KETUA Biasa Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Moh. Ali mengatakan rakyat masih mengalami perampasan hak atas tanah. Dengan dalil proyek strategis nasional, ujarnya, tanah adat yang telah dihuni selama ratusan tahun dikuasai negara dengan alasan warga tidak memiliki surat legal.
“Pelakunya pengusaha kuat atau oligarki yang bekerja sama dengan penguasa dan aparat,” kata Ketua Biasa Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Moh. Ali dalam diskusi yang digelar Konfederasi Perkumpulan Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan dan Sabang Merauke Circle (SMC), Selasa (24/9).
Baca juga : 2 Proyek Bendungan Waskita segera Diresmikan
Menurutnya pemerintah yang paling bertanggung jawab memfasilitasi penguasaan tanah rakyat oleh oligarki. Tokoh Insan Merdeka Said Didu menguraikan modus yang dilakukan yakni menetapkan status tanah di suatu daerah sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Selanjutnya pemerintah pusat bekerja sama dengan penguasa lokal (pemda) dan aparat, menekan rakyat, untuk menjual tanahnya dengan harga sangat murah.
“Ini terjadi di Rempang (Kepulauan Riau), PIK 2 (Tangerang), bahkan di IKN (Kaltim),” terangnya.
Mantan Ketua LBH Jakarta Paskah Cemburuanto mengingatkan bahwapada masa Orde Baru, penguasaan oleh oligarkhi hanya dibatasi untuk industri dan dagang. Tetapi, menurutnya saat ini sudah melebar pada penguasaan tanah.
Sementara Dosen Universitas Bung Karno Prof. Maman Suparman menyebut Omnibus Law yakni Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja memudahkan perampasan tanah rakyat oleh para pemodal. Di dalam UU Cipta Kerja, ada sejumlah beleid yang berkaitan dengan UU No.5/1960 tentang Pokok Agraria. (H-3)