Melawan Pandemi Menggerakkan Ekonomi

Melawan Pandemi Menggerakkan Ekonomi
(Dok. CORE Indonesia)

DAMPAK pandemi covid-19 terasa begitu dahsyat karena mampu memorakporandakan perekonomian global. Sebagian negara, termasuk negara-negara utama dunia, sudah terlebih dahulu tumbang masuk ke jurang resesi. Sementara itu, puluhan negara lainnya juga sudah ada di barisan antrean.

Tinggal menunggu pernyataan resmi bahwa mereka mengalami resesi.

Indonesia tidak terkecuali. Pertumbuhan ekonomi triwulan II sudah terkontraksi 5,2%. Di tengah kasus covid-19 yang masih terus meningkat, pertumbuhan ekonomi triwulan III diyakini tetap akan negatif. Bila itu terjadi, Indonesia mengalami dua triwulan berturut-turut pertumbuhan ekonomi negatif. Artinya, sudah mengalami resesi. Rilis pertumbuhan ekonomi triwulan III oleh BPS pada Oktober nanti hanya menegaskan saja Indonesia resesi.

Resesi bukan berarti kiamat. Resesi juga bukan indikator kegagalan pemerintah. Kalaupun nanti pada Oktober BPS resmi menyatakan Indonesia resesi, masyarakat tidak perlu panik. Selama pandemi masih berlangsung, perlambatan atau bahkan kontraksi ekonomi merupakan sebuah kewajaran.

Yang lebih penting ialah bahwa masyarakat kita masih bertahan hidup, dunia usaha juga belum mengalami kebangkrutan. Kemampuan kita bertahan hidup dan keberhasilan menjaga dunia usaha terus bergerak akan menjadi penentu seberapa cepat kita bisa memulihkan ekonomi ketika pandemi sudah berlalu.

Pengaruhtivitas program pemerintah

Bila masyarakat saja diharapkan tidak panik, tentunya pemerintah terlebih lagi. Pemerintah merupakan panutan. Oleh karena itu, tidak boleh tampak tidak percaya diri, apalagi panik.

Pemerintah hendaknya menunjukkan ketenangan dalam bertindak, memberikan keyakinan bahwa resesi memang tidak perlu ditakutkan. Demi memberikan ketenangan dan keyakinan tersebut, tidak cukup dengan ucapan. Enggak juga dengan janji-janji atau harapan palsu. Pemerintah harus hadir di tengah masyarakat dalam bentuk informasi, kebijakan, dan program yang direalisasikan secara cepat dan tepat. Itu yang akan menenangkan masyarakat.

Pemerintah harus diakui sudah bergerak cukup cepat mengantisipasi dampak pandemi covid-19. Pemerintah, misalnya, sejak awal berupaya untuk terus memberikan informasi secara akurat terkait upaya-upaya penanggulangan pandemi hingga perkembangan kasus covid-19. Demi meningkatkan upaya penanggulangan pandemi, pemerintah juga sudah membentuk Gugus Tugas yang kemudian diperbesar dan diperkuat menjadi Komite Penanggulangan Pandemi. Terlepas dari kontroversi yang pernah timbul, pembentukan komite ini menunjukkan bahwa pemerintah berupaya dengan sungguhsungguh menanggulangi pandemi.

Pemerintah juga tampak cukup menyadari bahwa di tengah pandemi saat ini, ketidakpastian meningkat. Kebijakan pemerintah dituntut lebih fl eksibel menyesuaikan dengan perkembangan situasi pandemi yang sangat dinamis. Oleh karena itu, pemerintah sejak awal sudah mempersiapkan diri dengan mengeluarkan Perppu 2020 yang sudah disahkan menjadi undang-undang. Berbekal perppu ini, pemerintah dengan mudah melakukan perubahan berbagai kebijakan dan anggaran, termasuk menaikkan anggaran stimulus perekonomian dari semula Rp405 triliun menjadi Rp695 triliun. Anggaran dan program stimulus itu ditujukan untuk mempercepat penangulangan pandemi sekaligus memulihkan perekonomian.

