Standar Ganda Penyelenggara Pemilu

RESPONS berbeda tampak nyata diberikan Komisi Pemilihan Lazim (KPU) dalam menyikapi putusan Mahkamah Akbar (MA) di satu sisi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di sisi lain.

Terhadap putusan MA terkait dengan uji materi pasal penghitungan pecahan desimal keterwakilan perempuan, KPU meresponsnya dengan lambat, malas-malasan, bahkan cenderung mencari-cari pembenaran untuk tidak mengeksekusinya. Ujung-ujungnya, mereka enggan merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023 tentang Pencalonan Personil Legislatif.

Tetapi, terhadap putusan MK perihal uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, yang bahkan sampai hari ini belum diputuskan, KPU sangat sigap. Ketua KPU Hasyim Asy’ari sendiri yang menyatakan KPU siap merevisi PKPU tentang Pendaftaran Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, begitu nanti MK memutuskan perkara tersebut. Beritanya MK akan membacakan putusan pada 16 Oktober mendatang.

Cek Artikel:  Konsistensi Perjuangan Demokrasi

Tentu saja sikap standar ganda KPU tersebut mengundang tanda tanya dan dugaan-dugaan dari publik. Mengapa untuk putusan MA terkait keterwakilan perempuan yang sudah terang-benderang KPU tidak acuh dan abai, tetapi di saat yang sama mereka malah siap masuk ke ranah yang belum menjadi putusan MK?

Sangat patut diduga ada kepentingan penguasa yang sedang dijaga KPU. Ini bisa kita lihat terutama dalam sikap mereka yang begitu semangat menomorsatukan putusan MK dan menomorsekiankan putusan MA. Dalam bahasa gampangnya, tidak hanya soal keseriusan, independensi KPU pun patut dipertanyakan.

Memang, kepentingan politik kekuasaan di balik gugatan uji materi syarat usia capres dan cawapres sangatlah kental. Putusan MK nanti akan menjadi penentu langkah penguasa saat ini dalam memuluskan dinasti politik yang sedang ia bangun. Sudah bukan rahasia lagi bahwa uji materi soal usia capres-cawapres itu ialah jalan pintas untuk membawa putra sulung

Cek Artikel:  Pantang Menekan Putusan MK

Presiden Joko Widodo melompat jauh menjadi cawapres Prabowo Subianto.

Tetapi, tentu itu bukan alasan bagi KPU untuk boleh memprioritaskan respons terhadap putusan MK, sementara di sisi lain mereka tidak mengacuhkan putusan perkara yang lain. Kita tidak hendak mengatakan bahwa KPU semestinya juga merespons setengah hati putusan MK tersebut. Bukan. Sebaliknya, kita justru ingin mendorong KPU agar memberikan perlakuan yang sama terhadap dua putusan dari lembaga yang berbeda itu.

Kita ingin KPU memiliki keseriusan dan kehendak politik (political will) dengan derajat yang sama dalam merespons putusan-putusan hukum yang berkaitan dengan aturan pelaksanaan pemilu. Jangan tebang pilih, jangan pula memasang standar ganda.

Cek Artikel:  Jeleknya Rekanan Megawati dan Jokowi

Kalau sikap seperti itu yang terus ditunjukkan KPU, tidak saja publik dan peserta pemilu yang akan dirugikan, tetapi juga berpotensi melemahkan legalitas dan legitimasi penyelenggaraan Pemilu 2024 di mata publik.

Mungkin Anda Menyukai