmizi(Dok. Kemenkes)

 

DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Bukan Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan pihaknya menghormati perbedaan pendapat terkait pengendalian produk tembakau. Hal itu ia tegaskan merepons penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Pahamn 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang didalamnya mengatur ketentuan soal kemasan rokok polos tanpa merek. Kemenkes, tegasnya, telah menjaring partisipasi publik.

“Kita bisa berbeda pendapat, tapi bukan berarti seluruh masukan harus diterima kan?,” ungkapnya dalam diskusi, beberapa waktu lalu.

Baca juga : Daerah Diminta Kejar Cakupan Vaksinasi Polio Minimal 95%

Dia pun menjelaskan bahwa penggunaan logo dalam kemasan rokok masih diperbolehkan, termasuk kewajiban untuk menyematkan peringatan dan informasi kesehatan. Di kesempatan lain Nadia menyatakan branding tidak diperbolehkan. Pernyataan bertolak belakang ini kontradiktif, terutama terlihat dalam Rancangan Permenkes yang memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek. 

Cek Artikel:  Oakwood Hotel Apartments Taman Mini Jakarta Rayakan Hari Batik Nasional Melalui Acara Corporate Gathering yang Berkesan

Pada Rancangan Permenkes yang diunggah di situs resmi Kementerian Kesehatan, bagian Pencantuman Informasi pada Kemasan pasal 15 ayat (3) menyatakan, ‘Merek produk diletakkan di bawah Peringatan Kesehatan pada sisi depan atau belakang kemasan.

Sementara pada pasal 5 ayat (1) poin g disebutkan bahwa ‘kemasan produk tembakau dilarang menambahkan gambar dan atau tulisan dalam bentuk apapun selain yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini’. Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Siti Nadia dalam diskusi. 

“Nama dan logo produk masih bisa. Tapi memang peringatan, informasi, gambar mengenai dampak dari merokok memang ada. Branding-nya nggak boleh. Buat warna kita standardisasi, termasuk rokok elektronik,” tuturnya.

Dalam diskusi, Siti mengatakan tidak ada standardisasi terkait nama atau penulisan merek rokok. “Kalau nama merek rokok itu tidak kita lakukan standardisasi. Bahasa Indonesia hanya untuk peringatan, lalu informasi. Buat nama merek sesuai dengan mereknya,” paparnya. (H-3)

Cek Artikel:  PBNU Dukung TV Tak Tayangkan Azan secara Audio saat Misa Paus

Mungkin Anda Menyukai