Cek Artikel:  Melampaui Warsa Kecemasan

MI/Seno

 

 

Program-program kesehatan penanggulangan pandemi mendapatkan alokasi anggaran senilai Rp87,5 triliun, sementara program membantu masyarakat terdampak mendapatkan alokasi anggaran senilai Rp203,9 triliun. Terakhir, untuk menggerakkan kembali roda perekonomian, pemerintah mempersiapkan berbagai program, dari program sektoral dan pemda dengan alokasi anggaran Rp106,05 triliun, program bantuan UMKM dengan alokasi anggaran Rp123,47 triliun, program insentif bagi dunia usaha dengan alokasi anggaran Rp120,6 triliun, hingga bantuan kepada koperasi dengan alokasi anggaran Rp53,7 triliun.

Yang sangat perlu dipahami, tujuan u tama kebijakan dan program pemerintah di atas ialah menanggulangi pandemi dan membantu masyarakat serta dunia usaha yang terdampak untuk bisa bertahan di tengah pandemi. Ukuran efektivitas program pemerintah bukanlah resesi. Seperti disampaikan sebelumnya, resesi bukan indikator kegagalan program pemerintah.

Kalau keberhasilan program pemerintah ialah terhindarnya perekonomian resesi, berarti program pemerintah di banyak negara, terutama negara-negara maju, dapat dikatakan semuanya gagal karena perekonomian mereka mengalami resesi.

Kebijakan dan program-program pemerintah tersebut memang tidak ditujukan secara langsung untuk mencegah resesi, tetapi menanggulangi pandemi dan meningkatkan daya tahan masyarakat serta dunia usahanya. Dengan demikian, ukuran efektivitas program-program itu menjadi lebih sederhana, yaitu menurunnya kasus pandemi covid-19, masyarakat kecil terbantu dan bertahan hidup, sementara di sisi lain dunia usaha masih terus bergerak.

Tentunya kita bisa memahami apabila wabah sudah berlalu, masyarakat bisa bertahan hidup dan dunia usaha tidak bangkrut, perekonomian dipastikan akan bisa bangkit dari resesi.

Indikator bergeraknya ekonomi

Upaya pemerintah menggerakkan kembali perekonomian sudah dimulai sejak akhir Juni 2020, yaitu dengan dilonggarkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Masyarakat yang sebelumnya diisolasi, kini diperbolehkan melakukan aktivitas sosial-ekonomi secara terbatas. Sejak itu, kantor-kantor kembali beroperasi. Beberapa warung dan toko kembali buka. Demikian juga dengan mal dan pabrik. Meskipun demikian, kegiatan usaha produktif masyarakat sesungguhnya masih jauh di bawah normal.

Demi lebih mempercepat pemulihan ekonomi, pemerintah kemudian merealisasikan banyak program bantuan. Mulai program bantuan kepada masyarakat terdampak dalam bentuk bantuan-bantuan sosial hingga bantuan likuiditas kepada sektor keuangan/perbankan. Donasi sosial yang diberikan pemerintah berupa bantuan keluarga harapan, bantuan sembako, bantuan langsung tunai, bantuan kartu prakerja, hingga yang terbaru, yaitu bantuan subsidi gaji kepada karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta.

Cek Artikel:  Mobilitas, Benci tapi Rindu

Seluruh bantuan itu diharapkan bisa membantu menggerakkan perekonomian dari sisi demand. Dengan adanya bantuan dari pemerintah, khususnya yang dalam bentuk tunai, akan memberikan daya beli kepada masyarakat untuk melakukan konsumsi.

Meskipun sudah cukup banyak bantuan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat selama pandemi masih berlangsung, konsumsi tidak akan bisa tumbuh positif. Donasi yang diberikan kepada masyarakat tidak cukup menutup pendapatan masyarakat yang hilang selama pandemi. Artinya, bantuan tersebut hanya bisa menahan turunnya daya beli masyarakat. Konsumsi kelompok masyarakat bawah tetap akan berkurang.

Di sisi lain, masyarakat menengah atas yang tidak mengalami penurunan daya beli juga tetap akan mengurangi konsumsinya. Tertentunya, konsumsi barang-barang sekunder dan tersier. Kecenderungan masyarakat menengah atas menahan konsumsi ini setidaknya diindikasikan oleh meningkatnya tabungan mereka di perbankan. Biaya pihak ketiga (DPK) perbankan dengan nilai di atas Rp100 juta, khususnya DPK di atas Rp2 miliar, terus menunjukkan kenaikan selama semester I 2020.

