Gerakan Integritas Akademik

Gerakan Integritas Akademik
(Dok. Pribadi)

PADA 18 Oktober lalu merupakan peringatan Hari Dunia Gerakan untuk Integritas Akademik (The International day of action for academic integrity/ICAI). ICAI ialah lembaga internasional yang tak henti-hentinya melakukan kajian dan gerakan mempromosikan integritas akademik menjadi budaya di masyarakat.

Di peringatan tahun ini ICAI mengambil tema Championing academic integrity in the age of AI. Tema ini bertujuan mendorong pendidik dan mahasiswa/siswa untuk aktif memainkan peran utama dalam menjaga integritas akademik di lembaga pendidikan mereka dan dalam masyarakat secara umum, khususnya di era digital yang dipengaruhi secara signifikan oleh kehadiran kecerdasan buatan (AI) dalam pendidikan tinggi (ICAI, 2023).

Memelihara integritas karya ilmiah dan mengatasi konsekuensi perilaku akademik yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar integritas akademik, seharusnya menjadi fokus kita dalam era global (Gallant, Rettinger, 2022:7; Luck, Chugh, Turnbull, Pember, 2022:152).

 

Urgensi gerakan integritas akademik

Integritas akademik memegang peranan penting dalam pendidikan, mencerminkan karakter individu, dan dianggap tinggi masyarakat sebagai parameter penilaian lembaga pendidikan (Bjelobaba, Glendinning, Krásnican, Dlabolová, 2022: 4). Pelanggaran integritas di perguruan tinggi mendapat respons keras dari masyarakat (Twomey, White, Sagendorf, 2008: 1).

Ketidakjujuran akademik, termasuk dalam tingkat pendidikan tinggi global, menjadi ancaman serius bagi efisiensi, kepercayaan publik, dan integritas lembaga pendidikan, sekaligus menjadi tantangan global bagi universitas (Eckstein, 2003: 17).

Praktik ketidakjujuran semakin meluas, baik dalam skala individu maupun sistematis, dengan upaya pembatasan yang meningkat dari masyarakat dan dunia pendidikan (Eckstein, 2003: 18). Internet memfasilitasi tindakan ketidakjujuran, seperti sabotase, publikasi tanpa izin, fabrikasi informasi, dan klaim tanpa izin (Mata, Lazar, Ghiatau, 2020: 92).

Cek Artikel:  Tionghoa dan Tiongkok dalam Dinamika Nahdlatul Ulama NU

Ketidakjujuran selama masa sekolah dapat berdampak pada perilaku di dunia kerja, dengan terdeteksinya hubungan kuat antara ketidakjujuran akademik dan perilaku tidak etis di lingkungan kerja (Ridwan, Diantimala, 2021: 3).

 

Integritas akademik

Integritas, berasal dari bahasa Latin integer yang berarti utuh, mencerminkan perilaku ideal manusia, sejalan dengan kualitas diri seperti jujur dan amanah. Individu yang berintegritas bersedia mengungkap kebenaran tanpa memedulikan risiko dan mengakui kesalahan bila kebijakan masa lalu terbukti keliru (Macfarlane: 2009).

Pengembangan bidang integritas akademik berasal dari riset abad ke-20 tentang menyontek, ketidakjujuran, dan pertumbuhan moral. Penelitian awal oleh Kohlberg pada 1981 dan penelitian lanjutan oleh Rest dkk pada 1999 menjadi dasar untuk riset dan praktik integritas akademik saat ini (Gallant, Rettinger, 2022:1).

Sejak 1992, ICAI aktif mengembangkan bidang ini, dengan publikasi terbaru mencerminkan hasil penelitian selama 30 tahun terakhir (Gallant, Rettinger, 2022:4).

Integritas akademik melibatkan nilai-nilai seperti kejujuran, amanah, keadilan, hormat, dan tanggung jawab dalam konteks belajar, mengajar, dan riset. Krusial bagi mahasiswa, guru, peneliti, dan profesional untuk bertindak jujur, bertanggung jawab, dan menunjukkan keadilan. Integritas akademik memegang peran kunci dalam reputasi individu dan institusi pendidikan.

