Cermin Retak Sosialisasi Politik

Cermin Retak Sosialisasi Politik
(Dok. Pribadi)

TAHAPAN penting pesta demokrasi telah dimulai. Calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sudah mendapatkan nomor urut masing-masing. Masyarakat menunggu tanggal pencoblosan untuk menentukan siapa pilihannya.

Tetapi, bagi sementara kalangan, utamanya akademisi dan pegiat demokrasi, pemilu kali ini— meminjam istilah Presiden— dinilai terlalu banyak drama.  Terdapat luka yang menganga dalam proses penentuan cawapres, melalui keputusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial itu. Meski Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberikan sanksi, tampaknya belum cukup menjadi obat mujarab pagi mereka yang kecewa.

Di era keterbukaan seperti sekarang ini, sulit bagi siapa pun untuk menyembunyikan, maaf, bau kentut. Aroma tak sedap dalam dinamika politik belakangan dapat tercium sampai ke ujung Nusantara. Masyarakat yang belum sepenuhnya melek politik, mendapatkan sosialisasi yang tidak bagus.

Pejabat publik, yang seharusnya menjadi agen sosialisasi politik anggun, kini tampak seperti badut yang sedang melawak sesuai keingin pemesan. Apabila benar demikian yang terjadi, apatisme politik tidak dapat dihindari. Kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi dapat runtuh.

 

Sosialisasi politik

Sosialisasi politik merupakan proses ketika individu memperoleh sikap, keyakinan, nilai, dan perilaku politik. Sosialisasi politik terjadi sepanjang hidup seseorang dan memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan partisipasi politik.

Hal itu melibatkan transmisi pengetahuan dan pemahaman politik di berbagai lingkungan, termasuk keluarga, pendidikan, kelompok sebaya, media, dan lembaga keagamaan. Proses ini terjadi baik secara eksplisit, melalui pembelajaran langsung dan pesan-pesan politik eksplisit, maupun secara implisit, melalui observasi dan penyerapan informasi dan perilaku politik.

Cek Artikel:  Generasi Digital dan Bonus Demografi

Sosialisasi politik dapat berlangsung secara formal maupun informal, yang mana individu belajar tentang politik dan mengembangkan ideologi politik. Sosialisasi politik formal terjadi di sekolah dan universitas melalui program pendidikan kewarganegaraan dan kursus-kursus politik, sedangkan sosialisasi politik informal terjadi dalam interaksi sehari-hari dengan keluarga, teman, dan media.

Pesan-pesan tersebut dapat mempunyai dampak yang bertahan lama terhadap ideologi politik seseorang, membentuk opini mengenai isu-isu politik yang relevan, dan mempengaruhi perilaku politik. Sosialisasi politik juga dapat dilihat sebagai proses seumur hidup yang berlanjut hingga masa dewasa ketika individu terus-menerus dihadapkan pada pengalaman, ide, dan informasi baru yang dapat memengaruhi sikap dan keyakinan politiknya.

Sosialisasi politik dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain sosialisasi vertikal, horizontal, dan miring. Sosialisasi vertikal mengacu pada transmisi nilai-nilai dan kepercayaan politik dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam keluarga. Bentuk sosialisasi ini sering kali melibatkan orang tua yang mengajari anak-anak mereka tentang politik, menanamkan keyakinan dan nilai-nilai politik tertentu.

Sosialisasi horizontal terjadi ketika individu memperoleh sikap, keyakinan, dan perilaku politik dari teman sebayanya. Hal ini dapat terjadi melalui diskusi, debat, dan berbagi pengalaman politik di antara teman dan kolega.

Terakhir, sosialisasi miring mengacu pada pengaruh tidak langsung aktor dan institusi politik terhadap sosialisasi politik seseorang. Hal ini dapat melibatkan paparan pesan politik melalui media, lembaga keagamaan, atau pemimpin politik.

