PON Kehilangan Kebanggaan

RAPOR merah mesti kita berikan untuk penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX Aceh-Sumatra Utara atau PON 2024. Catatan buruk perhelatan PON yang disebut sebagai yang terbesar sepanjang sejarah itu berderet begitu panjang. Banyaknya rekor yang dipecahkan para atlet pun tak mampu menutupi buruknya pelaksanaan PON 2024.

Disebut terbesar karena PON 2024 mengikutkan sebanyak 12.919 atlet. Rekor sebelumnya dicatat PON Riau 2012 yang diikuti sekitar 11.000 atlet. Anggarannya pun termasuk salah satu yang terbesar. Kepada penyelenggaraan PON 2024, pemerintah total menganggarkan Rp3,94 triliun. APBN menyumbang Rp2,2 triliun, ditambah dari APBD dua provinsi, yakni Aceh dan Sumatra Utara, sebesar Rp1,74 triliun.

Tetapi, dengan fakta-fakta ‘kebesaran’ itu, panitia penyelenggara PON 2024 rupanya tak punya jiwa dan kesungguhan besar untuk mempersiapkan kompetisi olahraga antarprovinsi itu dengan baik. Hasilnya ialah catatan minus yang begitu mendominasi. Mulai dari berantakannya akomodasi untuk atlet dan ofisial, konsumsi yang tak layak, hingga venue perlombaan yang amburadul.

Cek Artikel:  Dunia Usaha tak AlergiPilpres Dua Putaran

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Selain faktor ketidaksiapan, patut diduga ada penyelewengan anggaran sehingga dana triliunan rupiah yang digelontorkan tidak menghasilkan penyelenggaraan yang optimal. Hal itu terekam dari testimoni sejumlah pengurus KONI daerah yang tak ragu ‘menahbiskan’ penyelenggaraan PON 2024 sebagai yang terburuk sepanjang sejarah pesta olahraga nasional tersebut.

Di sektor apa pun, anggaran besar selalu memunculkan godaaan. Tak terkecuali di bidang olahraga. Bukan tidak mungkin, jika melihat amat jomplangnya perbandingan anggaran dengan fasilitas dan sarana-prasarana yang disiapkan, patut diduga sebagian dana PON 2024 itu diselewengkan dengan ugal-ugalan. Barangkali pula sebagian dana itu menjadi bancakan pihak-pihak di lingkup penyelenggaraan perhelatan olahraga bertaraf nasional itu.

Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi Satuan Tugas (Satgas) untuk Pendampingan Tata Kelola PON yang baru-baru ini dibentuk berdasarkan perintah Presiden Joko Widodo. Kita harapkan satgas bersama kepolisian bisa mengungkap secara tuntas dugaan penyelewengan yang menyebabkan semrawutnya PON 2024.

Cek Artikel:  Angin Segar Tegaknya Demokrasi

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Tak hanya itu, publik dan masyarakat olahraga, termasuk atlet dan ofisial merasa kecewa, marah terhadap penyelenggaraan PON 2024 akibat begitu telanjangnya praktik pengabaian sportivitas dilakukan. Pengejaran kemenangan demi gengsi daerah, terutama tuan rumah, kerap diwarnai dengan ketidakjujuran, kecurangan, dan cara-cara tidak sportif lain. Publik bisa menyaksikan kecurangan nyata-nyata terjadi di sejumlah cabang olahraga, seperti di sepak bola, tinju, dan anggar.

Padahal tujuan utama PON digelar sejatinya untuk mencari bibit atlet berbakat dalam bingkai kompetisi multiajang yang meninggikan sportivitas dan kualitas. PON bukan sekadar ajang perebutan medali, melainkan juga cerminan dari upaya membangun prestasi olahraga nasional. PON semestinya menjadi tonggak awal untuk merenda prestasi dunia melalui kompetisi nasional.

Karena itu, kita mendesak harus ada evaluasi dan audit total untuk penyelenggaraan PON 2024 di Aceh dan Sumut. Kebanggaan nasional yang seharusnya terwujud dalam ajang seperti PON mesti dikembalikan. Jangan sampai masyarakat, apalagi atlet, menjadi antipati dengan PON lantaran makin ke sini, alih-alih kian bagus penyelenggaraannya, malah makin berantakan.

Cek Artikel:  Meneguhkan Oposisi, Mencegah Tirani

Pengkajian mesti segera dirampungkan mengingat pada empat tahun mendatang, kita akan kembali bertemu dengan PON Nusa Tenggara 2028. Sekali lagi kita ingin mengingatkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, belajarlah dari rapor merah penyelenggaraan PON 2024. Sesungguhnya tidak ada alasan soal kesiapan mengingat pelaksanaan PON sudah ditentukan sejak jauh hari.

Tugas besar pemerintah untuk mengembalikan spirit dan kebanggaan PON seperti ketika pertama kali diselenggarakan pada 1948 silam. Kalau pada akhirnya PON hanya menjadi tempat buang-buang anggaran tanpa hasil nyata, PON hanya menjadi ajang unjuk ketidakjujuran, jangan salahkan suara-suara publik yang mempertanyakan, apa PON masih dibutuhkan?

 

Mungkin Anda Menyukai