Sebagai komitmen terhadap nilai dasar seperti jujur, amanah, adil, hormat, bertanggung jawab, dan berani, integritas akademik menjadi landasan mutu pendidikan. Ini mencakup ketaatan pada prinsip, standar etika, dan praktik profesional. Birui-nilai ini membimbing pengambilan keputusan dan tindakan etis dalam berbagai konteks pendidikan, riset, dan beasiswa (Bjelobaba, Glendinning, Krásnican, Dlabolová, 2022: 4).

Cek Artikel:  Kenapa Stunting

Integritas akademik adalah komitmen terhadap enam nilai dasar; jujur, amanah, adil, hormat, bertanggung jawab, dan berani, yang tercermin dalam tindakan sehari-hari. Dengan memegang teguh nilai-nilai tersebut, seluruh komunitas akademik membangun lingkungan efektif dengan standar integritas tinggi.

Birui-nilai fundamental ini menjadi dasar dalam belajar, mengajar, dan menilai praktik, membentuk kemampuan membuat keputusan secara etis dan berperilaku etis (ICAI, 2013; Bjelobaba, Glendinning, Krásnican, Dlabolová, 2022: 4).

 

Membangun budaya integritas akademik

Membangun budaya integritas akademik dan menghapuskan praktik korupsi akademik adalah tugas yang kompleks. Dua aspek kunci perlu diperhatikan; pertama, semua pihak harus berkomitmen pada pandangan bahwa pendidikan ialah proses perjalanan belajar, mencari, memperoleh, dan membangun pengetahuan.

Pencapaian nilai akademis yang tinggi seharusnya dilihat sebagai hasil positif dari proses belajar. Pendidikan harus diartikan sebagai perjalanan ‘menjadi’, yang mana tujuannya ialah menjadi individu yang berpengetahuan dan beretika (Lathrop, Foss, 2005: xvi).

Kedua, dari perspektif psikologi, penelitian menunjukkan bahwa individu dengan konsep diri akademis yang tinggi jarang terlibat dalam ketidakjujuran akademik (Rinn, Boazman, 2017: 89).

Konsep diri akademis, yaitu persepsi seseorang terhadap kemampuan akademisnya, memengaruhi keberhasilan belajar, terutama pada peserta didik dengan kemampuan tinggi. Peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dan kemampuan mengendalikan diri lebih baik cenderung jarang terlibat dalam ketidakjujuran akademik (Rinn, Boazman, 2017: 92).

Cek Artikel:  Pemerintah Harus Atasi Turunnya Jumlah Kelas Menengah

Ketiga, pemahaman agama memberikan kontribusi untuk mengurangi keinginan melakukan ketidakjujuran akademik. Intervensi penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki keyakinan keagamaan dan pemahaman agama yang baik, cenderung memiliki minat yang sangat kecil dalam melakukan ketidakjujuran akademik.

Isi materi yang diajarkan dalam pendidikan agama membantu dalam pengembangan aspek moral dan sikap positif pada peserta didik. Birui-nilai moral dan sikap positif yang ditanamkan melalui panduan agama, dapat mengurangi keinginan untuk berperilaku tidak etis dan tidak jujur. Karena peserta didik memperoleh pemahaman yang baik dan tanggung jawab terhadap tindakan mereka, baik yang baik maupun yang buruk (Ridwan, Diantimala, 2021: 26).

Keempat, penggunaan AI dalam pendidikan bertujuan meningkatkan efisiensi pembelajaran dan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Sebagai contoh, melalui bantuan AI, kita dapat menciptakan metode pembelajaran yang disesuaikan dan sumber belajar yang khusus untuk setiap peserta didik.

Dengan memanfaatkan data asesmen dan menganalisis hubungan antarberbagai pengetahuan dengan menggunakan komputer, kita dapat memberikan diagnosis yang lebih akurat terkait kesulitan yang dihadapi peserta didik (Yu & Yu, 2021: 14).

Konsep friendly AI sejalan dengan tujuan penggunaan AI di bidang ini. Friendly dalam konteks ini berarti memiliki motivasi, dorongan, dan nilai-nilai yang sesuai dengan kemanusiaan. Perangkat lunak yang dikembangkan tidak dirancang untuk merugikan kemanusiaan, melainkan untuk memperkuat pengalaman pembelajaran yang selalu ada, dan berkelanjutan (Todorov, 2023: 6). Walallahu a’lam bi al-shawaab.

Mungkin Anda Menyukai