Fungsi sosialisasi politik banyak dan beragam. Salah satu fungsi utamanya ialah penciptaan budaya politik bersama dalam suatu masyarakat. Melalui sosialisasi politik, individu belajar tentang norma, nilai, dan keyakinan yang dapat diterima dalam komunitas politiknya.

Cek Artikel:  Balas Dendam Hak Iran, tapi Langkahnya Bagaimana

Budaya politik bersama ini membantu menjaga stabilitas dan kohesi dalam masyarakat, memastikan bahwa warga negara mematuhi nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, sosialisasi politik membantu individu mengembangkan pemahaman tentang hak dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara. Pemahaman ini memainkan peran penting dalam membentuk partisipasi dan keterlibatan politik.

 

Sosialisasi berkeadaban

Sosialisasi politik membantu individu memahami permasalahan dan keputusan politik yang kompleks dengan membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menavigasi lanskap politik. Hal ini mendorong pengembangan pemikiran kritis dan kemampuan analitis, memungkinkan individu untuk membentuk opini mengenai masalah politik.

Sosialisasi politik dapat menumbuhkan efektivitas dan kepentingan politik sehingga membentuk individu menjadi peserta aktif dalam proses politik. Penduduk negara yang memiliki sosialisasi politik lebih besar kemungkinannya untuk memilih, terlibat dalam diskusi politik, bergabung dalam organisasi politik, dan mengambil bagian dalam berbagai bentuk partisipasi politik lainnya.

Sosialisasi politik penting bagi berfungsinya demokrasi, karenanya harus dilakukan dengan benar. Dalam masyarakat demokratis, warga negara adalah sumber kekuasaan utama, dan keputusan kolektif mereka menentukan kebijakan dan arah negara.

Tetapi, agar demokrasi dapat berjalan secara efektif, warga negara perlu memiliki pengetahuan dan pemahaman yang diperlukan mengenai sistem politik. Mereka juga harus sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Sosialisasi politik membantu individu mengembangkan pengetahuan dan kesadaran ini, memungkinkan mereka membuat keputusan yang tepat dan meminta pertanggungjawaban pejabat terpilih atas tindakannya.

Cek Artikel:  Pluralisme dalam Bermuhammadiyah

Sosialisasi politik juga penting karena membantu menciptakan rasa identitas dan kepemilikan politik. Melalui proses sosialisasi berkeadaban, individu mengembangkan sikap dan keyakinan politik yang selaras dengan ideologi atau partai politik tertentu.

Afiliasi ini menciptakan rasa identitas dan kepemilikan dalam komunitas politik sehingga meningkatkan keterlibatan dan partisipasi politik. Identitas politik sering kali memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dunia dan nilai-nilai seseorang, serta memengaruhi preferensi politik dan pengambilan keputusannya.

 

Peran pendidik

Kini beban pendidik semakin berat dalam menjalankan perannya sebagai agen sosialisasi politik. Istimewanya dalam mengembalikan kepercayaan publik pada demokasi. Kita dituntut untuk menciptakan pemilih yang berpengetahuan dan bertanggung jawab, sebab untuk membuat pilihan yang tepat di kotak suara, pemilih perlu memiliki pemahaman mendalam tentang sistem politik dan isu-isu yang dipertaruhkan. Sosialisasi politik membekali individu dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kritis kandidat politik, platform, dan kebijakan yang diusung.

Tugas pendidik adalah memastikan bahwa para pemilih dapat membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai dan isu-isu penting. Dalam negara demokrasi, pemilih terpelajar sangat penting untuk menjaga akuntabilitas para pemimpin politik dan memastikan bahwa pemerintah mencerminkan keinginan dan kebutuhan rakyat.

Dengan menanamkan nilai-nilai demokrasi, sosialisasi politik mendorong warga untuk menyelesaikan konflik melalui cara damai dan menghormati supremasi hukum. Di sini kita dapat membantu menjaga ketertiban sosial dan mencegah eskalasi perselisihan politik menjadi kekerasan.

Mungkin Anda Menyukai