Selain berusaha menjaga demand, pemerintah juga berupaya mendorong sisi suplai. Demi itu, pemerintah memberikan banyak bantuan kepada dunia usaha, dari memberikan kelonggaran pajak, restrukturisasi dan penjaminan kredit, hingga memberikan bantuan hibah sebesar Rp2,4 juta kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk digunakan dalam kegiatan produktif.

Donasi-bantuan kepada dunia usaha tersebut tentu saja sangat bermanfaat bagi dunia usaha. Tetapi, tidak berarti meningkatkan aktivitas produksi karena bagaimanapun, aktivitas produksi sangat ditentukan besarnya demand. Sementara itu, seperti dijelaskan di atas, selama pandemi masih berlangsung, permintaan masih akan tetap rendah. Dengan demikian, aktivitas produksi juga akan mengikuti.

Lagi rendahnya demand and supply selama pandemi terlihat di berbagai indikator, misalnya, penjualan kendaraan bermotor. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada Juli, penjualan ritel mobil mencapai 35.799 unit, meningkat cukup tajam bila dibandingkan dengan penjualan ritel pada Juni yang hanya 29.862 unit. Akan tetapi, angka penjualan pada Juli ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan penjualan ritel pada Juli 2019.

Cek Artikel:  Dilema Kampanye di Tempat Pendidikan

Indikator lainnya ialah penjualan semen. Sepanjang semester I 2020, konsumsi semen domestik mencapai 27,15 juta ton, menurun 7,7% bila dibandingkan dengan periode 2019 yang mencapai 29,42 juta ton. Pada Juli hingga Desember, seiring pelonggaran PSBB dan mulai direalisasikannya program stimulus pemerintah, konsumsi diperkirakan meningkat, tetapi tetap lebih rendah jika dibandingkan dengan periode 2019.

Demikian juga dengan indikator penumpang pesawat dan kereta api. Pelonggaran PSBB yang memungkinkan masyarakat melakukan perjalanan antarkota meningkatkan kembali jumlah penumpang pesawat dan kereta api. Pada Juni 2020, jumlah penumpang pesawat domestik mencapai 319 ribu penumpang, meningkat drastis bila dibandingkan dengan jumlah penumpang pada Mei 2020 yang hanya 46 ribu. Meskipun begitu, bila dibandingkan dengan Juni 2019, masih terjadi penurunan yang sangat dalam (-90% yoy).

Fenomena yang sama terjadi pada moda kereta api. Penumpang kereta api juga mengalami peningkatan pada Juni 2020 setelah dilonggarkannya PSBB. Pada Juni 2020, penumpang kereta api mencapai 9.000 penumpang, meningkat drastis jika dibandingkan dengan jumlah penumpang pada Mei 2020. Akan tetapi, penumpang kereta api pada Juni 2020 masih sangat rendah bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019 (-73% yoy).

Meskipun sejumlah indikator ekonomi di atas menunjukkan demand dan supply yang masih rendah di tengah pandemi, yang menggembirakan sudah ada tandatanda bahwa perekonomian sudah kembali bergerak. Titik nadir perekonomian diyakini sudah terlewati. Apabila wabah benar-benar sudah bisa diatasi pada akhir 2020, misalnya, dengan ditemukan dan diproduksinya vaksin covid-19, kebangkitan ekonomi pada 2021 bukanlah harapan kosong.

Penutup

Permasalahan dan tantangan pandemi covid-19 ialah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan yang kita hadapi pada 1998. Tetapi, semua harus meyakini bahwa kita akan mampu menghadapi dan menyelesaikan permasalahan dan tantangan covid-19 ini secara lebih baik. Itu disebabkan kondisi kita saat ini sesungguhnya juga jauh lebih kuat dan lebih siap jika dibandingkan dengan 1998.

Kita sudah lebih banyak belajar dari pengalaman pada 1998. Kekuatan dan kesiapan kita pada tahun ini didukung kondisi dunia usaha yang lebih kukuh. Selain itu, infrastuktur kelembagaan yang lebih lengkap dan terkoordinasi. Seluruh ini hendaknya benar-benar dimanfaatkan untuk mengatasi pandemi covid-19. Jangan sampai modal besar ini tersiakan.

Mungkin Anda Menyukai