Viral di Medsos Soal Resistensi Antibiotik, Ini Kata Kemenkes

Viral di Medsos Soal Resistensi Antibiotik, Ini Kata Kemenkes
Ilustrasi obat(Dok: MI)

FOTO selembar kertas yang menunjukkan bakteri Klebsiella resisten terhadap sekitar 21 macam antibiotik viral di sosial media X. Foto tersebut diunggah oleh akun X @BaseAnakFK.

Kepada diketahui, Klebsiella adalah bakteri yang menginfeksi manusia dan menyebabkan pneumonia, meningitis, serta infeksi saluran kemih. Sedangkan resisten antibiotik adalah kondisi ketika suatu jenis bakteri tertentu menjadi resisten atau kebal terhadap antibiotik. Terdapatpun contoh antibiotik tersebut yakni imipenem, aztreonam, levofloxacin, tetracycline, gentamicin, dan cefoperazone.

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI, resistensi antibiotik atau kebal terhadap efek antibiotik terjadi saat bakteri tidak lagi merespon efektif terhadap antibiotik yang seharusnya menghentikan pertumbuhan atau membunuh bakteri. Resistensi antibiotik merupakan masalah serius yang mengancam efektivitas pengobatan penyakit infeksi.

Baca juga : Kaum Diingatkan Konsumsi Antibiotik Sesuai Dosis

Cek Artikel:  Masyarakat Diminta Laporkan Oknum Catut Nama Gempita yang Meminta Fee di Kementan

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS mengungkapkan penanganan pasien dengan infeksi resistensi antimikroba membutuhkan upaya yang besar. Pasalnya, bakteri yang kebal terhadap antibiotik memengaruhi perawatan pasien.

“Merawat pasien dengan infeksi antimicrobial resistance (AMR) sangat sulit karena beberapa faktor. Pertama adalah pilihan obat terbatas. Obat yang efektif untuk pasien AMR mungkin tidak tersedia atau mahal dan patogen bisa menjadi resisten terhadap antibiotik yang ada,” kata Azhar dikutip dari laman resmi Kemenkes, Rabu (25/9).

“Kedua, penegakan diagnosis menjadi lambat. Dibutuhkan pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dalam menegakkan diagnosis pasien infeksi lama, di mana untuk pemeriksaan tersebut memerlukan waktu sehingga memperlambat perawatan yang tepat. Kemudian, dibutuhkan komitmen pimpinan rumah sakit untuk optimalisasi fungsi laboratorium,” imbuhnya.

Cek Artikel:  Krisis Planet Makin Konkret, Para Spesialis Desak Rekonstruksi Aturan Hukum Lingkungan

Baca juga : Waspada, Bakteri Super Diprediksi Membunuh 39 Juta Orang pada 2050

Azhar mengatakan infeksi resistensi antimikroba dapat menyebar cepat, terutama di lingkungan rumah sakit sehingga memerlukan langkah-langkah pengendalian infeksi yang ketat.

“Kelima, biaya tinggi. Karena perawatan AMR membutuhkan waktu yang lama (Length of Stay/Los memanjang), pengobatan AMR menjadi sangat mahal, produktivitas pasien dan keluarga penunggu menurun, serta membebani pasien dan jaminan kesehatan,” lanjut Azhar.

Azhar mengimbau masyarakat untuk menggunakan antibiotik hanya ketika diresepkan oleh dokter. Ikuti petunjuk dokter mengenai dosis dan durasi pengobatan. Lampau, ia mengimbau jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau sisa obat dari perawatan sebelumnya.

Baca juga : Ini Dalih Kenapa Antibiotik Harus Dihabiskan

Cek Artikel:  Bingungkatan Deforestasi Mendunia di Pahamn 2023 Tantangan Terhadap Komitmen Perlindungan Hutan

Kalau dokter meresepkan antibiotik untuk infeksi yang tampaknya ringan, tanyakan alasan dan manfaatnya, serta alternatif pengobatan yang mungkin tersedia.

Selain itu, jika memiliki hewan peliharaan, pastikan antibiotik yang diberikan kepada hewan juga digunakan secara bijaksana. Alasan, resistensi dapat terjadi di antara hewan dan manusia.

“Kepada menghindari risiko infeksi dan kebutuhan antibiotik, lakukan kebiasaan higienis yang baik seperti mencuci tangan secara teratur. Lakukan vaksinasi yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang bisa memerlukan antibiotik jika terjadi,” ungkapnya.

Terakhir, ia meminta masyarakat untuk mendiskusikan kekhawatiran tentang penggunaan antibiotik dan manfaat serta risikonya dengan tenaga medis.(M-3)

 

Mungkin Anda Menyukai