IURAN BPJS Kesehatan yang di bawah Rp40 ribu per bulan dinilai sudah tidak rasional dengan mempertimbangkan pemberian manfaat lebih besar daripada iuran yang diterima.
“Kalau membayar di bawah Rp25 ribu atau di bawah Rp40 ribu nggak rasional karena kalau dihitung unit cost-nya, kita kan ada datanya real, itu sudah tidak memenuhi lagi. Jadi upamanya sekarang ngumpulin duit, katakanlah 100%, untuk membayar layanan sudah nggak 100% lagi, sudah lebih dari 100%,” kata Direktur Penting BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Jakarta Pusat, Rabu (25/9).
Diketahui, jumlah iuran bagi peserta BPJS Kesehatan kelas 3 dikenakan tarif sebesar Rp42 ribu per bulan. Bilangan tersebut mendapat subsidi dari pemerintah sekitar RP7 ribu sehingga jumlah yang dibayarkan sekitar Rp35 ribu per bulan. Penerima manfaat kelas 2 dikenakan tarif sebesar Rp100 ribu. Kemudian kelas 1 sebesar Rp150 ribu per bulan.
Baca juga : BPJS Kesehatan Sebut Iuran Kepesertaan Kelas 3 Kagak Naik
“Maka ini biar sehat, harus disesuaikan. Kita (BPJS Kesehatan) surplus terakhir asetnya itu Rp56 tirliun dan sekarang sekitar Rp55 triliun. Karena sudah kurang dari, atau pelayanan itu lebih dari 100% dari dana yang dikumpulin, kan simpanan tergerus,” ungkapnya.
Meski masih aman, tetapi ke depan harus diantisipasi dan sustain. Ia menjelaskan keputusan peningkatan iuran BPJS Kesehatan masih dievaluasi sampai 31 Juni 2025. Masalah iuran akan sangat sensitif karena menyangkut masyarakat yang diperhirungkan dengan pajak dan sesuai dengan kemampuan, rasionalitas, dan kemauan masyarakat.
Kepada mencegah peserta yang tidak aktif pemeringtah diharapkan bisa mempersiapkan upaya-upaya lain sehingga ketika terjadi kenaikan iuran per bulannya, peserta BPJS Kesehatan tetap aktif dan tidak menunggak dalam pembayaran rutin.
“Itu makanya harus dibikinkan komitmen kita harus lebih banyak lagi. Pemerintah juga harus ke depan memikirkan lagi yang jelas BPJS Kesehatan sudah membuat strategi-strateginya itu. A, B, C, D, E gitu,” ungkapnya.
“Penyesuaian iuran kalau bisa,karena memang menurut peraturan perundangan itu, dan kita lihat lagi inflasi, itu setiap tahun di kesehatan itu jauh lebih tinggi daripada inflasi umum. Sudah 4 tahun kan memang belum disesuaikan,” pungkasnya.